17 Tahun Jhonor Mewarnai Skena Musik di Kulon Progo

Apr 10, 2025

Sebuah panggung berukuran 4×6 meter berdiri di pojok Timur Selatan Alun-Alun Wates, Kulon Progo. Dibarengi dengan hilir mudik kendaraan yang cukup ramai, tenda-tenda sarnafil juga menancap di atas jalan aspal sebelah kanan dan depan panggung. Sebuah perhelatan tahunan anak muda kabupaten bernama Jamming Hours of Ngabuburit on Ramadhan (Jhonor) akan berlangsung. 

Pada 29 Maret 2025 lalu, secara resmi, Jhonor telah menginjak umur yang ke-17 tahun. Sebuah angka yang patut dirayakan untuk sebuah pagelaran tahunan layaknya festival dengan skala kabupaten di Kulon Progo. Jhonor adalah agenda wajib yang dimotori oleh Wangun Komunitas yang telah lahir, terbentuk, dan exist sedari 2006. 

Sebagai semacam perayaan menuju usia kedewasaan, gelaran Jhonor #17 mengajak bermacam band dengan genre yang beragam. Skandal dan The Barley Hops mengisi line up band dari luar Kulon Progo. Sisanya adalah band asal bumi menoreh: unit punk rock sempoyongan Capellen, trio hip-hop ndugal SMLHD, dan quartet pop punk Enjoy Drink

Dalam suasana yang cukup cerah di sore itu, sekitar pukul 16.30 WIB, Jhonor #17 dibuka dengan talkshow bersama Eureka dan Westprog Rolling Ride. Eureka adalah komunitas yang berfokus pada kerja-kerja literasi dan pengarsipan musik di Kulon Progo, sedangkan Westprog Rolling Ride merupakan wadah untuk setiap orang yang ingin riding motor bersama. 

Pada waktu yang bersamaan, komunitas lari kalcer (yang sedang populer, red) bernama Mujierun mulai melangkahkan kaki memutari beberapa sisi di Kota Wates, Kulon Progo. Dengan dress code kaos band dan tagline: Larinya pakai kaos band, finishnya nonton band, belasan anak remaja hingga dewasa berlari beriringan. 

Di sebelah Timur panggung, terdapat beberapa booth yang diisi oleh komunitas Ragam Arena, Skandal Official Merchandise, Kilons, dan 8bit. Setiap tahun, booth di Jhonor selalu di sini oleh komunitas dan UMKM. Adanya booth tersebut ingin menegaskan bahwa Jhonor bisa menjadi ruang untuk siapa saja yang ingin ambil bagian dalam perhelatan. 

 

Talkshow bersama Eureka dan West Prog Rolling Ride / Dok. Indra Setiawan

Booth Ragam Arena menjual rilisan fisik band lokal dan juga menyediakan zine gratis yang bebas untuk diambil / Dok. Wahyu Anggoro

Selalu Mandiri dan Swadaya

 

Panggung Jhonor #17 / Dok. Indra Setiawan

 

Satu hari pasca Jhonor #17, dua orang yang terlibat dalam Jhonor dan tentunya Wangun Komunitas, menceritakan kisahnya. Mereka adalah Aryo Seto dan Indra Permana. Di sebuah coffee shop di bilangan Wates, kami memulai obrolan tentang Wangun Komunitas dan Jhonor. 

“Pada awalnya, kami terbentuk karena acara charity. Charity untuk korban gempa bumi di Yogyakarta pada 2006,” ujar Aryo Seto menceritakan terbentuknya Wangun Komunitas.

Ketika charity itu berlangsung, Wangun Komunitas belum terbentuk, hanya saja embrio-embrionya mulai muncul. Acara perdana tersebut dilakukan di depan gedung bioskop lama Wates. Pada helatannya yang ketiga, embrio Wangun Komunitas yang didominasi anak-anak musik mulai mengajak berbagai kelompok dan individu lain di luar musik. Tujuannya adalah agar memberikan warna baru dan entertain di gelaran Jhonor. 

