Catatan Kepergian Yon Koeswoyo

Jan 6, 2018

Awal tahun ini kita bertemu berita duka. Tokoh besar musik pop Indonesia, Yon Koeswoyo, yang telah menghembuskan begitu banyak lagu-lagu indah nan abadi, pada Jumat, 5 Januari 2018 menghembuskan nafas terakhirnya. Wafat di usia 77 tahun, Yon adalah salah satu musisi terbaik dan paling digemari dari masa ke masa di bumi Nusantara.

Mengenang Yon dan Koes Bersaudara/Plus, saya pasti selalu teringat akan film Ambisi (sutradara: Nya’ Abbas Akup, 1973). Saya menontonnya pada 1980an, sekitar umur 10 tahun, melalui jasa rental video. Kaset video itu kemudian saya nyalakan berkali-kali, saya kembalikan dan pinjam lagi, dan selalu sangat terkesima dengan penampilan Koes Bersaudara di film itu dengan lagunya “Di dalam Bui”.  Tampak adegan para personil Koes Bersaudara di balik jeruji berwarna kebiruan dan kaki-kaki sipir yang mengawasi.

Kuncikanlah semua pintu
Matikanlah semua lampu
kamar kurungku

Hatiku kan tetap tenang
Karena ada sinar terang
dari Tuhanku

Walaupun hidupku dikurung selalu
Tetapi aku tetap milikimu, Tuhanku   

Sejak menonton Ambisi, saya langsung jatuh hati pada Koes Bersaudara/Plus. Segera saya membeli kaset-kaset mereka, menyimak puluhan karya yang begitu menawan, serasa tak pernah jemu.

Belakangan baru saya ketahui bahwa ada peristiwa yang melatari terciptanya “Di dalam Bui”. Terdapat pada album To The So Called The Guilties yang dirilis pada 1967 oleh Mesra Record, lagu ini adalah salah satu “kenang-kenangan audio” bagi kita akan dipenjarakannya Koes Bersaudara oleh pemerintah akibat mereka memainkan musik yang dicap kebarat-baratan, yang diistilahkan sebagai “ngak ngik ngok”.  Album penuh “…The Guilties” sendiri uniknya saya dengar dalam format CD pada jauh hari kemudian, ketika sebuah indie label asal Amerika Serikat, Sublime Frequencies, merilis ulang pada 2010.

Alan Bishop, si pemilik label itu, adalah penggemar Koes Bersaudara/Plus yang sangat bergairah. Dia bahkan sempat pula membentuk proyek musik bernama Koes Barat dan merilis album tribut untuk kelompok idolanya itu. Hasilnya benar-benar mengagumkan, ketika energi dan keindahan musik Koes diluapkan sekali lagi dengan penghayatan mendalam.

Para musisi Indonesia sendiri pun tidak luput dari mengerjakannya. Sampai hari ini, masih bisa kita temui sekelompok anak muda memainkan segudang hits Koes Bersaudara/Plus dengan memancarkan kecintaan pada lagu-lagu itu. Pada karya rekaman, sekedar menyebutkan contoh-contoh terbaik, Chrisye pernah sekali lagi menjadikan “Cintamu T’lah Berlalu” kembali memberi haru dan Sheila on 7 mengingatkan betapa cantiknya komposisi “Bunga di Tepi Jalan”.

 

Meskipun lagu-lagu Koes Bersaudara/Plus selalu terdengar di mana saja, dari pengeras suara di pasar, terminal, dan plaza, hingga organ tunggal di acara keluarga, namun almarhum Yon masih terus manggung bersama Koes Plus hingga menuju akhir hayatnya.  Saya sendiri menontonnya ketika beliau sudah tak lagi muda, misalnya saat tampil di pentas seni PL Fair pada 2000an (Dipha Barus adalah ketua panitia acaranya, ketika ia masih SMA) atau kala Koes Plus berkolaborasi berapi-api bersama The Brandals pada perhelatan Djakarta Artmosphere, 2011.

Yon memulai karir bermusiknya secara serius melalui Koes Brothers pada 1958. Setelah Jan Mintaraga, yang kemudian lebih dikenal sebagai komikus papan atas, meninggakan kelompok musik ini, nama grup berganti menjadi Koes Bersaudara. Bersama perusahaan rekaman Irama, Koes Bersaudara mulai merilis single demi single sejak 1962, hingga EP-EP dan album penuh pada 1964. Jauh berpuluh tahun kemudian, saya masih bisa merasakan kiprah energi mudanya itu, saat Yon bernyanyi lantang pun merdu di pentas.

Selamat jalan, wahai legenda.

Yon, Yok dan Muri. Koes Plus, 2013. Kini hanya menyisakan Yok Koeswoyo. Foto: dok. ANTARA/Muhmmad Adimaja

 

____

Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …