Cherrypop 2024, Alternatif Solusi Lulus Kuliah Tepat Waktu (oleh: Balma Bahira Adzkia)
Dewasa ini aku menyadari musik bisa menjadi salah satu medium untuk mengekspresikan diri meski hanya menjadi penikmat saja. Bicara tentang ekspresi, baru-baru ini kurasakan kebahagiaan dan kelegaan membuncah karena telah berhasil menamatkan big boss perkuliahan yakni skripsi. Aku bersyukur karena perjalanan empat tahun berkuliah tuntas sebelum tenggat yang kutetapkan sendiri; hari H Cherrypop 2024. Ini nyata. Tekad dan niat telah disusun Desember 2023, berhasil dibayar tuntas 27 Juni lalu di momen pendadaran. Tapi, apa spesialnya Cherrypop 2024 sampai kujadikan patokan tanggal untuk final chapter perkuliahan ini?
Masyarakat kita memandang kuliah sebagai gong-nya pendidikan formal. Mau itu di universitas, politeknik, institut, akademi, atau sekolah tinggi, sebutannya sama-sama mahasiswa. Untuk mencapai kelulusan, biasanya ada sistem Tugas Akhir (TA) atau Skripsi. Katanya skripsian era ini fase terberat dalam perkuliahan. TA dikerjakan sendiri (oh, tidak tertarik joki?), berkas administrasi juga diurus sendiri, dan macam-macam tanggung jawab individual lainnya.
Populer di kalangan mahasiswa ujaran seperti: “Semester akhir tuh cari support system biar gak kesepian!ˮ. Well, ga salah. Makna support system di sini bisa multi tafsir. Ada yang memiliki persepsi support system itu tidak mesti berupa pasangan dan makhluk hidup. Bisa karakter anime, aktor favorit, musisi idola, dan lain-lain. Akulah salah satu pengabdi pandangan tersebut karena justru support system aku sejak dari awal persiapan masuk kuliah adalah lagu-lagu dengan lirik dan aransemen yang menurutku punya daya magisnya tersendiri. Sehingga tidak heran kalau punya harapan suatu saat bisa datang ke konser-konser mereka sebagai bentuk dukungan dan terima kasih dariku.
Konser yang pertama kali kudatangi adalah CRSL #4, November 2023. Hindia (Baskara Putra) sebagai salah satu guest star adalah alasan terkuat aku memberanikan diri untuk berangkat ke venue. Benar kata orang-orang, ngonser itu pengalaman masa muda paling menyenangkan. Tidak heran jika aku pun ketagihan dengan suasana bernyanyi bersama penyanyi asli dan para fans-nya.
Dengan harga tiket yang ternyata tidak murah, aku berusaha mengerem agar bisa mengontrol pengeluaran untuk senang-senang. Caranya adalah dengan membuat janji dengan diri sendiri bahwa tidak akan nonton konser apapun sebelum lulus S1.
Yah, apa daya, ternyata Desember lalu imanku diuji dengan notifikasi iMessage dari seorang senior. Dia mengajak ke Cherrypop 2024 karena penampil fase pertamanya dia banget. Menurutnya aku juga sefrekuensi dengannya (memang benar). Terjadilah proses tarik-ulur hingga runtuh sudah pertahananku. Akhirnya aku memutuskan untuk menandai hajatan ini di kalender. Konsekuensinya adalah skripsiku harus sudah selesai sebelum tanggal main karena sedari awal keputusan hadir di Cherrypop 2024 memang diniatkan untuk perayaan tuntasnya tanggung jawab menjadi mahasiswa.
Asumsi seniorku tadi memang benar kalau dia sering memantau bilah Friend Activity di Spotify-nya. Sebagian deretan nama penampil Cherrypop 2024 adalah musisi-musisi yang kukenal dan kerap kudengarkan sejak bahkan sebelum jatuh-bangun mendapatkan gelar sarjana. Kira-kira kalau diurutkan berdasarkan kronologi, posisi pertama ditempati MALIQ & DʼEssentials. Diikuti Rumahsakit, Seringai, Reality Club, FSTVLST, The Adams, The Jansen, Dongker, MORFEM, dan yang terbaru dirayakan oleh The Jeblogs. Cukup banyak juga ya, tapi aku masih belum percaya diri kalau disebut sebagai “skena militanˮ.
MALIQ & D’Essentials (MAD) menemaniku saat persiapan sebelum kuliah. Setapak Sriwedari-nya mengingatkanku pada suasana kejar-kejaran memahami materi skolastik Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2020. Rumahsakit, Seringai, dan Reality Club menggambarkan tahun keduaku berkuliah. Lagu “Hilang” menjadi pembuka proses mengenal Rumahsakit. Lalu ambisi dan semangat menggebu di organisasi mahasiswa (ormawa) direpresentasikan oleh “Serigala Militia” dari Seringai. “Lewati jalan tetap impresif” kujadikan slogan divisi yang kupimpin saat itu. Cover lagu “Is it the Answer?” milik Reality Club yang dimainkan oleh sebuah klub musik kecil mengantarkanku pada “Alexandra” dan “Love Epiphany” yang masih menjadi lagu favorit hingga kini.
Meskipun tidak di urutan pertama, FSTVLST memiliki tempat dan porsi tersendiri di hati. Entah mengapa, tapi ide-ide yang berusaha disampaikan Om Farid Stevy bersama grupnya berhasil menjadi peganganku kala tahun ketiga hingga keempat, fase berkuliah yang katanya terberat. Ketika urusan akademik dan non-akademik bertabrakan, “Gas” dari FSTVLST bagai mempertahankan bara api yang mungkin tersisa sedikit saat itu. Skripsiku kuberi nama magnum opus (karya terbesar, red), disponsori oleh hikmah yang terdapat dalam lagu “Opus”. Tidak tertinggal “Menantang Rasi Bintang” yang kunobatkan menjadi comfort song sehabis dihukum orang tua karena pulang kemalaman. Beberapa waktu belakangan disusul pula oleh The Jeblogs atas lagu-lagunya yang menurutku senuansa dengan FSTVLST membolehkanku untuk bersandar dari hiruk pikuk dunia.
The Adams, The Jansen, Dongker, dan MORFEM adalah band hasil eksplorasiku yang terpapar FYP TikTok dan rekomendasi Spotify. Mereka hadir di tahun keempatku berkuliah, mengisi ruang monoton dari playlist mengerjakan tugas kuliah yang kebanyakan diisi oleh band asal Jakarta, .Feast (sayangnya tidak main di Cherrypop). Mempersiapkan berkas yudisium adalah momen di mana kepala di kaki, kaki di kepala seperti lagu “Jungkir Balik” oleh MORFEM. Bertaruh pada tanggal wisuda kuupayakan seperti Dongker mempertaruhkan apinya, namun ternyata peranku di opera tidak semulus yang dikira The Jansen. Tidak apa-apa karena The Adams pernah berkata jika engkau terus percaya, pasti akan ada jalan.
Di paragraf sebelumnya, aku bilang bahwa konser adalah perayaan. Perayaan yang kuagendakan setidaknya untuk diriku sendiri. Bagiku, dengan prinsip seperti ini aku jadi semakin menghargai setiap progres besar yang sudah dikerjakan dengan merayakan diri sendiri atas karya dan karsanya di hari-hari berat kemarin. Nonton konser ini adalah salah satu penemuan terbaikku tentang definisi perayaan. Seru gak sih kalau dua momen dijadikan satu acara? Acara dengan tema “Merayakan Sesuatu”. Kita merayakan progres atas karya-karsa yang kita buat. Seniman favorit turut menyuarakan karya-karsa yang mereka buat. Dan akhirnya kita bersenang-senang bersama. Kurasa dengan kerangka berpikir ini, kuusahakan setiap perayaan yang kudatangi adalah momen berharga dan berfungsi sebagai pengingat dari kekerenanku menjalani dunia yang mbuh ini.
Apakah aku menyarankan metode perayaan ini untuk tiap-tiap jiwa yang sedang berjuang dengan ke-mbuh-an dunianya masing-masing? Kurasa hal ini bisa dicoba. Gak melulu soal event konser. Kalau gak suka konser, carilah kegiatan yang punya waktu pelaksanaannya pasti. Tidak harus kegiatan besar dan bergengsi juga, sekadar ikut pelatihan atau merayakan hari spesial (misal ulang tahun) bisa juga dijadikan target acuan milestone progres. Setelah dipikir-pikir, pada intinya adalah perencanaan gak sih? Perencanaan sih bikin yang pasti-pasti aja. Meski di atas rencana kita masih ada rencana Tuhan, pastikan jangan tertinggal satu detik pun untuk berproses menuju perwujudan rencana-rencana tersebut.
Penulis : Balma Bahira Adzkia
Bio : Mahasiswi Informatika dan desainer grafis yang menulis banyak hal mulai dari coding program komputer hingga catatan harian sebelum tidur
Kontak : @balmabahiraa (Instagram) / [email protected]
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Lirik Lagu Empati Tamako TTATW tentang Mencari Ketenangan dan Kedamaian
Penggemar The Trees and The Wild sempat dibuat deg-degan sama unggahan Remedy Waloni di Instagram Story awal November lalu. Unggahan tersebut berisi tanggapan Remedy untuk pengikut yang menanyakan tentang kemungkinan kembalinya TTATW. …
Di Balik Panggung Jazz Goes To Campus 2024
Hujan deras di Minggu siang tak menghalangi saya menuju gelaran Jazz Goes To Campus (JGTC) edisi ke-47 yang digelar di FEB UI Campus Ground, Depok pada Minggu (17/11). Bermodalkan mengendarai motor serta jas hujan …
kerennn bu ketuaaaaaa
panutankuuu ❤🔥❤🔥❤🔥❤🔥❤🔥