Getah – From Within…Thus, Without

Dec 21, 2023

Saya memulai dari sebuah pertanyaan penting: Apa yang kita harapkan dari sebuah band shock rock/metal seperti Getah yang sudah 25 tahun berkarier di industri musik dengan segala cerita ditolak oleh label dan ditinggal mati oleh 2 personelnya?

Saya pikir, sekadar bertahan bermain di festival saja itu sudah cukup, namun ternyata ekspetasi saya terlalu minim. Lewat album barunya, From Within…Thus, Without ini mereka ingin membuktikan bahwa mereka adalah musisi-musisi yang resah dan ingin menumpahkan rasa kemarahan mereka lewat karya-karya baru. Dari sini saya mulai kagum bagaimana Getah dengan karya barunya ini bisa lebih dari sekadar eksistensi belaka.

Mungkin saja mereka tak punya ekspetasi akan diputar sejuta kali di Spotify dengan melihat ‘persaingan’ lagu-lagu rock dari group baru yang kian muncul dan merebut hati generasinya, namun paling tidak saya sudah cukup puas bahwa mereka bisa menampilkan materi-materi baru yang punya ketajamannya di sana sini.

Saat ini saya sedang memutar ulang “Flowers of Evil”, bagaimana komposisi yang dibuka oleh chant dan gebukan repetitif ibarat sebuah panggilan terhadap malaikat maut dan rima-rima horor berbahasa perancis yang dilantunkan Phil Vezard, seorang vokalis asal Perancis yang somehow membuat bulu kuduk saya berdiri ketakutan. Sementara itu, saya bisa merasakan kemarahan atas kegetiran yang luar biasa di komposisi seperti “Aigre-doux”.

Petikan balada 12 senar sebanyak empat setengah menit di “Frameless” mengalir seperti sungai di cerita film dongeng tentang naga dan peri yang tertawan di kastil. Vokal Alexandra J. Wuisan makin mempertegas imaji saya. Sebagai penutup, kolaborasi Getah dengan Once Mekel, produser album ini lewat “The Wild Hunt” membuktikan bahwa bahkan seorang Once pun bisa terdengar tidak seperti Once yang penuh cinta dan balada.

Overall, di kebangkitan keduanya, Getah berhasil memukau saya. Sebagai sebuah album, From Within…Thus, Without terdengar berisi, bukan sebuah album rock dengan ketukan-ketukan yang sama, album ini lebih tajam, sebuah dongeng, sebuah balada akan kegetiran, sebuah satir akan kemarahan yang dipendam dan dikeluarkan diam-diam. Gokil!


 

Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Synchronize Festival 2024 Gandeng Cisarua Creative sebagai Tim Kreatif

Melanjutkan tradisi edisi-edisi yang sebelumnya, Synchronize Festival mengumumkan seniman yang ditunjuk untuk menggarap visual kunci festival. Tahun ini, festival menggandeng Cisarua Creative sebagai tim kreatif. Cisarua Creative adalah kolektif muda yang terdiri dari 6 …

Paul Partohap Rilis Lagu CANDYRELLA untuk Sang Istri

Setelah merilis album kedua LOVERs ATLAS, Paul Partohap melanjutkan perjalanan bermusik dengan meluncurkan single anyar bertajuk “CANDYRELLA” hari Rabu (15/05).   View this post on Instagram   A post shared by paul partohap (@partohaps) …