Woro & The Night Owls

Apr 27, 2020
Woro & The Night Owls

Artist: Woro & The Night Owls
Album: Don’t Let This World Make Us Bitter
Label: demajors

Punya album solo adalah satu dari hal yang menjadi checklist hidup saya selain punya band, jadi jurnalis, membuat buku dan punya toko vinyl dan cafe yang sampai sekarang belum kesampaian.

Membuat album solo, gampang-gampang susah. Namanya solo, semua tergantung dari saya. Bagus tidaknya lagu yang saya tulis semua tergantung dengan emosi saya sendiri, mood dan waktu saya menulisnya.

Album-album solo berceceran di sepanjang perjalanan musik Indonesia. Selama lima tahun, kita melihat banyak album-album solo berserakan, dari yang populer sampai yang underated.

Don’t Let This World Make Us Bitter bukanlah album solo yang populer dan mungkin disukai banyak orang, namun mereka yang mungkin tidak sengaja atau niat mendengarkannya, akan mendapat pencerahan di sana. Pencerahan akan bagaimana album solo dibuat dengan suasana yang sempurna.

Oh, iya buat yang belum mengenal Woro Hartari Trianti, saya mengenal sosok perempuan singer songwriter dan gitaris ini ketika saya mengundangnya untuk mengisi acara akustikan di sebuah cafe di Depok. Berbekal gitar fender dan pedal board, malam itu musisi dengan topi dan boots hitamnya itu benar-benar menghipnotis, saya tak akan melupakan suasana malam itu.

Di arena musik Indonesia, Woro sempat terlibat di kolektif Pandai Besi juga satu dua band alternative pop lainnya. Permainannya patut diacungi jempol. Bukan tipe virtuoso, namun lick-lick yang dimainkannya memberikan semesta tersendiri yang belum pernah dirasakan orang lain, termasuk saya.

Mendengarkan album yang mungkin sesi rekamannya sempat kita bicarakan di sela-sela perjalanan menuju ke Depok, saya jadi yakin bahwa album ini bakal keren. Ternyata anggapan saya tidak salah.

Duabelas lagu di debut album ini benar-benar menggambarkan perasaan Woro yang seakan menemukan jalan keluar dari segudang pencariannya tentang hidup. Ada banyak topik yang disampaikan di sana, untuk merasakannya, saya dan kalian hanya butuh waktu khusus untuk menyimaknya dalam-dalam.

Saya tak bisa menggambarkan musiknya secara detil, saya mendengar balada di sana, sedikit Sarah McLachlan di sana, sedikit Fiona Apple, funk yang manis, trip hop yang mengawang. Sekali lagi, lick-lick Woro dengan efek-efek dari pedal boardnya adalah hal menarik yang ada di album ini.

“Marching To The Beat of A Different Drum” dan “There Will Never Be An Us” adalah dua track favorit saya di album ini yang menurut saya adalah dua track kunci yang menggambarkan emosi yang diluapkan Woro.

Di tengah suasana pandemi yang menyebabkan orang bak terpenjara di rumah sendiri kadang membuat emosi seseorang naik turun. Untuk memahami dan mencari soundtrack yang pas untuk perasaan kalian (dan saya tentunya), saya mendengarkan Woro & The Night Owls.

____

Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.

Eksplor konten lain Pophariini

Inthesky Single Yang Maha Edan untuk Menggapai Pendengar yang Lebih Luas

Berjarak satu tahun dari perilisan single “Grateful”, Inthesky kembali dengan materi anyar “Yang Maha Edan”. Single yang rilis  Jumat (26/04) lalu ini menampilkan gitaris asal kota mereka Medan, Jordan Zagoto sebagai kolaborator.   Lagu …

Vinyl The Jansen Keluaran 4490 Records dan Demajors, Ini Dia Perbedaan Keduanya

The Jansen merilis album ketiga Banal Semakin Binal dalam format vinyl hari Jumat (26/04) via jalur distribusi demajors. Beberapa hari sebelumnya, band lebih dulu merilis dalam format yang sama melalui 4490 Records, sebuah label …