5 Cerita Musisi Pestapora 2024 yang Membawakan Album Pertama

Sep 19, 2024

Pestapora 2024 sudah di depan mata dengan menyuguhkan musisi-musisi Indonesia berbagai zaman dan gaya musik tanggal 20-22 September 2024 di Gambir Expo Kemayoran, Jakarta Utara.

Hal yang membuat festival besutan Boss Creator ini spesial adalah sejumlah band akan membawakan album pertama. Seperti yang kami percaya, album pertama merupakan karya yang sakral bagi awal karier musisi karena tak jarang harus melakukan yang terbaik, penuh pengorbanan dalam memperkenalkan diri perdana ke khalayak ramai.

Pophariini hanya memilih 5 dari 36 musisi yang akan membawakan album pertama. Simak langsung di bawah ini.


 

Taifun – Barasuara

 

Barasuara akan membawakan album Taifun di hari ketiga (22/09) Hingar Bingar Stage Pestapora 2024. Dalam sesi wawancara bersama Pophariini hari Minggu (15/09) via WhatsApp, Iga Massardi berbagi cerita mengenai album berisi total 9 lagu tersebut.

Iga mengungkapkan lagu-lagu di album ditulis saat ia tinggal di rumah kontrakan daerah Jakarta. Sang musisi menumpahkan rasa resah, marah, dan tidak terima terhadap kehidupan pribadinya era 2011-2014.

“Semua lagu mentah itu akhirnya dikumpul, dikerjakan, dan diperkuat wujudnya barengan dengan anak-anak yang akhirnya jadi Barasuara,” kata Iga.

Tanpa berpikir album Taifun akan menjadi materi yang sakral atau terbaik bagi Barasuara, Iga menjelaskan niat awal bersama rekan-rekannya saat mengerjakan lagu-lagu hanya untuk dokumentasi musikal mereka.

“Bahkan gue sempat gak percaya Barasuara bisa jadi salah satu hal terpenting di hidup gue. Apalagi sampai jadi pekerjaan utama. Tapi ternyata suratan takdir memang di luar kuasa dan prediksi kami. Ketika rilis, ternyata Taifun punya resonansi yang kuat ke banyak pendengar sampai hari ini,” jelasnya.

Iga pun melanjutkan, “Lagu-lagu yang ditulis tanpa ekspektasi ternyata bisa membawa Barasuara berjalan jauh dari apa yang kami semua harapkan. Dan ini yang menjadikan kami untuk tetap menulis sampai sekarang.”

 

Nowhere To Go – Endah N Rhesa

 

Endah N Rhesa akan membawakan album Nowhere To Go di hari kedua (21/09) Klab Klub Stage Pestapora 2024. Kami langsung menghubungi Endah Widiastuti untuk menanyakan cerita tentang sang album.

Menurut Endah, penggarapan album Nowhere To Go berlangsung lumayan lama. Durasi ini sudah termasuk proses menyimpan uang membeli komputer untuk keperluan rekaman yang berjalan selama 3 tahun. Proses rekamannya juga sederhana, di kamar dan diredam dengan kasur dan lemari.

“Proses rekaman begini ini di tahun 2008 setelah mampu beli komputer PC Quad Core. Termasuk ter-powerful engine pada zamannya,” ungkap Endah hari Jumat (13/09).

Endah menambahkan, 11 lagu dalam album Nowhere To Go ditulis di tahun perilisan dan ada juga yang sudah dibuat di tahun sebelumnya. Musisi berkacamata ini mengungkapkan cerita tentang lagu terakhir yang mereka tulis untuk sang album.

“Salah satu lagu yang fresh yang dibuat terakhir saat rekaman itu adalah lagu ‘I Don’t Remember’. Itu adalah lagu terakhir dan yang teraktual namun ditaruh di track pertama album Nowhere to Go,” jelasnya.

Sedangkan pendapat soal kesakralan album perdana, Endah mengenang Nowehere To Go sebagai kejadian yang menyenangkan karena memang sikap Endah N Rhesa dalam membuat album adalah tentang aktualisasi diri, pembelajaran, dan melakukan yang terbaik.

Hal sakral dalam proses mewujudkan album Nowhere To Go adalah saat penentuan konsep. Mulai dari gambar sampul yang dikerjakan Rhesa Aditya sampai konsep sound dan cerita yang dirangkai dalam album.

“Lalu memikirkan konsep sound, format tanpa drum, bahasa Inggris, dan anagram Endah N Rhesa menjadi Shane Harden yang jadi tokoh di artwork album Nowhere to Go, yang ceritanya menjadi penghubung antara album 1, 2, 3 sudah dipikirkan oleh Mas Rhesa bahwa sejak awal Nowhere to Go dirilis, di mana Shane Harden akan menjadi chapter awal dari sebuah trilogi album,” pungkas Endah.

 

Breakthru – Nidji

 

Rindu sing along nomor-nomor seperti “Sudah”, “Hapus Aku”, “Disco Lazy Time”, dan “Kau Dan Aku”? Berarti kalian wajib nonton penampilan Nidji membawakan album Breakthru di hari ketiga (22/09) Hingar Bingar Stage Pestapora 2024.

Menyambut penampilan tersebut, kami menghubungi gitaris Nidji, Ramadista Akbar hari Jumat (13/09) via WhatsApp untuk menanyakan album Breakthru.

Rama mengawali cerita dengan mengatakan sang album digarap selama kurang lebih 2 bulan di salah satu studio musik di bilangan Blok S, Jakarta Selatan.

Memori menarik yang masih diingat Rama dalam mengerjakan Breakthru adalah saat ia meminjam peranti musik untuk keperluan rekaman. Sang gitaris mengaku sempat memakai efek gitar milik personel Samsons.

“Kami juga kan temenan sama Samsons tahun 2000-an. Drum juga kami pinjam, semua alat pokoknya pinjam. Dan di studio ya apa adanya, ngalir aja, jadinya seperti itu album pertama Breakthru,” kata Rama.

Ia pun memaknai kesakralan album Breakthru dari segi pengerjaan yang sangat apa adanya. Minimnya pengetahuan teknis para personel Nidji saat itu malah dirasa Rama sebagai keuntungan karena memunculkan ketulusan dalam berkarya.

“Album pertama itu album yang tulus tanpa ada mikir apa-apa. Polos aja. Belum tau teknis rekaman benar seperti apa, teknik todong-todongan kayak apa di studio, tapi dengan keluguan kami saat itu justru jadi sesuatu yang apa adanya dan jujur,” jelasnya.

Album yang dirilis tahun 2006 ini banyak mengantarkan Nidji kepada berbagai penghargaan dan pencapaian mereka hingga saat ini.

 

Perubahan – D’MASIV

 

D’MASIV dijadwalkan mengisi hari pertama (20/09) Boss Stage Pestapora 2024 dengan membawakan album perdana Perubahan. Album ini berisikan lagu-lagu hit dari seperti “Cinta Ini Membunuhku”, “Diam Tanpa Kata”, dan “Merindukanmu”.

Dalam sesi wawancara bersama Pophariini, Rian Ekky Pradipta mewakili rekan-rekannya bercerita soal album Perubahan hari Rabu (18/09) via WhatsApp. Sang vokalis mengenang album ini sebagai bentuk hadiah dari salah satu kompetisi band tingkat nasional yang diikuti D’MASIV saat itu.

“Diikuti oleh 3.000 band dari seluruh Indonesia dan kami menjadi juara 1 nasional, dan akhirnya mendapatkan hadiah kontrak album rekaman di Musica (Studios),” kenang Rian.

Lebih lanjut ia mengatakan penggarapan Perubahan saat itu berlangsung cukup cepat karena D’MASIV memiliki tenggat waktu perilisan awal tahun 2008. Sama seperti yang terjadi pada Nidji, pengalaman D’MASIV yang perdana rekaman di studio profesional membuat mereka harus meminjam alat ke musisi senior seperti Endah ‘Ungu’ dan Irfan ‘Samsons’.

“Saat itu kami nothing to lose. Yang kami lakukan saat itu hanyalah rekaman dan happy banget bisa rekaman di Musica karena kami melihat musisi besar banyak lahir di Musica Studios saat itu,” kisahnya.

Berbicara soal kesakralan album pertama, Rian menganggap ini sebagai pencarian identitas bagi bandnya. Musisi yang juga kolektor kaus band vintage ini mengatakan waktu itu ia dan rekan-rekannya tidak berpikir album ini mencapai tingkat yang sakral.

“Dulu benar-benar ngalir aja, gak yang berpikir akan jadi seperti apa. Tapi dulu kami punya keyakinan album ini akan sukses. Tapi kalau berpikir album ini sakral, gak sih. Kami benar-benar ngalir banget untuk bikin album ini,” ungkap Rian.

Meski begitu ia mengaku setelah mendengarkan lagu-lagu di album Perubahan beberapa tahun kemudian, Rian merasa heran dengan apa yang sudah D’MASIV ciptakan. Ia bersyukur sang album sangat everlasting dan masih ditunggu sampai saat ini.

 

Walk The Talk – Pamungkas

 

Pamungkas siap membawakan album penuh perdana Walk The Talk di hari pertama (20/09) Riang Gembira Stage Pestapora 2024. Tak terasa album tersebut sudah menginjak usia yang ke-6 tahun ini.

Pam menceritakan bagaimana ia menggarap sang album saat itu kepada Pophariini hari Kamis (19/09) melalui WhatsApp.

“Putus cinta. Libur kuliah 3 bulan. Quarter life crisis. Gw bukan tipe yang punya sahabat atau orang sebagai tempat cerita. Jadi musik atau studio jadi wadah untuk output gw meregulasikan banyak perasaan yang ngumpul. Agak nekat juga sih kalo dipikir dulu berani banget milih fokusin musik saat itu padahal kerjaan yang lain lagi lumayan menghasilkan,” kenang Pam.

Album Walk The Talk berisi total 16 trek ini merupakan hasil dari menyicil penulisannya selama bertahun-tahun. Seperti lagu “Kenangan Manis”, “I Love You but I’m Letting Go”, dan “Bambina” ditulis Pam pada 2012 yang disempurnakan 5 tahun kemudian.

Pam juga merasa lagu-lagu di album pertamanya memiliki proses masing-masing. Album dikerjakan secara intens selama 3 bulan di kamar tidur, saat ia masih tinggal di rumah orang tuanya di Cakung, Jakarta Utara.

Resign dari kantor, part time jadi designer dan social media manager di sebuah restoran di Jakarta bulan Desember 2017, langsung kerjain album (Januari – Maret). Bener-bener setiap hari dikerjain (pas banget kuliah lagi libur). Tanpa ekspektasi, yang penting jalan aja bikin musik. Entah jadinya kayak apa.” 

Berbeda dengan pendapat Rian D’MASIV, Pam menyetujui bahwa album pertama itu sakral karena pasti apa pun harus yang terbaik.

“Iya banget. Apalagi mengetahui banyak sekali orang (setelah albumnya rilis dan berkembang tumbuh) yang punya ceritanya masing-masing di dalam setiap lagunya. Di album ini, ada banyak sekali cerita, kenangan, proses, dan a lot of first times terjadi di era album ini. Membawakan ulang jadi sakral banget. Bahkan sampai gak mau ganti aransemen 2018-2019,” tutup Pam.

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …