11 September, Hari Radio Untuk Saya, Untuk Kita

Sep 13, 2018

Sementara itu, profesi pertama saya setelah lulus kuliah adalah penulis lepas untuk iklan-iklan radio. Ada yang istimewa dari iklan radio. Visualisasi dari audio? Ah, demen saya! Misalnya, saya masih ingat akan iklan radio sebuah merk sabun cuci piring, dengan “pengadeganan” seorang menari piring. Piring tak jatuh, keset, karena dicuci dengan sabun itu. Saya juga masih ingat sebuah iklan yang ditulis teman saya, kalau tidak salah iklan lensa kaca mata. Adegannya adalah seseorang yang diminta mengidentifikasi penjahat yang telah mencuri atau menodongnya. Saat polisi menunjukkan slide demi slide foto-foto penjahat, orang tersebut selalu tidak yakin akan siapa sosok yang telah menodongnya.  Rupanya gara-gara lensa kaca matanya kurang oke.

saya teringat M97 FM. kamu yang suka musik rock, mungkin kupingmu sudah dilem oleh mereka. Nempel terus!

Jingle pun saya suka, entah kenapa saat menulis ini yang teringat adalah lagu iklan Wismilak yang dinyanyikan Fariz RM dan Kopi Tora Bika oleh Gito Rollies. Dulu, kadang saya membuatnya lirik-lirik jingle juga. Seru!

Bisa dibilang, semua elemen di radio saya suka. Termasuk mendengarkan berita. Di sanalah saya berkenalan dengan terminologi sayur mayor semacam kol gepeng.

Kembali ke musik. Di era 2000an, datang MTV on Sky, kemudian berganti nama jadi Trax FM. Dahulu, image mereka sangat dekat dengan musik cutting edge, terutama lokal. Kita bisa mendengarkan semua aksi “dari pinggir” itu, baik lagunya, wawancaranya, penampilan live-nya. Di Trax FM pula lahir pasangan penyiar ngaco: Buluk dan Jimi. Mereka cukup menceritakan diri masing-masing, pendengar terhibur, karena kisah-kisah mereka ajaib.

Kemudian hadir pula si fenomenal Gen FM. Bila dahulu kredo Prambors bisa dikatakan “menciptakan hits”, maka Gen FM cukup terus-terusan memutar hits. Segera radio ini meraih banyak pendengar. Dan bila sebuah lagu menjadi heavy rotation, maka Gen FM memperlakukannya dengan “ultra-heavy”.

Di Trax FM pula lahir pasangan penyiar ngaco: Buluk dan Jimi.

Dan di usia “lumayan” seperti sekarang, mendengarkan radio buat saya lebih banyak pada program-program rohani maupun lagu-lagu nostalgia. Ternyata nostalgia memang super! Semua lagu yang datang dari era muda, seolah-olah lagu yang sangat enak, bahkan bila dahulu lagu-lagu itu kurang saya perhatikan. Haha!

Apa pun ocehan saya tentang radio di atas, ujung-ujungnya malah mengingatkan saya sendiri bahwa radio memang tak pernah pergi, sebanyak apa pun musik dan juga video tersedia di internet. Bahkan hingga tentang kisah pahlawan Nasional sekalipun, saya sungguh suka nama tempat Bung Tomo memekikkan semangat berjuang melawan Belanda yang masih ingin menjajah. Nama radio itu: Radio Pemberontak.

Radio masih selalu mencuri perhatian saya. Anda juga?

Selamat Hari Radio!

 

____

1
2
3
Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

5 Alasan rumahsakit Enggak Bubar

Dalam perhelatan Kabar Bahagia: 30 Tahun Perjalanan rumahsakit beberapa waktu lalu, kami sempat bertemu dan berbincang dengan para personel rumahsakit di balik panggung hari Sabtu (14/12) di Bali United Studio, Jakarta Barat. Selain membahas …

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …