15 Tahun Lantai Merah Monkey to Millionaire Masih Buat Gerah
Tumbuh dewasa adalah jebakan. Menjadi muda, marah, dan kecewa adalah saat-saat dimana kamu bisa merasa hidup. Mendengar lagi Lantai Merah, album dari Monkey to Millionaire, membuat saya sadar bahwa manusia tumbuh, pemahaman berkembang, dan apa yang membuatmu berduka bertahun lalu, bisa membuatmu tersenyum getir hari ini. Lima belas tahun lalu, album ini menemani saya bersedih dan hari ini saya mendengarnya dengan kelegaan yang luar biasa.
Monkey To Millionaire adalah duo musisi asal Jakarta. Band ini terdiri dari dua teman SMA, Wisnu Adjie (vokal dan gitar), dan Agan Sudrajat (bass). Sebelumnya selain Wisnu dan Agan, ada dua nama lain, Emir dan Manos yang ketika masih bersama, gemar membawakan lagu-lagu Weezer. Mereka juga pernah merilis sebuah extended play berisikan lima lagu hasil kurasi Arian13.
Saya mulai mengingat nama mereka setelah mendengar lagu “Merah”, dibius lirik yang aduhai, parau suara vokal dan gitar yang nyaring, saya jadi salah satu dari ribuan anak muda yang jatuh cinta pada Monkey to Millionaire. Karir mereka makin menanjak usai memenangkan kompetisi LA Lights Indiefest pada 2004. Tahun-tahun itu, 2004 dan seterusnya, setelah LA Lights membuka kompetisi Indiefest, anak muda seluruh Indonesia dimanjakan dengan musik-musik ajaib.
Lima belas tahun lalu, album ini menemani saya bersedih dan hari ini saya mendengarnya dengan kelegaan yang luar biasa
Saya mulai mengenal nama Hollywood Nobody, Airport Radio, Tigapagi, VOX, The Morning After, hingga Dojihatori. Jika kamu tumbuh pada waktu itu, barangkali di pelosok Jawa Timur, cita-cita anak sekolah yang nomor satu adalah jadi polisi, yang kedua jadi finalis LA Lights Indiefest. Lelucon ini untuk memberikan harapan bagi mereka yang tak cukup tajam untuk lulus tepat waktu, dan mereka yang memiliki kemampuan tidak malu bernyanyi di muka umum.
Album Lantai Merah dimulai dengan lagu “Fakta dan Citra”, yang membakar imaji tentang persekongkolan narsisis dengan manipulasi. “Membawa kesalahan lama, ke depan semua mata, salahkan nama tiap cerita, tutupi fakta perbaiki citra,” penulisan lirik yang artikulatif, metafor yang dekat, dan pemilihan kata yang genit, bagi saya, adalah salah satu variabel yang membuat album ini istimewa.
Penulisan lirik yang artikulatif, metafor yang dekat, dan pemilihan kata yang genit, bagi saya, adalah salah satu variabel yang membuat album Lantai Merah ini istimewa
Bagi penggemar, Lantai Merah, memberikan semangat dan juga kegembiraan. Seorang teman mengaku bahwa ketika ia tak punya pekerjaan, tenggelam dalam kesedihan, album ini membantunya bangkit. Sementara teman yang lain, menggunakan satu lagu untuk menyatakan cinta, dan sukses menikah hingga memiliki dua anak. Barangkali musik memang harus seperti itu, serupa mercusuar, memberikan cahaya dalam gelap.
Saat menulis skripsi medio 2012, dengan pacar yang beda agama saat itu, saya mendengarkan dengan saleh lagu “Strange is The Songs of Our Conversation”. Dengan pemahaman bahasa inggris yang terbata, mabuk kepayang akan masa depan, saya merasa kegenitan lirik yang ditulis Wisnu menggambarkan perasaan saya dengan sempurna. “You’re asking ’bout a boyfriend and girlfriend things, Into our late night conversations, You sounded like, you’re so interested So I feel like I wanna share it with you,” alamak manja nian!
