5 Drumer Lokal yang Dikagumi Kuya ‘The Panturas’

Mar 19, 2022

Sebelum membentuk The Panturas tahun 2015 bersama saudara dan adik kelasnya semasa kuliah, Surya Fikri Asshidiq atau akrab disapa Kuya memulai perjalanan bermusik ketika masih duduk di bangku SMA kelas satu tahun 2009.

Awalnya, Kuya berpikir kalau nge-band itu sekadar jamming dan manggung saja, di acara 17-an. Ia tidak pernah membayangkan tentang rekaman lagu di studio, bikin video musik maupun tur musik ke luar kota.

“Di era SMA, gue nge-band memainkan pop-punk dengan teman lama gue bernama Bagus (bukan Gogon ya). Dia main bass juga, dan ternyata punya hubungan keluarga dengan bassist band hardcore legend Bandung, Puppen. Dari beliau, gue jadi tahu, ternyata ngeband itu harus rekaman lagu dan punya kesempatan lebih kalau musik lo berkarakter. Gue sama anak-anak mulai coba-coba ikut audisi acara di Jatinangor, dan beberapa pensi di Bandung, tapi jarang dipilih [tertawa],” kata Kuya soal awal kariernya.

 

Setelah menyadari bahwa nge-band bukan sekadar jamming, ia melanjutkan perjalanan bersama Alvin & I dan Soft Blood. Dua band yang membuat Kuya belajar tentang bagaimana pentingnya memiliki jejaring dan bisa saling membantu antar band yang sama-sama sedang merintis. Dua band ini juga membawanya semakin mengenal skena musik di Bandung dan Jakarta.

Berbekal pengalaman dari band-band sebelumnya, The Panturas terbentuk atas pembelajaran yang telah ia dapat dari band-band sebelumnya. “Coba bangun lingkungan yang lebih kompak dan ngambil semua kesempatan yang ada selama kita bisa senang-senang. Dan voilà, inilah gue hari ini,” ungkap Kuya.

Drum bukan alat musik pertama yang ia pelajari, melainkan gitar yang memang satu-satunya ada di kamar kakaknya. Kuya ingat betul lagu pertama yang ia mainkan yaitu riff “Smoke on the Water” dari Deep Purple karena waktu SD sempat terobsesi sama film komedi/musik, School of Rock. 

“Gara-gara film yang ada Jack Black itu, gue yang bocil saat itu jadi punya mimpi jadi anak band,” jelas Kuya.

Perkenalannya dengan drum tanpa sengaja karena pertama kali masuk studio musik, teman-temannya berebut untuk menggendong gitar ketimbang menggebuk peralatan drum. Hingga ia terjebak agar bisa memainkan sisa alat musik yang tidak dipilih oleh teman yang lain.

Selain bermusik, Kuya bekerja lepas sebagai designer. Ia juga tengah menjalankan usaha thrift store bernama Butik Nostaljik. Sebelum menyaksikan Kuya tampil bersama The Panturas di hari pertama Joyland Festival 2022 yang akan berlangsung minggu depan di Bali, simak lima drumer pilihannya berikut ini.


1. Loulou (Tielman Brothers)

Loulou Tielmans (paling kanan) bersama The Tielmans Brother di Expo ’58 Brussel. / Dok: Wikipedia.

Pengalaman pertama terpana menonton video hitam putih via internet adalah menonton permainan beliau bersama Tielman Brothers. Dokumentasi saat mereka memainkan “Rollin Rock” itu membuat saya jadi mantap untuk belajar traditional grip.

 

2. John Navid (White Shoes and The Couples Company)

John Navid. / Dok: Raka Dewangkara.

Uncle John adalah drummer yang secara audio-visual itu paket lengkap. Cara mainnya kelihatan enak banget. Sound drumnya juga benar-benar berkarakter. Gara-gara beliau juga nih, gue jadi kepincut sama drum yang gue pakai hari ini.

 

3. Udhi (Eks Pure Saturday)

Yudhistira ‘Udhi’ Ardinugraha. / Dok: Flickr.com/anggara_sidjabat.

Sejak awal nonton, saya kagum banget sama permainan drum beliau yang powerful. Walaupun kadang tempo lagu Pure Saturday suka tiba-tiba ngebut saat live. Tapi, saya suka sama visi dia membuat beat simple yang enggak biasa untuk sebuah lagu pop. Oh, iya satu lagi, drumer pop keren yang bisa main drum sambil ngerokok keknya cuma dia doang deh [tertawa].

 

4. Gebeg (Taring, Homogenic)

5 Lagu Pop Sunda Pilihan Gebeg "Taring"

Gebeg. / Dok. Istimewa

Gebeg adalah cerminan drumer yang hard worker dan fast learner. Kisah-kisahnya selalu unik. Ia memulai karier menjadi kru beberapa band, kini ia menjadi drumer di belasan band Bandung dengan jangkauan genre yang amat luas. Mulai dari Taring, Power Punk hingga Homogenic, beliau libas tanpa ragu. Dia benar-benar bisa blended dan selalu terlihat tenang bermain di segala situasi. Saking blended-nya, mungkin dia satu-satunya drumer di Bandung yang dibuatkan festival (Gebeg Show). Satu acara, isinya oleh band-band yang drumnya pernah diisi oleh Gebeg.

 

5. Harry Koi (Under The Big Bright Yellow Sun)

Harry Koi. / Dok: Raka Dewangkara.

Ini mungkin salah satu orang paling konsisten dalam menampilkan performa di atas panggung. Saya selalu terpana kalau lihat penampilan dia saat bersama Under The Big Bright Yellow Sun. Bahkan dalam sound system dengan kualitas hajat kawinan sekalipun. Ketika pertama lihat, kesan saya, “Anying, ini tangannya kayak gurita”. Super lincah dan power-nya stabil. Koi adalah drumer yang humble dan enggak pernah pelit ilmu. Pernah sesekali bertemu dengan beliau untuk ngopi, dia memang punya visi yang jelas sih soal bagaimana mengisi drum dan perkusi yang pas dalam karya musik.


 

Penulis
Pohan
Suka kamu, ngopi, motret, ngetik, dan hari semakin tua bagi jiwa yang sepi.

Eksplor konten lain Pophariini

Merindink Disko Rilis Single Kedua yang Tercipta Spontan

Duo elektronik pop asal Aceh bernama Merindink Disko resmi merilis karya teranyar bertajuk “Bersukacita” hari Jumat (22/03). Lagu ini menceritakan kelanjutan kisah tokoh Louie dan Nancy yang sudah mereka ceritakan di single sebelumnya, “Saturday …

Fulgur Rilis Album Mini Perdana dengan Genre Blackened Sludge

Beres merilis karya musik dengan format single, band blackened sludge asal Bandung bernama Fulgur resmi meluncurkan album mini perdana dalam tajuk Tangled Sacrifice hari Jumat (15/03). Tangled Sacrifice by Fulgur   Fulgur yang terbentuk …