Apa Kata Musisi Masa Kini Tentang Benyamin

Mar 5, 2018

Sebelum Benyamin, tak ada musisi yang seperti dia. Rolling Stone Indonesia menobatkannya di urutan jawara dalam daftar 50 Penyanyi Terbaik Sepanjang Masa.

Tak bisa dipungkiri, Benyamin S adalah seorang maestro. Ia adalah aktor dan  musisi serba bisa, tergantung dari sisi mana orang melihatnya.

Budaya Betawi yang kerap diekspresikan di lebih dari 75 album musik dan 53 judul film membuat dirinya menjadi orisinal, tak ada tandingannya.

Merayakan hari kelahiran Benyamin pada 5 Maret, Pop Hari Ini mengundang vokalis-vokalis band tanah air untuk bersuara tentang sosok almarhum.

Bang Ben dan Ida Royani di Jakarta Fair / arsip perpusnas.go.id

Sedari kecil, David Bayu dikenalkan dengan lagu-lagu Benyamin.

Cuman kalau dulu kagak spesifik banget, baru pas kuliah ada momen di mana gue naik angkot, si supir angkotnya muter lagu yang gue tahu judulnya “Kilik Kuping,” ujarnya. David masih ingat ketika itu ekspresi pertamanya mendengarkan lagu Benyamin adalah tertawa-tawa sendiri kemudian dilihat banyak orang di angkot.

Seiring waktu berjalan, vokalis band Naif ini banyak mendengarkan karya-karya Benyamin, empat di antaranya adalah nomor yang jadi favoritnya.

Di studio rekaman bersama Ida Royani/foto arsip perpusnas.go.id

“Lagu-lagu favorit gue adalah ‘Kilik kuping’, ‘Digebukin’, ‘Koboi Ngungsi’ dan ‘Tarzan Kota’,” katanya.

Seorang seniman sejati, begitu David melihat sosok legenda musik pop dan budaya betawi ini. “Seorang artis yang unik, natural apa adanya dan bisa jadi dirinya sendiri,” ujarnya.  

Benyamin Saat Menang Piala Citra tahun 1973. Foto dari @FILM_Indonesia

Senada dengan David, Jimi Multhazam kali pertama mendengarkan Benyamin sejak di bangku sekolah.  

“Waktu masih tinggal di Jatinegara, umur gue 6 tahun ketika mendengar lagu-lagu Benyamin, nah pas kuliah baru gue kulik lagi. Gue sempet juga punya kaset-kasetnya, tapi pas krisis moneter gue obral di bazaar kampus” kenang Jimi.

Vokalis The Upstairs ini punya kesan tersendiri ketika mendengarkan lagu-lagu Benyamin, “Dia itu pelawak yang jago improve, kalo dari musik ya menurut gue pioneer freestyle hip hop itu ya die,” ujarnya.

Sedangkan soal gaya di atas panggung, Jimi membandingkannya dengan James Brown. “Benyamin itu James Brown-nya Indonesia,” akunya.

Benyamin dikenal dengan banyak hits. Karyanya bisa melebur batas-batas genre menjadi sangat original. Dan “Superman” adalah lagu Benyamin favorit versi Jimi.

Benyamin dan Christine Hakim di Festival Film Indonesia tahun 1977. / arsip perpusnas.go.id

“Gue suka banget Indolish-nya. Dan musiknya agak psych gitu, gue suka,” kata Jimi.

Meski tak mungkin, namun apa jadinya jika Benyamin masih hidup? “Pastinya bakal main di Synchronize Fest dan gue yakin pade ngantri yang mau ngiringin doi. Penontonnya bisa jadi lebih rame dari Payung Teduh, hehehe” tutupnya.

Tiap orang tentunya punya lagu Benyamin favoritnya masing-masing.

Mohammad Tria Ramadhani atau yang disapa Tria sangat tergila-gila dengan “Badminton”. Lagu yang berbicara tentang indahnya permainan yang mengharumkan nama Indonesia di mata dunia ini menurutnya sangat brilian.

“Ide ngangkat tema badminton jadi lagu, untuk disaat itu gue denger sih sangat jenius, dan yang paling jenius ada lirik yang tektokan gitu kan, jadi dia bisa menerjemahkan kegiatan ber-badminton ke dalam sebuah lagu. Edaaaann itu sih buat gue,”ujar Tria.

Vokalis The Changcuters ini masih ingat bagaimana awalnya ia kenal dengan lagu-lagu musisi yang jadi inspirasinya.

“Jadi dulu jaman kuliah, gue punya kantor gitu, bidang desain grafis. Nah temen gue penggemar Benyamin dan Warkop. Tiap hari dia muter lagu-lagu Benyamin terus di kantor. Saat itu, gue merasa kagum, musiknya yang psychedelic, dan bukan main-main aransemennya. Mungkin secara awam, banyak yang terjebak dengan lirik yang “jenaka”, jadi mungkin gak ngeh kalo penggarapan musiknya luar biasa keren abis.” ujarnya.

Benyamin dalam film ‘Ambisi’ bersama Bing Slamet / arsip perpusnas.go.id

Spontanitas dalam berkarya, itu yang diapresiasi Tria dari sosok bang Ben. “Ide-ide jokes yang gak ketebak. Dan mungkin ya cuman bisa “lucu” kalo emang dia yang ngebawain,” ujarnya.

Dan jika orang mengenal Tria dengan gayanya yang aktraktif di atas panggung secara tak langsung Tria mengakui gaya Benyamin cukup mempengaruhinya ketika di atas panggung. 

“Mungkin iya gue terpengaruh. Khususnya ketika gue manggung di Jakarta, dulu gue suka ngebetawi2in logat gue, ya karena bang Ben sosok yang gue suka, mungkin otomatis keluar,” akunya.

Benyamin Sueb bersama kru Ben’s Radio tahun 1990/arsip perpusnas.go.id

Benyamin memang James Brown-nya Indonesia.  

Eka Annash dari The Brandals punya teori yang bagus.  

“Kalo gue ngeliatnya ada rangkaian rantai influence sih. Soal Bang Ben terpengaruh sama James Brown mungkin sama seperti halnya banyak vokalis/musisi Indonesia dekade 70-an pada saat itu. Mungkin dari situ beliau ambil referensi ya” ujar Eka.

Baik David, Jimi, Tria termasuk Eka mungkin tak beruntung melihat almarhum Benyamin di masa primanya (Dekade 80-an saja Benyamin sudah berumur 50an). Meski demikian, meski hanya menyimak lewat layar kaca, Eka mengaku sangat terpengaruh dengan showmanship sang maestro di atas panggung.

“Bagaimana bravado-nya beliau yang selalu tampil maksimal dan total di setiap disiplin seni yang dia perankan, gue terpengaruh banget sih,” aku Eka yang waktu kecil mengenal aktor pemeran ayahnya si Doel Anak Betawi dari lagunya “Sang Kodok”.

“Kalau dipikir agak absurd dan surealis juga liriknya… Bang Ben udah menempatkan diri jadi kodok.” kenangnya.

Absurd, surealis, atraktif, spontan, tak tertebak, James Brown Indonesia, entah apalagi sifat dan julukan unik apalagi yang harus disematkan ke almarhum Benyamin. Karena musisi dan aktor serba bisa ini memang sejatinya adalah seorang seniman sejati.

Jangankan sebelum, setelah Benyamin saja tak ada yang seperti dia.

A true artist,  

Selamat ulang tahun, Bung Ben

 

Penulis
David Silvianus
Mahasiswa tehnik nuklir; fans berat Big Star, Sayur Oyong dan Liem Swie King. Bercita-cita menulis buku tentang budi daya suplir

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …