30 Tahun Raksasa God Bless
Dari Semut Hitam ke Raksasa
Sangat logis bila Logiss Records meminta God Bless untuk segera merilis album berikutnya pasca Semut Hitam, mengingat album itu meraih penjualan yang bukan main-main, konon terbesar sepanjang rekaman rock Indonesia. Namun entah kenapa gitaris Ian Antono kemudian tak ada di tubuh band itu. Posisi kosong pun diisi oleh Eet Sjahranie.
Menurut pengakuan Eet, hampir semua riff lagu di album Raksasa sudah dibuat saat ia direkrut, suara gitar diisi dengan instrumen keyboard oleh Jockie S. Jadi, relatif Eet “hanya” mengisi ulang saja dengan gitarnya. Dan saya harus setuju bersama bukti penjualan album yang meledak bahwa riff-riff itu memang dahsyat, dan cara Eet “mengisi ulang” melibatkan teknik dan sound peledak yang rasanya belum pernah terdengar pada rekaman musik Indonesia di zamannya. Belum lagi gitar solo yang cepat dan menggelegar di lagu-lagu itu, yang menjadikan banyak orang mengasosiasikan gaya permainan Eet dengan Eddie Van Halen dan Angus Young dari AC/DC (nama terakhir juga karena aksi panggungnya). Bersama seorang Eet, kelas God Bless lagi-lagi teratas.
Album Raksasa dimulai dari “Maret 1989”, lagu dengan riff simpel, melodius, dan perkasa! Dalam sekejap kita mudah dan senang menyanyikannya. Tema dan penulisan lirik pun tak payah. Seolah memberi janji akan seperti apa keseluruhan album ini berbunyi.
Lagu kedua “Menjilat Matahari” tak kalah kuatnya. Sekujur melodi vokal di lagu ini, refrain ataupun verse, semuanya enak dilantunkan. Gitar Eet kembali menyalak di sana-sini. Dua “singa” mengaum di awal, tak berlebihan bila memprediksikan setidaknya total ada lima lagu kuat di album ini.
bahwa God Bless adalah band rock 1970an yang berhasil membuat musik rock 1980an di (AlBUM) Semut Hitam dan Raksasa
Di lagu ketika, “Misteri”, keandalan God Bless memulis nomor balada kembali dihadirkan. Mereka seperti hafal metode membuatnya, sambil tetap juga berbeda jika dibandingkan gerimis slow rock merata di Indonesia dan belahan bumi lainnya. Menarik juga bahwa kali ini sound terasa lebih heavy, karena gitarisnya bukan Ian Antono, menjadi varian warna yang tak mengapa.
Lagu berikutnya adalah satu-satunya yang ditulis oleh Eet Sjahranie, bersama Achmad Albar. Sama sekali tak menjadi kalah saing dibanding lagu-lagu lainnya yang memang sudah ditulis sebelum Eet diminta bergabung. Malah semakin memperkaya Raksasa. Badai sound yang melengking, melesat, dan menggema di penghujung lagu seakan karunia baru bagi God Bless dan pendengarnya.
Side A ditutup oleh “Cendawan Kuning” karya keyboardist Jockie Suryoprayogo. Koor “Asap kuning bunga cendawan… membelah angkasa” betul-betul membelai telinga. Di bagian interlude, drum yang dimainkan oleh Teddy Sujaya, keyboard, dan bass bak membuat formasi terbang indah melaju, dipungkas solo gitar. Praktis seluruh side A berisi lagu-lagu berbahaya.
Raksasa diakhiri dengan “Raksasa”. Di lagu penutup, vokalis Achmad Albar masih terdengar mencurahkan segenap ekspresinya. ia memang salah seorang vokalis terbaik di Indonesia
Side B dibuka dengan lagu “2002”, tema lirik jadi cukup menggelitik bila dibaca hari ini; tentang menebak masa depan saat album ini dirilis pada 1989. Lagi, Eet diberi jatah solo untuk ditutup singkup. Begitu juga di lagu “Pemburu Ilusi”, Eet mendapat jatah atraksi. Sementara lagu “Sang Jagoan” serasa “Trauma” (dari album Semut Hitam) versi Raksasa; dia berderu cepat. Tapi untuk urusan lirik, “Trauma” menang banyak.
God Bless sekali lagi menghadirkan balada di lagu “Anak Kehidupan”. Seperti kita ketahui, God Bless mampu mengatasinya dengan baik. Sound keyboard Jockie yang ke arah luar angkasa sangat berarti di sana. Raksasa pun diakhiri dengan “Raksasa”. Sampai pada lagu penutup, vokalis Achmad Albar masih terdengar mencurahkan segenap ekspresinya. Bila musik selesai, kita terus meyakini bahwa ia memang salah seorang vokalis terbaik di Indonesia, saat mencapai lansia sekalipun -apalagi ketika muda, menyanyikan rock atau pun bukan. Di panggung, selain gaya lari-lari kecilnya yang tersendiri, saya selalu suka dengannya menyebut penonton dengan kata “Anda”.
Tiga puluh tahun usia album ini, Raksasa memberi arti tersendiri bagi warna warni God Bless berkat kekuatan lagu-lagunya beserta kehadiran sosok Eet di sana. Sebelum terlibat pada album Raksasa, Eet sudah diakui sebagai gitaris yang maju di zamannya, apalagi dia juga personil Superdigi yang berpersonil geek teknologi musik, dan sebelumnya bersama reputasi Cynomadeus. Setelah Raksasa, Eet semakin menerabas —namanya tertulis mengisi album-album rock, dan kemudian membentuk kelompok musik yang menjadi identiknya, EdanE.
Disimak pada 30 tahun sejak awal beredar, pemilihan judul album Raksasa bukan hanya gede gretak semata.
____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Fraksi Penemu Sepeda Bercerita tentang Hobi di Single Gocapan
Setelah merilis single “Olahgaya” 2023 lalu, Fraksi Penemu Sepeda asal Bogor resmi meluncurkan karya terbaru berupa single dalam tajuk “Gocapan” hari Rabu (23/10). Lagu ini menceritakan serunya pengalaman bersepeda sambil mencari sarapan pagi. …
Beltigs Asal Bandung Menandai Kemunculan Lewat Single Pelican Cove
Bandung kembali melahirkan band baru yang menamakan diri mereka Beltigs. Band ini menandai kemunculan mereka dengan menghadirkan single perdana “Pelican Cove” hari Kamis (07/11). Beltigs beranggotakan Naufal ‘Domon’ Azhari (gitar), Ferdy Destrian …