20 Tahun 07 Des: Akhir Sebuah Episode Sheila On 7

Dec 7, 2022
Sheila on 7

Sebelum membicarakan album 07 Des kita harus menyadari bahwa mencermati Sheila on 7 di tiga album pertamanya ibarat mengikuti alur klasik drama tiga babak.

Babak awal adalah bagaimana Duta, Eross, Adam, Sakti dan Anton yang bukan siapa-siapa datang dari Jogja ke Jakarta untuk meraih impian saat memutuskan untuk nge-band: jadi idola dan tampil di majalah remaja. “Buat kami yang orang daerah menjadi idola banyak orang, apalagi mayoritas cewek, di usia muda itu jadi hal yang mengasyikkan,” kata Duta.

Album kedua adalah bagaimana mimpi tadi terwujud dan semakin menjadi-jadi. Permintaan wawancara, pemotretan, sampai liputan khusus mengalir deras sejalan dengan legitnya penjualan album. Sepertinya hanya majalah misteri dan majalah religi yang tak memuat berita Sheila On 7. Hampir setiap hari wajah-wajah cah Jogja ini tampil di media massa, dengan frekuensi terbanyak di majalah remaja perempuan.

Setelah klimaks di album kedua, mereka cuma ingin ada penyegaran. Jadilah bertingkah slebor di studio, menikmati kecerobohan demi kecerobohan dalam proses produksi. Sesuatu yang tak bisa mereka lakukan sebelumnya

Setelah klimaks di album kedua, jika menjadikan angka penjualan sebagai patokan, apalagi yang hendak mereka raih saat berkumpul di tanggal 7 Desember 2001? Hari dimana materi-materi demo mulai disusun sebelum dibawa masuk ke dinginnya studio Ara di Lebak Bulus untuk menyiapkan jabang bayi album ketiga. “Kita sampai nggak bisa mikir mau gimana. Manggung, rekaman, manggung, rekaman. Kayak gitu terus sampai nggak kepikiran mau gimana,” ujar Eross Candra.

Mereka cuma ingin ada penyegaran. Jadilah mereka bertingkah slebor di studio, menikmati kecerobohan demi kecerobohan dalam proses produksi. Sesuatu yang tak bisa mereka lakukan di penggarapan album Kisah Klasik Untuk Masa Depan yang lebih terpola. “Banyak hal ceroboh. Eksperimen juga banyak. kayak ampli dipolin sampai mungkin sebentar lagi bisa berasap. Ampli di-crank…”

Album 07 Des, Sheila On 7

Dirilis pada bulan Maret 2002 dengan benang merah yang masih sama dengan dua album terdahulu, 07 Des melenggang dengan mulus lewat “Seberapa Pantas” yang didapuk menjadi hits single. Lagu ciptaan Eross ini punya semua syarat menjadi mesin pencetak angka penjualan: pop rock dengan intro gitar gurih dan renyah, reffrain yang langsung menempel, juga balutan string section yang semuanya jadi formula jitu sejak album pertama.

Semuanya kemudian “dirusak” oleh bangunan alur lagu yang tak tertebak. Balada tenang di awal lagu, lalu pelan-pelan tempo dinaikkan sampai klimaksnya saat Eross menyayat gitarnya dengan gila selama 35 detik. Setelah itu tempo distel agak kendor, kemudian dihajar kembali sampai akhir lagu.

 

Sebuah sinetron lalu menjadikan ‘Seberapa Pantas” sebagai soundtrack untuk adaptasi gagal dari drama populer Taiwan. Fun fact, lirik “celakanya…” yang di bagian reff harus diubah ketika album ini diedarkan di Malaysia. Kata ini dianggap kurang pantas diucapkan karena menjadi semacam umpatan di kultur setempat. Eross lalu mengubah “celakanya…” menjadi “oh sayangnya…”. Hampir mirip ketika mereka mengubah “Pejantan Tangguh” menjadi “Pria Terhebat” di album keempat untuk pasar negeri jiran.

Pemeran sinetron Siapa Takut Jatuh Cinta / Foto: https://www.tabloidbintang.com

Beberapa track menunjukkan adanya progresivitas dari segi produksi maupun penulisan lirik, meski tidak sedrastis Pejantan Tangguh. “Saat Aku Lanjut Usia” yang bernafas country cukup memberi penyegaran ditengah dominannya isian string section. Juga “Trima Kasih Bijaksana” yang seperti mengembalikan kementahan serta spontanitas album pertama. “Sering terjadi versi demo berasa lebih hidup daripada versi rekamannya. Kalau dilihat pas demo banyak yang gak pakai metronom,” kata Eross seraya menyebut itu sebetulnya bukanlah contoh yang baik. “Kalau mau jadi musisi pro ya harus akrab sama metronom.”

 

 

Peran Stephan Santoso sebagai penata rekam begitu krusial memunculkan sound-sound definitif Sheila On 7.  Bagi Eross, Stephan Santoso adalah sosok yang mampu mengatur nakalnya anak-anak Sheila di studio. “Kalau nggak dikumpulin sama Stephan mungkin akan berantakan karena terlalu liar dan banyak yang out…,” kata Eross.

Dalam wawancara dengan majalah Hai edisi 25-31 Maret 2002, Ahmad Dhani menyebut Sheila On 7 adalah sedikit dari band Indonesia yang mempunyai sound drum khas. “Gue nggak tau apakah itu emang kehebatan Stephan atau apa. Tapi yang jelas, begitu denger sound drum yang model gitu, kita bisa langsung tau kalo ini musiknya SO7,” kata Dhani. Di artikel yang sama, ia juga memuji intro “Percayakan Padaku” yang kelewat bagus kalau tidak dijadikan lagu tersendiri  karena intro tersebut hanya bisa dibuat oleh gitaris yang pernah baca literatur musik.

 

Stephan Santoso / Foto: https://www.instagram.com/stephansantoso/

 

Album ini juga menjadi satu-satunya album dimana semua personel menciptakan lagu dan hampir semua mendapat giliran sebagai vokalis utama. Ide agar semua personel menyumbang lagu  sebetulnya sudah dicetuskan Eross sejak penggarapan album kedua. Namun gara-gara padatnya jadwal manggung, rencana itu baru terwujud di 07 Des.

“Buat Aku Tersenyum” yang ditulis Sakti terpilih untuk dibuatkan klipnya tapi kredit layak diberikan untuk “Mari Bercinta” ciptaan Anton. Formulanya seperti “Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki” di album pertama. Namun guyuran string yang lebih intens menjadi pembeda signifikan dari track ini. Racikan Erwin Gutawa di seksi gesek juga petikan gitar akustik di intro mengubah deru debu invasi Amerika Serikat di Irak, inspirasi Anton dalam menciptakan lagu ini, menjadi kesejukan embun pagi di persawahan pinggiran Jogja.

 

 

Patut juga digarisbawahi adalah pergeseran tema lirik di beberapa lagu. Terlihat mereka memasuki fase kehidupan baru dan mulai berhadapan dengan quarter-life crisis. Jika sebelumnya mereka adalah remaja tanggung yang baru senang-senangnya merayakan kesombongan di masa muda yang indah, di album ketiga ini terlihat mereka mulai gamang dengan kenyataan hidup yang selama ini ditakutkan dan coba dielakkan. Beberapa dihadapi dengan harapan (“Hingga Ujung Waktu”, “Saat Aku Lanjut Usia”) tapi ada keraguan yang tidak bisa disembunyikan.

 

“Tentang Hidup” adalah gambaran kemurungan Eross bertemu dengan “jurang” dan “badai”, sementara dia cuma punya “sebatang lilin” buat bertahan agar tidak “meredup dan membeku”. Jurang itu apakah perkara hubungan asmara beda agama (“bertahan sayang dengan doamu, ku coba bertanya pada Tuhanku”)? Biarlah itu Eross yang menjawab. Murungnya “Tentang Hidup” ini agak berbeda dengan mood lagu-lagu Sheila On 7 yang rata-rata melihat hidup dengan santai dan cenderung nrimo seperti orang Jawa tiap ketemu masalah. Salah satu underrated song terbaik dari Sheila On 7 selain “Berai” yang ada di album pertama. Kalau jeli, ada salah satu bagian yang hampir satu dekade kemudian dipakai Eross  untuk intro “Hari Bersamanya”, hits single album Berlayar rilisan tahun 2011. Ia  rupanya terinspirasi dari Van Halen. “Ada part di lagu ‘Jump’ yang dipakai di lagu ‘Top of The World’,” kata Eross.

 

 

Penutup semuanya adalah “Waktu Yang Tepat Untuk Berpisah”. Awalnya adalah intro “Sephia” yang durasinya dinilai terlalu panjang oleh produser Jan Djuhana. Hampir saja dibuang, namun Eross dan personel lainnya yang sudah kadung suka dengan materinya lalu mengembangkannya menjadi tema baru. Track yang berada di urutan terakhir dalam versi album 07 Des ini justru menjadi penutup paripurna aransemen kesuksesan album-album sebelumnya. Dari pop balada dengan string section yang megah. Lirik perpisahan nan getir tapi menyimpan ruang akan harapan. Juga balutan lapisan sound-sound  gitar dan drum terbaik dari semua lagu di diskografi Sheila On 7 dengan solidnya permainan bass. Ketika teriakan panjang Duta menutup komposisi enam menit empat belas detik ini, sebuah episode musikal Sheila On 7 diakhiri dengan indah. Setelahnya, semuanya tak lagi sama.

 

 

Bisa dibilang, Sheila On 7 terus mendominasi lingkup musik Indonesia di periode tersebut meski mendapat perlawanan sengit dari Dewa, Padi, juga Jamrud yang saling berkejaran di angka penjualan album. Ajang AMI Awards 2002 menjadi bukti sahih dominasi mereka. Mulai dari Penata Rekaman Terbaik, Produser Rekaman Terbaik, Album Pop Terbaik, sampai penghargaan prestisius Album Rekaman Terbaik Terbaik semua disabet. Penjualan juga stabil di kisaran satu juta kopi meski mendapat perlawanan cukup sengit dari album Cintailah Cinta milik Dewa yang keluar selang sebulan.

Seperti biasa, selalu ada yang tidak suka. Panggung Soundrenaline 2003 di Bandung menjadikan Sheila On 7 sebagai samsak hidup berbagai misil terbang dari penonton. Dari sekedar kasak-kusuk, sampai yang frontal seperti Eddi Brokoli yang memakai kaos FUCK SHEILA ON 7. Aksinya dibalas oleh aktor senior Tio Pakusadewo dengan memakai jaket bertuliskan Tai Edi Brokoli di bagian belakang. Tidak berselang lama, karir Eddi Brokoli di MTV langsung kena skak mat.

Setelah deretan tur serta penggarapan album soundtrack 30 Hari Mencari Cinta, mereka kembali dengan Pejantan Tangguh di bulan Mei 2004. Album eksperimental yang sepertinya terlalu dini untuk dikeluarkan. Tanda-tanda bakal ada perubahan drastis ini sebetulnya mulai tercium di single “Melompat Lebih Tinggi” yang banyak mengambil referensi dari Silverchair maupun Radiohead.

Bisa dibilang, Sheila On 7 terus mendominasi lingkup musik Indonesia di periode tersebut meski mendapat perlawanan sengit dari Dewa, Padi, juga Jamrud yang saling berkejaran di angka penjualan album

Duta, Eross, Adam, Sakti dan Anton memilihi membakar habis semua resep rahasia satu juta kopi. “Memang ada kejenuhan. Bikin lagu ballad dikasih string itu kayak formula aman,” kata Eross. Jadilah album keempat Sheila On 7 itu nyaris seperti datang dari dimensi lain. Tidak ada lagi guyuran string yang membasahi sekujur lagu dengan lirik riang dan aransemen yang mudah dicerna dalam sekali telan. “Kurang banyak orang yang terwakili,” meminjam pernyataan Eross.

Pendengar tidak siap untuk sebuah perubahan yang begitu drastis meski album ini masih bisa menggenggam Duo/Grup Pop Terbaik, Pencipta Lagu Terbaik, Album Pop Terbaik, dan Album Terbaik Terbaik di AMI Award 2004. Tapi modal itu rupanya tidak cukup. Angka penjualan melorot. Anton tidak lagi menduduki kursi drummer selang beberapa bulan. Di saat bersamaan, diam-diam sekumpulan anak muda Bandung tengah mewujudkan mimpi yang sempurna dengan sepotong lagu di album kompilasi dan akhirnya  terus menerus mendapat sorotan kamera dan lampu panggung sampai titik paling terang seterang bintang di surga.

Toh tidak ada penyesalan dengan keputusan itu. Kemunculan Pejantan Tangguh dianggap sudah jadi suratan takdir sejarah hidup Sheila On 7. “Kalau album pertama sampai ketiga tidak sesukses itu maka tidak akan ada album Pejantan Tangguh. Itu sudah takdir,” kata Eross. 07 Des pada akhirnya juga menemui takdirnya sendiri: sebagai album yang tepat untuk berpisah dengan sebuah episode paling mengesankan dari salah satu band penanda zaman perjalanan musik pop Indonesia.

 


 

Penulis
Fakhri Zakaria
Penulis lepas. Baru saja menulis dan merilis buku berjudul LOKANANTA, tentang kiprah label dan studio rekaman legendaris milik pemerintah Republik Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sehari-hari mengisi waktu luang dengan menjadi pegawai negeri sipil dan mengumpulkan serta menulis album-album musik pop Indonesia di blognya http://masjaki.com/
9 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Dia
Dia
2 years ago

Keren tulisannya. 👍

Sandi
Sandi
2 years ago

07 des tak hanya album tapi sudah dianggap tanggal sakral bagi hampir semua sheila gank selain tanggal 06 mei hehehe

Menurut saya album 07des adalah album terbaik so7 setelah album pejantan tangguh

PmanAB7DES
PmanAB7DES
2 years ago

07Des” akan selalu menjadi kombinasi angka dan bulan yang cantik. Penuh dengan cerita, ungkapan, harapan dimasa depan. Walaupun, sheilaon7 sekarang terlihat tidak seperti sahabat sejati, mereka selalu punya peran masing masing. Dan tidak akan pernah salah jika mereka bertemu kembali.

Fitra P
Fitra P
2 years ago

Mantap tulisannya, banyak fakta yang jarang orang tau

Last edited 2 years ago by Fitra P
Ggt
Ggt
2 years ago

Fu** eddi brokoli 😠😠😠

Mutia
Mutia
1 year ago

Asik banget baca tulisannya. Ada beberapa fakta yang udah gw tau, tapi banyak jg yang belum. Ga nyangka tulisannya muncul 1 bulan sebelum konser tunggal mereka, karena bacanya serasa flashback ke tahun 2000an awal dimana mereka sedang jaya2nya dan gw sedang menikmati artikelnya di majalah

Satria
Satria
1 year ago

Semua materi dari album pertama “Sheila on 7” sampai album ketiga “07 Des” bagus banget sampe dengerin semua lagu di tiga album tsb. Tapi setelah itu hanya beberapa lagu di album SO7 yang saya denger

mameng
mameng
1 year ago

Menurut saya album “Pejantan Tangguh” justru puncak dari kreativitas band ini dan merupakan album terbaik Sheila on 7.

Aep Saefullah
Aep Saefullah
1 year ago

Tulisan yang bagus & mengalir, menjelaskan seakan kembali di masa-masa itu.

Eksplor konten lain Pophariini

Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024

Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …

Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar

Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini.  …