Apa Mengkritik Musik Masih Penting?

Mar 15, 2022
Kritik Musik

“Jurnalis musik zaman sekarang: Malu-malu menjadi kritikus.” Celetukan tadi adalah respon dari pemimpin redaksi Pophariini, Anto Arief, setelah dua jam panjang rantai diskusi seputar kritik pada musik berjalan yang berlangsung di Twitter Space via akun Pophariini. Diskusi yang melibatkan Denny MR, pewarta musik kawakan, Idhar Resmadi, seorang penulis dan akademisi, “Jurnalisme Musik dan Selingkar Wilayahnya” adalah satu karyanya yang kerap dijadikan bacaan acuan tentang topik terkait. Ada pula Ekky Imanjaya, rekan sesama kritikus dari skena film yang dirasa mampu jadi acuan perbandingan untuk tema kritik seni. Musik dan film. Hal mengenai keduanya, dirasa sedikit banyaknya saling berkaitan, mampu disandingkan. Terakhir, ada Romario Fajar dari Highvolta.com. Sang pemimpin redaksi yang dimahkotai kebijaksanaan untuk berani mengambil sisi pedas nan kritis di era sekarang ini.

Melibatkan beberapa individu dari lintas generasi dan berbagai sudut pandang yang hadir karenanya, Denny MR, sosok wartawan musik senior menjadi pembuka obrolan malam itu. Menjawab makna atau definisi dari kritik musik. Dengan pembawaan yang nyata berpengalaman dan menenangkan, beliau berujar, “Kritik musik adalah masukan. Bisa pula menjadi serangan. Kritik musik bisa mengingatkan. Bisa juga untuk membuka. Menunjukan pada sang musisi, kelebihan dan kekurangannya.” Menambahkan, beliau melakukan kilas balik menyebut satu-dua nama dengan trayek mengesankan di industri musik Indonesia dan seberapa besar kritik dari kritikus musik berdampak pada mereka. Tak jarang ada yang menangis karenanya. Secara harfiah.

“Kritik musik adalah masukan. Bisa pula menjadi serangan. Kritik musik bisa mengingatkan. Bisa juga untuk membuka. Menunjukan pada sang musisi, kelebihan dan kekurangannya.”

Mengamini definisi yang dipatenkan Denny MR, Romario dan apa yang dilakukannya di Highvolta.com mengupayakan hal yang sama. Tambahan darinya, kritik adalah tanda kegelisahan. Mendatangkan diskusi serta apresiasi. Membuka diskografi yang lebih luas, memuaskan hasrat atas karya yang dikritik. Karya yang menggelisahkan. Perannya juga dianggap beragam, apabila menurut Idhar Resmadi. Semua individu yang terlibat dalam diskusi perihal penting atau tidaknya kritik pada musik sepakat pada satu hal: Kritik musik adalah pertanggungjawaban rekomendasi dan relasi dengan pendengar. 

Kritikus musik punya tugas lain yang nyatanya sukses dijelaskan mengapa-nya oleh Ekky Imanjaya. Dilengkapi dan disetujui sebagai istilah yang tepat baik oleh Idhar, Romario, dan Denny MR. “Kritikus adalah sparring partner dari sang pembuat karya”, magis betul. Nyatanya, memang tak jarang interpretasi yang lebih menakjubkan datang dari penulis. Karya yang telah dibuat mampu dimaknai lebih luas mengingat tidak ada batasan konteks dan beban personal. Barangkali dimiliki para artis. Sebab, nyaris tak ada jarak antara mereka dengan karya yang mereka buat. Kritikus musik? Punya jarak itu. Hingga mampu mengkritiknya sebab penilaiannya  objektif.

Mengenai perkembangannya, pop melayu dirasa adalah era cemerlang bagi kritikus musik. Begitu banyak bahan. Haha. Bagaimana tidak, Idhar mengeluarkan istilah common enemy untuk fenomena satu ini. Romario membantu memberikan opininya tentang apa yang terjadi di masa kini, kegelisahan adalah bensin. Begitu banyaknya karya yang layak dengar dan layak dipuji menjadi tanda tanya besar bagi Romario dan kawan-kawan sejawatnya mengapa masih ada beberapa tembang yang dipasang melewati masa kadaluarsa. Masuk ke tahap menggelisahkan, sampai menggelikan. 

Mengenai perkembangannya, pop melayu dirasa adalah era cemerlang bagi kritikus musik. Idhar mengeluarkan istilah “common enemy” untuk fenomena satu ini.

Masih ada atau tidaknya kritik musik jadi pertanyaan selanjutnya. Terlebih di era sekarang ini. Setelah semuanya mampu menulis, beropini, hingga merasa mengkritik. Sampai akhirnya timbul pernyataan yang menangguhkan keputusasaan khalayak pada kritik terhadap musik, “Semua orang bisa memberikan kritik, tapi tidak semuanya bisa menuliskan kritik yang baik.” Ah, pukulan telak. Menyisakan harapan: Selama masih ada musik, lestari pula kritikusnya.

Membandingkan dengan kawan-kawan di industri perfilman, Ekky Imanjaya menyampaikan opininya dengan konteks serupa yakni kritik. Ekky berujar bahwasanya kritikus lah yang memberikan pengayaan pada karya. Ekky juga menyampaikan bahwa ada kemungkinan bahwa sang pembuat karya barangkali tak menyangka karyanya bisa punya makna yang lebih besar, apabila tidak mendapat ulasan sang kritikus. Tapi ini bukan upaya cari kesalahan, ujarnya. Kritikus adalah sparring partner.

Bahwasanya kritikuslah yang memberikan pengayaan pada karya. Juga kemungkinan bahwa sang pembuat karya barangkali tak menyangka karyanya bisa punya makna yang lebih besar, apabila tidak mendapat ulasan sang kritikus

Menilik kritik dan relevansinya pada industri jurnalisme masa kini, Highvolta.com lagi-lagi yang jadi tamu spesial kami. Tanpa tendensi self-proclaim, mereka mengaku tidak mengejar panggilan pedas, kritis, dan lain sebagainya. Mereka menyuarakan kegelisahan dan menjadikannya materi tulisan yang bernas. Dasarnya? Kegelisahan dan diskusi dengan individu yang memiliki preferensi sama. Rasanya, dua hal ini akan selalu menjadi bensin yang efektif.

Menutup topik ini, Endah Widiastuti didaulat jadi wakil dari pihak musisi untuk memberikan responnya. Sebagai musisi yang aktif, Endah mengakui dirinya sendiri menghargai dan memang sangat menghormati para kritikus musik sepanjang karirnya. Ia pun sadar kritik diisi oleh preferensi pribadi hingga gesekan atas isu sensitif: teknik bermusik. Ia tipe orang yang tidak memasalahkan kritik dan tidak menguji balik kemampuan sang pengkritik. Ini adalah hal yang wajar untuk keduanya. Kritikus ingin menyampaikan tanggapannya. Musisi merasa ialah yang paling mengenal karyanya. Simpulnya, ini adalah isu yang sensitif, zona rawan keributan. “Saya adalah penggemar dari tulisan seputar kritik musik, terlepas dari semua itu.”, diplomatis adalah kata yang tepat disematkan pada wanita dengan senyum yang nyaris tak pernah pudar ini. 

Pertanggungjawaban bagi sesama penikmat musik entah untuk merekomendasikan karya maupun menceritakan pengalaman mendengarkan, sparring partner dari sang artis agar terdesak untuk selalu mengeluarkan karya terbaiknya, hingga kewajibannya untuk tidak hanya meracau, tapi bertanggung jawab atas kritiknya adalah kewajiban yang menunggu dan menegangkan.

Selama ada musik, lestari pula kritiknya. Apa jurnalis masa kini malu-malu untuk mengkritik? Apa mengkritik musik masih penting? Silakan dikritik.

 


*Diskusi ini adalah rangkaian dari Sayembara Menulis Kritik Musik Pophariini. Untuk lebih lanjut tentang sayembaranya, klik di sini.

Penulis
Hillfrom Timotius
Lulus SMA saat pandemi Covid-19 dan mengikuti Ospek di depan layar laptop. Pembaca dan penulis. Mendirikan School For Cool. Fans berat serial How I Met Your Mother, Bakmie Cong Sim, dan Nuran Wibisono. Oh ya, kalau nama saya terlalu sulit, kamu bisa memanggil saya Ipom. Salam kenal.

Eksplor konten lain Pophariini

Bungareyza Kolaborasi bareng Lafa Pratomo di Single Nomor Satu

Muncul pertama kali dengan materi Tukar Lalu (2023) kolaborasi bareng Dimansyah Laitupa disusul perilisan single “Wahai Tuan” Juli 2024, penyanyi solo kelahiran Bogor, Bungareyza kembali menghadirkan yang terbaru dalam judul “Nomor Satu” bersama label …

Paman Rocky Mendokumentasikan Perjalanan Imajinasi Lewat Single “03.33”

Setelah merilis album mini Pesta Realita bulan Mei lalu, Paman Rocky asal Depok, Jawa Barat siap membawa pendengarnya menyelami kedalaman emosi melalui single terbaru “03.33” yang dilepas 30 September 2024.     Band yang …