“Karena dulu anak-anak musik nggak tahu gimana caranya ngasih entertain, akhirnya kami ngajak kelompok modif motor, game online, skateboard dan orang yang pinter desain. Akhirnya semua dirangkul sama anak-anak musik biar lebih beragam,” lanjut pria yang sering disapa Seto ini. 

Dari perkumpulan antar kelompok yang memiliki berbagai latar belakang itulah, Wangun Komunitas lahir. Awalnya tak ada makna dan arti dari nama tersebut, namun lambat laun akhirnya diberilah kepanjangan: Warga Binangun (Wangun)—Binangun adalah semboyan dari Kulon Progo.

“Setelah punya nama, lalu dikasih tajuk, Jamming Hours of Ngabuburit on Ramadhan. Karena memang dulu kita cuman jamming,” kata Indra yang duduk berhadapan dengan Seto ketika menceritakan tercetusnya nama Jhonor. 

 

The Barley Hoops memainkan celtic punk di atas panggung Jhonor #17 / Dok. Indra Setiawan

 

Berawal dari charity, akhirnya Jhonor terus dilangsungkan setiap tahun. Setiap tahun, Jhonor selalu melakukan bentuk pendanaan dengan patungan. Kadang kala, ada beberapa sponsor yang masuk. Namun, bukan sponsor besar, melainkan unit usaha orang-orang yang dekat dan terlibat di dalam Jhonor atau Wangun Komunitas. 

“Dari awal sampai sekarang, kita swadaya. Tapi, pernah ada satu momen, ketika kita mau nyiapin Jhonor #8, ada suntikan dana untuk teman-teman Wangun. Kami disuruh untuk bikin acara dan sisa uangnya jadi semacam apresiasi buat teman-teman yang ikut garap. Tapi, uang sisanya itu kemudian kami pakai untuk bikin Jhonor #8. Meskipun begitu, kami tetep nggak meninggalkan semangat kolektif, yaitu patungan” lanjutnya. 

Semangat kolektivitas yang dibawa Jhonor sedari awal tidak pernah luntur meskipun sudah mendapat suntikan dana. Begitu juga ketika banyak unsur-unsur politik praktis yang ingin masuk ke Jhonor untuk sekadar cuap-cuap. 

“Sering banget kita berusaha ‘ditunggangi’ sama politik. Pernah ada yang tiba-tiba mau ngasih fresh money tapi syaratnya dikasih waktu untuk ngomong. Ada juga yang ngasih uang terus kami disuruh untuk nyebar brosur kampanye,” terang Indra kala mengisahkan. 

Ketika Indra mengisahkan, Seto juga turut menimpali cerita. Pernah ada salah satu pejabat yang ingin naik panggung untuk mengomong sepatah dua patah kata. Namun langsung ditolak. 

“Aku akhirnya ngomong sama bapak itu. Bagi saya, semua yang datang ke sini sama, Pak. Kita nggak ada unsur untuk kepentingan-kepentingan personal. Jhonor murni tidak ada unsur politik,” ujar Seto kala memperagakan ketika ia berbicara pada seorang pejabat. 

Sampai umur yang ke 17, Jhonor tetap teguh pada pendirian untuk mandiri dan swadaya. Meskipun hanya berskala kabupaten, Jhonor cukup bisa disandingkan dengan festival-festival di kota-kota besar. 

 

Oleh-Oleh Mudik Khas Kulon Progo 

 

Penonton menggunakan jersey Muji Legacy x Galih Johar / Dok. Indra Setiawan


Jhonor selalu melangsungkan acaranya di minggu terakhir bulan Ramadan. Pemilihan waktu tersebut bukan tanpa alasan. Banyak warga Kulon Progo yang merantau untuk bekerja atau berkuliah di kota-kota lain. Dan pastinya akan kembali pulang sejenak untuk merayakan Idul Fitri. Dengan dalih itu, Wangun Komunitas ingin memberi semacam sambutan “selamat datang kembali di rumah” dengan gelaran musik bernama Jhonor. 

“Kenapa akhir bulan Ramadan? Karena pengen jadi tempat kumpul untuk orang-orang yang baru balik kampung, dan juga orang-orang yang dulu pernah berjasa di Jhonor,” tutur Seto. 

Pada perhelatan Jhonor #10, satu dekade Jhonor, semua personil The Mad—salah satu band Kulon Progo yang pernah moncer di kancah nasional medio 2008—yang sudah memiliki kehidupan pribadi di luar kota ‘dipaksa’ untuk pulang kampung demi menghelat acara sakral ini. 

“Waktu itu kan satu dekade, mosok mau biasa-biasa aja. Akhirnya kami ngajak The Mad. Mereka udah lama nggak ngeband, karena udah fokus kerja masing-masing. Tapi, mau nggak mau harus main karena ya ini satu dekade Jhonor,” terang Indra.

 

SMLHD ketika beraksi di atas panggung / Dok. Indra Setiawan

 

Ratusan penonton hadir pada malam itu. Mereka berasal dari berbagai tempat, Kulon Progo, Bantul, Klaten, Solo bahkan Bandung. Seorang penonton asal Bandung bernama Hanun menceritakan pengalaman pertamanya ketika datang ke Jhonor.

“Sangat menyenangkan. Aku orang Bandung yang baru mudik ke sini, dan pertama kali nonton musik di Wates,” ungkap perempuan ini. 

Sebelumnya, ia tak tahu jika di Kulon Progo ada event musik. Informasi adanya Jhonor #17, dia dapatkan dari seorang teman yang tinggal di Kulon Progo. Dan langsung antusias ketika melihat susunan line up dengan macam band dan genre, mulai dari punk rock, hip-hop, sampai alternative rock. 

“Gak nyangka sih, crowd-nya bakal seseru itu, dari depan sampe belakang semuanya menikmati. Apalagi pas Skandal mau naik play ‘Come Together (Terry Farley Extended 12” Mix)’ punyanya Primal Scream, semuanya langsung memadati depan panggung,” lanjut Hanun yang memakai pakaian dan kacamata serba hitam di malam itu. 

 

Penonton melakukan crowd surf ketika Skandal tampil / Dok. Indra Setiawan

 

Kala sorak sorai penonton riuh terdengar ketika Skandal memainkan musiknya, Seto berdiri di belakang kerumunan sembari menatap panggung. Ia tidak tahu lagu-lagu yang dinyanyikan Skandal, tetapi turut bahagia karena Jhonor tetap bisa dihadiri banyak orang. 

“Walaupun gak tau band dan lagunya karena udah beda generasi, aku tetep senang ketika masih banyak orang yang dateng ke Jhonor ,” ungkap Seto sembari tersenyum. 

Kala ditanya, Jhonor akan sampai kapan? Seto dan Indra agak bingung untuk menjawabnya. Namun, mereka akan selalu optimis jika Jhonor akan tetap ada di tahun-tahun berikutnya. 

“Kalau ditanya gitu, agak susah jawabnya karena SDM kita terbatas. Tetapi, aku yakin Jhonor bakal tetap ada karena ini udah jadi semacam tradisi di sini (Kulon Progo)”, ungkap Seto menutup obrolan kami.




Penulis
Zhafran Naufal Hilmy
Pemuda asal Kulon Progo yang sedang bergairah mengumpulkan arsip. Arsip apapun, khususnya arsip musik. Sehari-hari menghabiskan waktu untuk tidur, mendengarkan musik, dan membaca buku.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Tips Memilih Desainer untuk Sampul Karya Musik Band Lo

Kami menganggap sampul karya musik adalah garda terdepan untuk bisa menarik perhatian pendengar. Gimana gak, banyak band-band lokal maupun internasional yang rela memakai jasa seniman ternama – yang tentunya gak murah – untuk membuat …

Ady Eks NaFF Kolaborasi bareng Sang Anak, Naila di Single Kesini Dekat Dekat

Jeda hampir dua bulan dari beredarnya single “Cinta Tak Berarah” bulan Februari 2025, Ady kembali memanjakan pendengar dengan karya terbaru bertajuk “Kesini Dekat Dekat” (04/04). Berbeda dari materi sebelumnya, kali ini ia kolaborasi bareng …