Seorang teman mengaku bahwa ketika ia tak punya pekerjaan, tenggelam dalam kesedihan, album ini membantunya bangkit. Sementara teman yang lain, menggunakan satu lagu untuk menyatakan cinta, dan sukses menikah hingga memiliki dua anak
Lantai Merah Sebelum dan Setelah Ia Hadir
Proses pembuatan Lantai Merah terbilang lancar, Wisnu tidak mengingat secara detail hari ke hari prosesnya. Namun ia mengingat perasaan yang hadir ketika membuat album ini. ”Pada waktu itu semuanya bener-bener enggak ada yang punya pikiran, ini mau dibawa kemana, ini musiknya mau dibuat konsep gimana, setelah jadi mau diarahin kemana, kita bertiga enggak ada yang kepikiran kemana,” jelas Wisnu.
Saat itu Agan, Emir, dan Wisnu masih kuliah dan berstatus mahasiswa. Pada awalnya Wisnu hanya menyukai musik karena memang suka ngeband dan ngulik lagu di studio bareng, lalu kemudian bikin lagu bersama. Proses itu dilakukan sebagai kegiatan senang-senang, mengisi kegembiraan, yang ternyata punya pengaruh bagi pendengarnya. “Bahkan gue aja sampe mikir lagu-lagu kita yang ini kalo nongol di radio bakal kaya apaan, gue gak kebayang,” kata Wisnu.
”Pada waktu itu semuanya bener-bener ngga ada yang punya pikiran, album Lantai Merah ini mau dibawa kemana, ini musiknya mau dibuat konsep gimana, setelah jadi mau diarahin kemana, kita bertiga nggak ada yang kepikiran kemana,” jelas Wisnu.
Tapi justru sikap mereka yang seperti tidak ambisius, mengalir, dan santai-santai saja inilah yang membuat mereka dikenal publik. “30 Nanti” adalah salah satu lagu penting dalam Lantai Merah, secara jernih bicara tentang bagaimana manusia bertumbuh “Dirimu di masa itu. 30 nanti, usiamu berlalu sepi, 30 nanti, waktu meminta mencari,” Ada kegetiran tentang masa depan, tentang bagaimana kita mengisi usia, tentang tanggung jawab yang mengejar mencari.
Jika ada orang yang berjasa membantu Monkey to Millionaire memulai karir dan melahirkan Lantai Merah, barangkali itu adalah Joseph Saryuf alias Iyup, pemilik Sinjitos Studio. Di awal karir mereka, ketika masih amatir bermusik, Wisnu dan Agan adalah pelanggan tetap Sinjitos Studio. Di sinilah awal-awal karya mereka dibuat, direkam, dan di-mixing. Iyup juga menjadi telinga lain yang jadi penentu kurasi musik Lantai Merah.
Jika ada orang yang berjasa membantu Monkey to Millionaire memulai karir dan melahirkan Lantai Merah, adalah Joseph Saryuf alias Iyup, pemilik Sinjitos Studio. Di sinilah awal-awal karya mereka dibuat, direkam, dan di-mixing. Iyup juga menjadi telinga lain yang jadi penentu kurasi musik Lantai Merah
Wisnu menyebut bahwa awalnya hanya ada sembilan lagu yang akan dimuat di Lantai Merah. “Saat itu libur tahun baru, nah pas libur itu bikin satu lagu Clown itu. Lalu bilang ke Iyup yang saat itu masih producer, boleh ngga nambah satu lagu lagi?” kata Wisnu. Permintaan ini tak diterima begitu saja, saat take pertama kali, rekaman Clown itu dianggap kurang. “Jelek banget, jadi ya udah sekalian kita garap serius dan akhirnya masuk,” tambah Wisnu.
Hingga saat ini Monkey To Millionaire telah merilis lima album studio, empat puluh sembilan single, dan sembilan video musik. Rilisan single terakhir mereka adalah “The Golden Sound” dan “Times” dalam sebuah EP yang berjudul The Golden Sound. Jelang akhir 2023 pada Desember ini, Dua album seminal Monkey to Millionaire Self Titled dan Lantai Merah dirilis bersama dalam bentuk piringan hitam bersama PHR dan Mastersound.
Wisnu sebagai penulis lagu mengaku banyak menerima pesan yang menyebut bahwa lirik lagunya mengubah hidup fans. Bagi banyak fans, kemampuan Wisnu menggunakan kata sederhana mudah dipahami, tanpa metafor yang rumit, membuat mereka jadi jatuh cinta pada Lantai Merah
Randy Kempel, fans Monkey, menyebut bahwa ada perbedaan ketika pertama mendengar Lantai Merah, dan hari ini setelah ia jauh lebih dewasa. “Mendengarkan ‘Lantai Merah’ di umur 15 jelas bedo mbe saiki umur 30. Lak ndisek luweh karena diskoveri musik anyar. Dadi masalah lirik enggak terlalu diperhatikan. Enggak mendetail ngono secara konten. Pure for music, di mana akhire “gurung masuk” karena selerane sek mentok nang glam metal dkk. Lak saiki jelas luweh paham tentang konten e,” katanya.
Selepas Randy kuliah, mendengar lebih banyak musik dan ragam genre, ia merasa ada yang berubah. Setelah merantau, usia bertambah, percintaan, membuatnya sadar jika album Lantai Merah ditulis dengan baik. “Mendengarkan Monkey to Millionaire i koyok ngrungokno The Adams mbe The Morning After. Kata-katane ga sing berbunga koyok pie, tapi ‘ngenek’ ae,” katanya.
Arief, Project & partnership PHR Records, bercerita bahwa alasan utama PHR merilis album ini kembali dalam bentuk vinyl karena mereka beranggapan bahwa ini merupakan album bagus yang semua orang harus mendengarkan tanpa melewatkan satu lagu pun
Wisnu sebagai penulis lagu di Lantai Merah mengaku bahwa selama ini banyak menerima pesan yang menyebut bahwa lirik lagunya mengubah hidup fans.
Bagi banyak fans, kemampuan Wisnu menggunakan kata sederhana yang mudah dipahami, tanpa metafor yang rumit, membuat mereka jadi jatuh cinta pada Lantai Merah. “Aku semakin bisa melihat musik enggak cuma sebagai musik, tapi dengan berbagai irisan di sekitarnya. Ya personal, ya sosial, ya politik. Dan iki menyadarkanku bahwa secara retrospektif, Monkey To Millionaire ternyata punya pengaruh besar padaku,” jelas Randy.
15 Tahun Kemudian Menjadi Piringan Hitam
Wisnu mengaku sudah lama ia ingin punya album yang dirilis dalam bentuk piringan hitam. Keinginan ini ternyata baru bisa diwujudkan 15 tahun setelah Lantai Merah dirilis. Setelah lepas dari label lama Sinjitos, PHR adalah pihak yang kemudian tertarik menghadirkan pengalaman berbeda dalam medium yang baru. “Agan yang dikontak sama dari pihak PHR. PHR mau bikin vinyl Lantai Merah tapi mau yang self-titled jadi bundle,” katanya.
Lantai Merah sejajar dengan Kamar Gelap, Taifun, Bintang Lima, atau Kisah Klasik Untuk Masa Depan jika kategori album baik adalah tak melewatkan satupun track di albumnya
Arief, Project & partnership PHR, bercerita bahwa alasan utama PHR merilis album ini kembali dalam bentuk vinyl karena mereka suka dengan materi Monkey to Millionaire dan beranggapan bahwa ini merupakan album yang bagus yang semua orang harus mendengarkan tanpa melewatkan satu lagu pun. Tidak banyak band yang punya predikat semacam ini, dan saya sendiri setuju.
Lantai Merah sejajar dengan Kamar Gelap, Taifun, Bintang Lima, atau Kisah Klasik Untuk Masa Depan jika kategori album baik adalah tak melewatkan satupun track di albumnya. Arief menambahkan bahwa pengalaman mendengarkan Lantai Merah haruslah utuh. Ini mengapa pihak PHR menawarkan paket bundle. “Rilisan Monkey to Millionaire ‘Bundling album’ ini kami hanya cetak terbatas 200 pcs, dengan di-bundling dengan album ‘self titled’ yang kami kami pikir album ini merupakan jembatan menuju album ‘Lantai Merah’ yang fenomenal itu,” katanya.
Nostalgia yang dibakar konsumerisme, mungkin jadi ramuan mujarab untuk kembali mendengar album Lantai Merah ini secara khusyuk
Tapi mengapa vinyl? Empat tahun lalu dalam video wawancara yang diproduseri Jimi Multhazam, Wisnu bercerita tentang penggarapan album pertama yang demikian amatir. Mereka hanya ingin membuat karya fisik yang bisa dibagikan ke penggemar. Arian, saat itu mengkurasi lima dari 10 lagu yang ada, dengan semangat DIY bermodalkan kertas murah, stiker tempel, album mandiri itu dirilis dengan segala keterbatasan.
View this post on Instagram
Pemilihan medium vinyl bisa jadi puncak kulminasi. Para penggemar yang lima belas tahun lalu masih sekolah atau kuliah, kini telah bekerja, mapan, berkeluarga, dan punya sedikit tabungan untuk membeli bundle vinyl Lantai Merah. Nostalgia yang dibakar konsumerisme, mungkin jadi ramuan mujarab untuk kembali mendengar album ini secara khusyuk. Saya tahu, karena saya ingin melakukannya.
Penjualan bundling album Monkey To Millionaire sendiri habis dalam waktu kurang dari 10 menit. Antusiasme ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh pihak PHR. Sebelumnya mereka telah menjajaki pasar dan hasilnya memang bagus.
Sepanjang 2023 penjualan vinyl melonjak sebesar 13,2% dari tahun sebelumnya. Menurut data di Amerika saja ada 3,952,262 piringan hitam yang terjual hingga akhir September ini. Arief menyebut bahwa perilisan album dalam bentuk vinyl selain sebagai salah satu strategi promosi artis atau musisi tentu saja tidak bisa dipisahkan dari segi komersialnya.
“Semua hal berhubungan satu dengan yang lainnya, kita ambil contoh kadang merilis karya dalam format vinyl itu juga mempengaruhi ke jumlah stream pada digital platform, mempengaruhi juga dari segi penjualan format lain dari karya tersebut (kaset dan CD),” jelas Arief.
Penjualan bundling album Monkey To Millionaire sendiri habis dalam waktu kurang dari 10 menit. Antusiasme ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh pihak PHR. Sebelumnya mereka telah menjajaki pasar dan hasilnya memang bagus. “Survey kecil-kecilan tentu saja pernah kami lakukan, dan di setiap rilisan survey ini menjadi salah satu faktor pendukung dalam mengkurasi,” kata Arief.
Bagi fans perilisan ulang Lantai Merah dalam bentuk piringan hitam menjadi pengingat kembali, bahwa album ini pernah menjadi alasan penting untuk didengar
Bagi fans perilisan ulang Lantai Merah dalam bentuk piringan hitam menjadi pengingat kembali, bahwa album ini pernah menjadi alasan penting untuk didengar. Randy sendiri menyebut bahwa 14 tahun lalu, lagu-lagu Lantai Merah ketika didengar kembali makin relevani. ”Ini khusus album ‘Lantai Merah’ ya. Karena sejujurnya, aku kurang mendengarkan Monkey to Millionaire lagi pasca album iku,” kata Randy.
Kini di usia lebih dari 35, lima belas tahun setelah pertama mengenal Lantai Merah, mendengar “Let Go” terasa demikian rela. Ada perasaan asing yang dekat, seperti kenangan masa muda yang tak selesai, ingatan akan hubungan yang berantakan. “It’s done you and me, And that’s far as I can see, Burn the light for me, So I know we both wouldn’t be buried,” mungkin perpisahan tak buruk-buruk amat, dan keikhlasan menerima yang tak bisa diubah akan mendewasakanmu.
Hari ini, sembari terlentang di atas lantai, mendengar suara Wisnu berteriak: LET IT GO! LET IT GO!, adalah sebaik-baiknya pendewasaan.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Armand Maulana – Sarwa Renjana (EP)
Dengan EP berdosis pop dan unsur catchy sekuat ini, saya jadi berpikir, mungkinkah Armand Maulana berpotensi menjadi the next king of pop Indonesia?
Juicy Luicy – Nonfiksi
Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …