The Last Suga – Running With My Soul

Nov 30, 2020
The Last Suga

Dari peta musik tanah air, musik soul-funk memang identik dengan musik urban, kerap dimainkan oleh musisi-musisi dari Ibukota yang kalian kenal. Jarang sekali menemukan musik soul/funk yang dimainkan dari grup dari luar Jakarta, tidak sampai kami menemukan The Last Suga, sektet soul funk dari Surabaya yang menyajikan musik soul funk organik yang menarik.

Yang menariknya lagi, Running With My Soul, debut album mereka ini dirilis bukan dari label besar namun dari label independen Smartest Bomb, label yang dikenal merilis rekaman-rekaman punk, oi, power pop yang notabene berafiliasi dengan kelas pekerja.

Namun tak ingin membuat kotak-kotak tertentu apakah musik ini harus dari ini dan itu, musik adalah musik dan siapapun berhak untuk memainkannya. Di tangan The Last Suga, musik soul dikemas sedemikian organik.

Tarian brass mengisi penuh di setiap track, meraung-raung di atas musik groovy rasa hiyam. Rasanya seperti diberi tiket menuju mesin waktu, menyusuri Percy Sledge, Al Wilson, James Brown dan musik-musik soul abadi lainnya.

Kalau ada sesi musik dansa di klab kecil, mungkin satu dua lagu The Last Suga bisa cocok jadi salah satu playlist untuk pengiring goyang hangat, mungkin juga jadi soundtrack video-video riding skuter yang kerap dibuat di media sosial.

Empat favorit kami, “Hey Cantik”, perpaduan akulturasi antara pola goyangan northern soul beat cepat dengan lirik bahasa Indonesia yang catchy dan mengundang untuk sing-a-long. Salah satu lagu yang bisa direkomendasikan untuk dibuatkan format vinyl versi tujuh inci, bersama “One More Time” atau “Fanatic” sebagai b-side yang dinamit, pemicu goyang dansa break atau bisa “You and I”, alunan northern soul manis yang juga jadi bisa jadi hulu ledak pesta soul di akhir pekan.

Pelafalan Bahasa Inggris yang masih kurang juga aransemen yang belum sempurna serta tampilan visual band yang belum menyatu dengan musiknya bisa jadi satu dua kekurangan yang mungkin ada di album ini yang akan sangat mungkin ditingkatkan di album berikutnya. Di luar itu, untuk ukuran debut album, ekspresi awal The Last Suga layak diapresiasi.

Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.

Eksplor konten lain Pophariini

Inthesky Single Yang Maha Edan untuk Menggapai Pendengar yang Lebih Luas

Berjarak satu tahun dari perilisan single “Grateful”, Inthesky kembali dengan materi anyar “Yang Maha Edan”. Single yang rilis  Jumat (26/04) lalu ini menampilkan gitaris asal kota mereka Medan, Jordan Zagoto sebagai kolaborator.   Lagu …

Vinyl The Jansen Keluaran 4490 Records dan Demajors, Ini Dia Perbedaan Keduanya

The Jansen merilis album ketiga Banal Semakin Binal dalam format vinyl hari Jumat (26/04) via jalur distribusi demajors. Beberapa hari sebelumnya, band lebih dulu merilis dalam format yang sama melalui 4490 Records, sebuah label …