Wahana Yes No Klub, Sekte Rave Party Kegelapan di Gelaran Pestapora
“Nonton musik beginian boleh capek gak sih? Ini gue mau duduk dulu tapi kok masih pengen joget terus yah,” ucap Aini Tartinia (29) kepada saya.
Perempuan asal Depok itu terlihat terus berjoget dan menikmati musik saat Tanat Teeradakorn, BHKT, dan Prontaxan x Jockie Saputra naik ke atas panggung Yes No Klub hari pertama, 20 September 2024.
Atmosfer berjoget seperti inilah yang terasa saat berada di wahana Yes No Klub Pestapora 2024. Panggung gelap yang menyerupai goa, penuh kepulan asap dengan denyaran yang membuat mata terpicing, hingga sound system terus berdentum adalah deskripsi bagaimana pertunjukan di stage ini berlangsung. Memasuki wahana Yes No Klub, penonton dibuat seperti menjalani sekte rave party kegelapan. Visual tengkorak dengan bermacam aksen tribal Nusantara garapan Bharata Danu yang terus terpampang di layar menambah kesan magis namun tetap terasa manis.
Selama 3 hari perhelatan Pestapora, panggung Yes No Klub memang menghadirkan penampil yang didominasi oleh para musisi elektronik. Meski ada juga penampil lain dari genre black metal, HC/punk, punk rock, shoegaze, hip hop horrorcore, gamelan kontemporer, dan musik tarawangsa khas Bumi Pasundan yang disajikan dengan kontemporer. Tampil dalam pertunjukan Yes No Klub ini para musisi dari negara seberang, yaitu Myanmar, Malaysia, dan Thailand.
Line up yang dihadirkan pada festival musik hari Jumat 20 September antara lain Disharmonis (Tuban), Gowa (Jakarta), Tarawangsawelas (Yogyakarta), Baur (Jakarta), Putu Septa & Nata Swara (Ubud), Dracul (Purwokerto), Asylum Uniform (Bandung), Tanat Teeradakorn (Bangkok), BHKT (Yogyakarta), dan Prontaxan x Jockie Saputra (Yogyakarta/Jakarta).
Hari Sabtu, 21 September, Yes No Klub menghadirkan penampil yang mempunyai personel perempuan. Tampil pada hari itu Mother Bank (Jatiwangi, Majalengka), Lynn Nandar Htoo (Yangoon), Monica Hapsari (Jakarta), Metatesis (Yogyakarta), Peach (Medan), Sukatani (Purbalingga), PT HardcoreIndo (Jakarta), dan ditutup oleh Rempit Godde$$ (Kuala Lumpur).
Di hari ketiga, Yes No Klub menghadirkan Sunlotus (Yogyakarta), Punkasila (Yogyakarta), Sipaningkah (Lubuk Sikaping/Jakarta), Sandikala Ensemble (Yogyakarta), Kuntari (Bandung), Gangsar (Denpasar), Belatung Melarat (Kaliwungu, Kendal), Logic Lost (Jakarta), Asep Nayak (Jayapura/Wamena), dan Terbujur Kaku (Yogyakarta).
Yes No Klub selalu konsisten menghadirkan konsep rave party
Diketahui bahwa wahana Yes No Klub sudah ada sejak Pestapora dimulai 3 tahun lalu. Kolektif musik eksperimental dengan logo tidak sama dengan (≠) asal Yogyakarta ini selalu menyajikan panggung pesta dengan konsep semacam rave party. Sedari Pestapora yang pertama yaitu 2022 lalu, Yes No Klub menghadirkan line up yang kebanyakan dari musik elektronik tapi dengan konsep yang berbeda di setiap tahunnya. Yes No Klub menggandeng Convert Textured dari Bandung untuk berkolaborasi secara visual dan menghasilkan instalasi lighting yang memukau.
Founder dari Yes No Klub yang juga merupakan kurator pertunjukan, Wok The Rock mengungkapkan awalnya ia dihubungi Direktur Boss Creator, Kiki Aulia Ucup untuk menampilkan Punkasila. Namun saat pembicaraan itu berlangsung, maka dihadirkanlah ide untuk menampilkan panggung eksperimental seperti yang ditampilkan kemarin.
“Ucup awalnya hanya pengen ngundang Punkasila aja. Dia udah pengen itu dari dulu sejak dia di Synchronize. Terus dia pengen aku rekomen beberapa artis lainnya dari Yes No Wave seperti Zoo, Senyawa, GMO. Terus bilang sekalian aja dikasih 1 panggung kayak Ravepasar di Joyland Bali 2020,” ujar Wok saat diwawancara.
Pada perhelatan kali ini, Wok mengungkapkan, mencoba berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sehingga edisi kali ini, ia mencoba mengisi pertunjukannya dengan format band. “Setelah 2 edisi fokus menampilkan musik elektronik, di edisi 2024 ini mulai menampilkan format band sehingga musik yang ditampilkan lebih eklektik dan inklusif. Selain itu juga ingin menambah jumlah penampil dengan memberikan slot lebih untuk Jogja dan Jakarta yang memang memiliki jumlah artis eksperimental yang banyak dan dinamis,” ucapnya.
Mengenai konsep panggung tertutup yang ditampilkan, Wok menjelaskan bahwa ia bersama Convert Textured belajar dari 2 perhelatan sebelumnya. Ruang tertutup, menurutnya, ternyata lebih cocok untuk mengakomodir sound yang dihasilkan. Namun dikarenakan Yes No Klub juga fokus di aspek sosial di ruang terbuka yang berbaur dengan alam, maka dipilihlah model kubah semi-indoor yang menyerupai gua tersebut. Hal ini juga, menurut Wok, lebih pas dengan gaya ‘rave’ yang memang sudah ada pada konsep awal.
Ugi Nugraha, selaku perwakilan dari Convert Textured mengungkapkan bahwa konsep ini digodok selama hampir 3 bulan. Hasil dari diskusi tersebut muncullah konsep gua tersebut. Visual grafis dari Bharata Danu pun menambah semakin yakin atas gagasan ide yang akan mereka buat. Konsep gua ini, menurut Ugi, juga mempertimbangkan sisi audio. Pertunjukan Yes No Klub yang menggunakan sound yang binaural dan surround sehingga memerlukan ruangan yang agak tertutup. Dari sisi lighting pun, Convert Textured, mencoba memberikan eksperien cahaya yang mengeliling kepada pengunjung yang hadir.
“Karena Yes No Klub kan karakternya seperti itu yah. Gelap, klenik, gitu kan. Udah kebayang sih bikin gua terus visualnya kayak kan horror-horror kultur kita Nusantara gitu kan yah. Kita kan collab nih sama Bharata Danu untuk grafis artisnya, jadi kita juga untuk desain screen sama ornamen lampu di situ itu kita sesuain sama karakter grafisnya Danu yang brutalis, nggak feminim, shape-shapenya tegas gitu,” ucap Ugi saat diwawancara di depan panggung.
Visual grafis Yes No Klub Pestapora 2024 yang juga merupakan vokalis Asylum Uniform, Bharata Danu, mengungkapkan bahwa dalam membuat visual ia mencoba meleburkan gaya european style yang biasa dia bikin dengan karakter budaya primitif Asia Selatan. Danu sebelumnya melakukan riset tentang okultisme Asia Selatan, sebelum mengeksekusi gambarnya. Setelah itu, Danu mengolahnya dengan gaya kontemporer agar menghasilkan karya yang vibrasinya sesuai.
“Visual ini saya kasih judulnya Elektronik Dedemit. Itu bahasanya saya saja nyebutnya. Mas Wok itu ngontak saya H- beberapa bulan sebelum Pestapora. Dia menawarin Asylum main terus juga dia minta saya mengerjakan semua visual branding segala macam dan turunannya,” ucap Danu saat diwawancara pada hari pertama.
“Konsep yang diangkat itu sebenarnya, saya coba ngeleburin karakter style yang biasa saya bikin komputer grafis, gimana caranya gaya saya emang terlihat kayak agak european style, bauhaus, dadaisme, postmodern. Itu saya coba leburin dengan konsep-konsep kayak okultisme Asia Selatan terus kayak budaya-budaya primitif dari suku-suku lokal Nusantara. Tapi nggak cuma suku lokal Nusantara aja, ada juga kayak saya ngerisetnya itu tribal Srilanka dan juga saya ngeriset suku-suku peradaban kayak itulah. Tujuannya itu kita tetap, menurut pendapat saya pribadi yah, gimana caranya ngeleburin hal-hal yang istilahnya berbau modern dengan ngangkat hal-hal yang istilahnya teh itu sebenarnya manifestasi yang sudah dilakuin ama hal-hal luhur,” tambahnya.
Pertunjukan para line up Yes No Klub di Pestapora 2024
Uji Hahan bersama Prontaxan mendapat kesempatan manggung di jam terakhir hari pertama Pestapora. Ia dengan gaya penyiar radio dangdut koplo dari samping panggung mengatakan Dharmawan “Jockie” Saputra adalah DJ asal Boyolali, salah satu legenda DJ di Indonesia dengan genre yang dikuasai beragam. Jockie memulai karier dari salah satu klub di Bali di tahun 1981. Kemudian di tahun 1986 Jockie merambah ke Jakarta sebagai DJ di sebuah klub legend Ebony.
“Sejak saat itu beliau menjadi DJ yang menembus ruang dan dimensi klub kultur di Nusantara. Seseorang yang menyalakan obor Funky Kota pertama. The Myth, The Legend, Give it up for The Best DJ in the world, Please Welcome Jockie Saputra,” lanjut Uji Hahan yang coba memperkenalkan Jockie Saputra, sosok legendaris di musik funky kota a.k.a funkot di Indonesia.
Di tengah pertunjukan, Jockie pun menyerahkan replika USB raksasa berbentuk seperti kunci motor kepada Prontaxan. Sebuah gimik yang mencoba berbicara tentang Prontaxan yang mendapat amanah dari sesepuh untuk melanjutkan estafet musik funkot selanjutnya. Setelah itu, lagu “Penjaga Hati” milik Ari Lasso dengan irama funkot pun berdentum. Sontak para penonton langsung berjoget secara ugal-ugalan. Penonton yang telah mendapat asupan alkohol dari tenant-tenant yang disediakan pun meliar. Mereka menjadi terus menggoyangkan badannya tanpa henti karena tak kuasa melawan substansi.
Panggung Yes No Klub hari pertama memang hingar bingar dengan kebyar musik elektronik. Sejak matahari belum terbenam, grup Disharmonis sudah menghadirkan musik noise dan drone yang memanaskan panggung. Lalu dilanjut Gowa yang memainkan instrumen sintesis dan analog, Tarawangsawelas dengan mengontemporerkan musik Sunda yang berkolaborasi dengan penari Bernama Melika Rahmawati, Baur yang menghadirkan suara mentah dan primitif yang terinspirasi rekaman suara kaset pita tahun 80an, hingga Putu Septa dan Nata Swara yang menampilkan musik elektronik dengan perintilan gamelan.
Pertunjukan hari pertama itu pun dilanjut dengan penampilan hip hop horrorcore asal Purbalingga yaitu Dracul, Asylum Uniform yang menghadirkan musik ala Berlin dark techno, Tanat Teeradakorn yang membuat panggung seperti menjalani pesta bawah tanah di Thailand, BHKT yang tampil dengan sosok berkerudung yang membuat jantung tak henti berdegup kencang, dan jelang tengah malam diakhiri oleh Prontaxan.
Hari kedua Yes No Klub untuk perempuan, diawali oleh pertunjukan emak-emak asal Jatiwangi, Kabupaten Majalengka yaitu Mother Bank. Mereka tampil nyentrik dengan pakaian rumbai kain perca warna-warni, kacamata hitam, dan penutup kepala seperti songkok yang tinggi menjulang dan melebar. Selepas magrib, Lyn Nandar Htoo tampil dengan musik elektronik memakai tangga nada dan komposisi musik tradisi Myanmar. Lalu dilanjut, Monica Hapsari yang tampil mistis bersama pasukan merah dan seperti membunyikan mantra-mantra, Metatesis yang menampilkan harsh noise dengan perpaduan suara piano improvisasi, dan Peach yang membuat panggung Yes No Klub ada moshpit seperti di gigs hardcore punk bawah tanah.
Pukul 21.30 WIB, Sukatani muncul dengan gunungan sayur bersama pasukan bertopeng yang disambut dengan kibaran giant flag. Lalu dilanjut PT HardcoreIndo yang menampilkan musik pop Indonesia yang di-remix dengan BPM tinggi namun dikemas dengan visual menggemaskan, dan ditutup Rempit Godde$$, Sang Ratu Rempit Malaya yang membuat penonton perlu membuka telinga lebar-lebar.
Hari pamungkas di Yes No Klub barangkali merupakan hari penutup yang indah di gelaran Pestapora 2024 ini. Line up ajaib berjejer semenjak sore hingga tengah malam. Pertunjukan dibuka dengan unit shoegaze Sunlotus yang membuat muda mudi tersayat. Punkasila yang cukup dikenal di jagat maya era 2010-an lewat album Acronym Wars dan Crash Nation tampil segar kembali dengan memakai pakaian training olahraga. Selepas magrib, Sipaningkah tampil dengan menggunakan alat musik yang tidak umum dan menghasilkan musik seperti di film horror. Pertunjukan dilanjut oleh Sandikala Ensemble yang menampilkan instrumen gamelan baru dan eksperimentasi teknik untuk memperluas cakrawala musik gamelan kontemporer.
Tiga penampil selanjutnya di hari terakhir tersebut diisi oleh band. Gangsar yang merupakan entitas baru dari Rollfast menampilkan musik progresif rock dengan tambahan Krautrock, Gamelan, Electronica, Noise, Free Jazz, hingga Club Music. Estafet selanjutnya dilanjutkan oleh Kuntari. Duo Tesla Manaf dan Rio Abror menampilkan sonik dari terompet yang menyerupai suara hewan kawin dan drum menghasilkan suara perkusif primal dengan suasana gelap dan dinamis dari irama purba yang intens. Pertunjukan langsung mereka menciptakan sonik mentah organik yang tidak dijinakkan dengan pendekatan liar. Pertunjukan selanjutnya yang barang kali cukup ditunggu: Belatung Melarat. Logam hitam asal Kaliwungu tampil dengan seluruh personelnya menggunakan corpse paint dan seorang pocong di atas panggung. Musik symphonic black metal yang dipadukan dengan gamelan membuat para penonton menjadi tercabik-cabik.
Sepertiga menjelang tengah malam, pertunjukan dilanjut oleh 3 DJ yang membuat penonton menari-nari. Mereka adalah Logic Lost, Asep Nayak, dan Terbujur Kaku. Logic Lost a.k.a Dylan Amirio menghadirkan musik techno, gabber, noise, ambient, dan metal, yang depresif ala kelas menengah ngehe perkotaan. Asep Nayak menampilkan musik elektronik wisisi Papua. Saat Asep Nayak mulai menjadi DJ, terjadilah sebuah tarian flash mob. Belasan orang Papua di bagian penonton pun menjadi instruktur untuk mengajak semua orang untuk seperti menarikan tarian tradisional Papua. Malam terakhir di wahana Yes No Klub Pestapora 2024 itu ditutup oleh Terbujur Kaku. Pelopor breakcore koplo yang sempat terkenal di tahun 2010-an namun tiba-tiba menghilang ini menghadirkan remix-remix breakbeat dari Dangdut Koplo yang tentu saja membuat joget tak karuan.
Menonton pertunjukan di wahana Yes No Klub secara keseluruhan memang menjadi penyegar di kala bosan menikmati musik mainstream yang kesannya begitu-gitu saja. Semangat itu yang barangkali digagas oleh Kiki Aulia Ucup dengan menggandeng Yes No Klub. Dalam wawancara via telefon, Ucup mengungkapkan bahwa dihadirkannya Yes No Klub adalah agar festival ini memiliki unsur kontemporer. Yes No Klub, disampaikan Ucup, adalah tempatnya baginya healing dari musik-musik yang populer.
“Awalannya sih pengen ngelebarin eksplorasi yah. Dari tahun pertama sudah langsung ngontak Wowok. Yes No Klub di Pestapora karena biar ada sisi kontemporernya lah bisa terlibat dalam Pestapora. Sedangkan kenapa melibatkan Yes No Klub, karena menurut gue pribadi, gue belum terlalu mampu tuh untuk mencari sampai ke dalam-dalamnya terkait siapa aja sih hal kontemporer di musik,” ucap Ucup.
“Menurut gue Yes No Klub bisa membantu gue untuk hal itu. Makanya gue konsisten dari tahun pertama sampai tahun ketiga selalu gue fasilitasin Yes No Klub ada di Pestapora. Bahkan menjadi satu stage sendiri dengan nama mereka gitu,” tambahnya.
Ya, menikmati panggung Yes No Klub di festival seperti Pestapora memang menjadi penyegar di kala bosan mendengar musik populer yang setiap minggu bisa kita tonton pertunjukannya. Yes No Klub bisa jadi merupakan planet lain di antara belasan stage yang ada di Pestapora. Di sana kita juga mendapat referensi baru yang kurang mendapat perhatian pecinta musik. Menikmati musik dengan suguhan visual yang memicingkan mata dan sonik yang seperti membersihkan telinga memang hiburan untuk menyambut Senin yang penuh kekacauan.
Patut dinanti keajaiban apa yang akan muncul di panggung Yes No Klub tahun depan. Sebelum berangkat tahun depan, alangkah lebih baik untuk menyiapkan fisik agar kuat untuk berjoget. Wahana Yes No Klub Pestapora membuatmu seperti dilarang capek untuk berjoget.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Sambut Album Perdana, Southeast Rilis Single By My Side
Band R&B asal Tangerang bernama Southeast resmi merilis single dalam tajuk “By My Side” hari Rabu (13/11). Dalam single ini, mereka mengadaptasi musik yang lebih up-beat dibandingkan karya sebelumnya. Southeast beranggotakan Fuad …
Perantaranya Luncurkan Single 1983 sebagai Tanda Cinta untuk Ayah
Setelah merilis single “This Song” pada 2022 lalu, Perantaranya asal Jakarta Utara kembali hadir dengan single baru “1983” (08/11). Kami berkesempatan untuk berbincang mengenai perjalanan terbentuknya band ini hingga kisah yang melatarbelakangi karya terbaru …