30 Tahun Raksasa God Bless

Jun 27, 2019

Dari Semut Hitam ke Raksasa

Sangat logis bila Logiss Records meminta God Bless untuk segera merilis album berikutnya pasca Semut Hitam, mengingat album itu meraih penjualan yang bukan main-main, konon terbesar sepanjang rekaman rock Indonesia. Namun entah kenapa gitaris Ian Antono kemudian tak ada di tubuh band itu. Posisi kosong pun diisi oleh Eet Sjahranie.

God Bless Circa 80an dengan gitaris Eet Sjahrani (kiri bawah). Foto: istimewa

Menurut pengakuan Eet, hampir semua riff lagu di album Raksasa sudah dibuat saat ia direkrut, suara gitar diisi dengan instrumen keyboard oleh Jockie S. Jadi, relatif Eet “hanya” mengisi ulang saja dengan gitarnya. Dan saya harus setuju bersama bukti penjualan album yang meledak bahwa riff-riff itu memang dahsyat, dan cara Eet “mengisi ulang” melibatkan teknik dan sound peledak yang rasanya belum pernah terdengar pada rekaman musik Indonesia di zamannya. Belum lagi gitar solo yang cepat dan menggelegar di lagu-lagu itu, yang menjadikan banyak orang mengasosiasikan gaya permainan Eet dengan Eddie Van Halen dan Angus Young dari AC/DC (nama terakhir juga karena aksi panggungnya). Bersama seorang Eet, kelas God Bless lagi-lagi teratas.

Album Raksasa dimulai dari “Maret 1989”, lagu dengan riff simpel, melodius, dan perkasa! Dalam sekejap kita mudah dan senang menyanyikannya. Tema dan penulisan lirik pun tak payah. Seolah memberi janji akan seperti apa keseluruhan album ini berbunyi.

Lagu kedua “Menjilat Matahari” tak kalah kuatnya. Sekujur melodi vokal di lagu ini, refrain ataupun verse, semuanya enak dilantunkan. Gitar Eet kembali menyalak di sana-sini. Dua “singa” mengaum di awal, tak berlebihan bila memprediksikan setidaknya total ada lima lagu kuat di album ini.

bahwa God Bless adalah band rock 1970an yang berhasil membuat musik rock 1980an di (AlBUM) Semut Hitam dan Raksasa

Di lagu ketika, “Misteri”, keandalan God Bless memulis nomor balada kembali dihadirkan. Mereka seperti hafal metode membuatnya, sambil tetap juga berbeda jika dibandingkan gerimis slow rock merata di Indonesia dan belahan bumi lainnya. Menarik juga bahwa kali ini sound terasa lebih heavy, karena gitarisnya bukan Ian Antono, menjadi varian warna yang tak mengapa.

Lagu berikutnya adalah satu-satunya yang ditulis oleh Eet Sjahranie, bersama Achmad Albar. Sama sekali tak menjadi kalah saing dibanding lagu-lagu lainnya yang memang sudah ditulis sebelum Eet diminta bergabung. Malah semakin memperkaya Raksasa. Badai sound yang melengking, melesat, dan menggema di penghujung lagu seakan karunia baru bagi God Bless dan pendengarnya.

Side A ditutup oleh “Cendawan Kuning” karya keyboardist Jockie Suryoprayogo. Koor “Asap kuning bunga cendawan… membelah angkasa” betul-betul membelai telinga. Di bagian interlude, drum yang dimainkan oleh Teddy Sujaya, keyboard, dan bass bak membuat formasi terbang indah melaju, dipungkas solo gitar. Praktis seluruh side A berisi lagu-lagu berbahaya.

Raksasa diakhiri dengan “Raksasa”. Di lagu penutup, vokalis Achmad Albar masih terdengar mencurahkan segenap ekspresinya. ia memang salah seorang vokalis terbaik di Indonesia

Side B dibuka dengan lagu “2002”, tema lirik jadi cukup menggelitik bila dibaca hari ini; tentang menebak masa depan saat album ini dirilis pada 1989. Lagi, Eet diberi jatah solo untuk ditutup singkup. Begitu juga di lagu “Pemburu Ilusi”, Eet mendapat jatah atraksi. Sementara lagu “Sang Jagoan” serasa “Trauma” (dari album Semut Hitam) versi Raksasa; dia berderu cepat. Tapi untuk urusan lirik, “Trauma” menang banyak.

God Bless Formasi Kini (2018). Foto: Godbless.com

God Bless sekali lagi menghadirkan balada di lagu “Anak Kehidupan”. Seperti kita ketahui, God Bless mampu mengatasinya dengan baik. Sound keyboard Jockie yang ke arah luar angkasa sangat berarti di sana. Raksasa pun diakhiri dengan “Raksasa”. Sampai pada lagu penutup, vokalis Achmad Albar masih terdengar mencurahkan segenap ekspresinya. Bila musik selesai, kita terus meyakini bahwa ia memang salah seorang vokalis terbaik di Indonesia, saat mencapai lansia sekalipun -apalagi ketika muda, menyanyikan rock atau pun bukan. Di panggung, selain gaya lari-lari kecilnya yang tersendiri, saya selalu suka dengannya menyebut penonton dengan kata “Anda”.

Tiga puluh tahun usia album ini, Raksasa memberi arti tersendiri bagi warna warni God Bless berkat kekuatan lagu-lagunya beserta kehadiran sosok Eet di sana. Sebelum terlibat pada album Raksasa, Eet sudah diakui sebagai gitaris yang maju di zamannya, apalagi dia juga personil Superdigi yang berpersonil geek teknologi musik, dan sebelumnya bersama reputasi Cynomadeus. Setelah Raksasa, Eet semakin menerabas —namanya tertulis mengisi album-album rock, dan kemudian membentuk kelompok musik yang menjadi identiknya, EdanE.

Disimak pada 30 tahun sejak awal beredar, pemilihan judul album Raksasa bukan hanya gede gretak semata.

 

____

1
2
Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Halal Bihalal Kasual MALIQ & D’Essentials Dihiasi 21 Lagu dan Penggemar Termuda

MALIQ & D’Essentials melanjutkan tradisi buka bersama para penggemar secara intim hari Kamis (28/03) di Ruuang Kopi, Jakarta Selatan. Tahun ini juga menjadi tahun kedua mereka menyebut momen berkumpul ini dengan nama Halal Bihalal …

Satu Dekade Tulus Mendengar Album Gajah

Album Gajah adalah jangkar, ia membuat banyak penggemar Tulus diam sejenak, mendengar lagu-lagu indah sembari merenungi apa yang terjadi dalam hidup