5 Lagu Populer Indonesia Bertema Kemerdekaan

Aug 14, 2017

Bulan Agustus adalah bulan saat nasionalisme masyarakat Indonesia mendadak naik. Musababnya tentu saja karena di bulan inilah hari kemerdekaan Indonesia diperingati saban tanggal 17 Agustus. Berbagai cara dilakukan untuk menunjukkan rasa cinta tanah air. Dari ikut upacara, memeriahkan berbagai lomba 17-an, atau sekadar memajang foto selfie berlatar Sang Saka Merah Putih dengan berbagai tagar. Selain momen 17-an, mungkin nasionalisme hanya membuncah saat tim nasional sepakbola yang selalu gagal juara itu bertanding atau saat atlet bulutangkis bertarung memperebutkan emas Olimpiade.

Beberapa musisi memilih untuk membuat lagu sebagai bentuk kecintaan, atau malah keprihatinan, terhadap negara ini. Lagu-lagu yang mereka buat setidaknya mampu memberi warna lain dari pola klasik lagu wajib yang dulu dipelajari di kelas seni musik saat duduk di bangku sekolah.


Gombloh – “Kebyar-Kebyar”

Siapa sangka jika penulis lirik macam “Di radio aku dengar lagu kesayanganmu, ku telepon di rumahmu sedang apa sayangku?” mampu menciptakan lirik bernuansa patriotis yang mampu membuat kuduk bergetar. Soejarwoto Soemarsono, lebih dikenal sebagai Gombloh boleh mempunyai barisan hits single dengan lirik picisan macam “Anak Singkong” atau “Ku Gadaikan Cintaku”. Tapi siapapaun pasti akan tergetar begitu mendengar nukilan lirik “Indonesia merah darahku, putih tulangku bersatu dalam semangatmu”. “Kebyar-Kebyar” yang dirilis tahun 1979 mengajarkan lagu perjuangan tak selamanya mesti dengan pendekatan mars ala tentara.

 

Koil – “Kenyataan Dalam Dunia Fantasi”

Terdapat dalam album Blacklight Shines On, yang disebut sebagai peletak revolusi free download di industri musik Indonesia, Koil menumpahkan segala frustrasinya dalam lagu yang sangat kental pengaruh Rammstein ini. J.A Verdijantoro alias Otong menuliskan lirik “Nasionalisme menuntun bangsa kami menuju kehancuran” yang sampai hari ini jadi representasi paling sahih untuk jargon-jargon nasionalisme. Nasionalisme, yang seringkali disuntik beberapa pihak  dalam dosis kelewat tinggi, seakan jadi pembenaran untuk aksi-aksi main hakim sendiri. Perjuangan belum selesai, Bung.

 

Cokelat – “Bendera”

Lagu ini adalah penantian panjang setelah sekian lama generasi muda Indonesia kehilangan anthem perjuangan. Pujian layak diberikan kepada pencipta lagu, Eross Candra yang membuat semangat perjuangan begitu renyah untuk dicerna. Hal lain yang juga menambah daya ledak lagu ini adalah aransemennya yang ciamik sejak awal. Duet gitaris bersaudara, Ervin dan Ernest menghadirkan melodi gitar yang gagah. Bridge sebelum reffrain menjadi ancang-ancang yang baik untuk klimaks yang catchy tapi tak kehilangan sisi heroiknya. Lagu ini ada di album Rasa Baru Repackaged, sebelumnya tercatat sebagai  soundtrack untuk film Bendera garapan sutradara Nan. T Achnas

 

Efek Rumah Kaca – “Menjadi Indonesia”

Lagu yang terinspirasi dari buku babon berjudul sama karangan Parakitri Simbolon ini menunjukkan taji trio Cholil Mahmud, Adrian Yunan Faisal (saat ini posisinya digantikan oleh Poppie Airil), dan Akbar Bagus Sudibyo sebagai band pop lintas disiplin dengan kemampuan menulis lirik berbahasa Indonesia yang penuh daya ledak. Suara lirih Cholil adalah kecemasan anak-anak muda Indonesia melihat ketidakpastian masa depan negara ini. Prasangka, curiga, aniaya, dan segala benalu kebangsaan lainnya. “Menjadi Indonesia” seperti tepukan lembut seorang kawan yang terjaga lebih dahulu. Lirik “Cuci muka biar terlihat segar” berhasil membangunkan tidur tanpa harus teriak-teriak dan gedor sana sini.

 

Swami – “Bongkar

Sebuah lagu akan menjadi abadi saat berada dalam situasi yang tepat. “Bongkar” lahir saat rezim otoriter Orde Baru berada di pucuk kuasa. Sementara Iwan Fals sebagai penyanyi dan salah satu pencipta lafu dalam album Swami 1 ini tengah kecewa berat lantaran izin tur 100 kota untuk album Mata Dewa dibatalkan secara mendadak. Situasi sosial yang ada saat penciptaan lagu inilah yang membuat “Bongkar” selalu relevan sampai hari ini. Hentakan drum Inisisri yang konstan dan ritmis di sepanjang lagu adalah pengantar langkah-langkah untuk turun ke jalan. Sementara bangunan lirik dari Iwan Fals dan Sawung Jabo adalah bogem yang terkepal untuk merobohkan setan yang berdiri mengangkang.


 

Penulis
Fakhri Zakaria
Penulis lepas. Baru saja menulis dan merilis buku berjudul LOKANANTA, tentang kiprah label dan studio rekaman legendaris milik pemerintah Republik Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sehari-hari mengisi waktu luang dengan menjadi pegawai negeri sipil dan mengumpulkan serta menulis album-album musik pop Indonesia di blognya http://masjaki.com/

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …