Baale – Fortuna
Iqbaal Ramadan, aktor dan musisi, kembali ke dunia musik dengan moniker, Baale dan merilis album penuh perdananya, Fortuna. Namun, dalam album perdana yang bertaburan bintang ini, sayangnya Baale terlihat kesulitan mengimbangi kehadiran mereka. Sehingga Fortuna terdengar seperti kawin paksa antara musik britop 90an yang digarap ahlinya, dengan Baale yang belum bisa lepas dari sosok, Iqbaal Ramadhan yang bernyanyi dalam OST Dillan 1990, “Rindu Sendiri”.
Dalam album perdananya, Baale merelakan nama Iqbaal Ramadhan hanya terafiliasi dengan sosoknya sebagai aktor. Namun kita tidak bisa melupakan Iqbaal sebagai bassis dari trio electro-pop, Svmmerdose yang meski tidak terlalu populer, sempat sangat mencuri perhatian (saya). Serta yang juga sempat populer, sosok Iqbaal Ramadhan sebagai penyanyi single Ost. Dillan 1990.
Disadari atau tidak, dalam Fortuna, Baale belum siap melepaskan dirinya dari sosok Iqbaal Ramadhan. Itu yang pertama terdengar saat tiga single pertama dirilis, “Cinta Luka Sempurna”, “Fortuna” dan “Di Bawah Lampu”. Intro cabikan gitar jangly dan musik electro-disco khas New Order dalam “Cinta Luka Sempurna” yang terdengar menjanjikan itu harus tergerus ketika Baale bernyanyi dengan suara khas Iqbaal dan dengan lirik yang remeh-temeh. Begitu pula dalam “Fortuna” yang dimulai dengan drum, lalu petikan gitar berlapis. Nuansa Pure Saturday era album Elora menyeruak kental. Pun dalam “Di Bawah Lampu” yang mengingatkan saat musisi era 80/90an mengeksploitasi loops drum mesin seperti yang dilakukan EMF dalam, “Unbelieveble” dan PM Dawn dalam, “Set A Drift of Memory Bliss”. Versi lokalnya tentu, “Separuh Nafas” milik Dewa19.
Namun, ketika vokal dan liriknya masuk, terasa janggal. Ada estetika yang jomplang. Musik matang dari tangan produser, Hendra Jayaputra (Rock n’ Roll Mafia/Discoboy) terasa anyep. Pemilihan lirik, notasi vokal dan cara bernyanyi Baale masih sangat lekat seperti Iqbaal Ramadhan dalam “Rindu Sendiri”. Bedanya, kali ini dibalut musik cemerlang yang dimainkan para musisi pendukung bertabur bintang. Dengan moniker baru, Baale tidak terlalu berbeda dengan Iqbaal Ramdhan yang sudah kita kenal.
Meskipun begitu, dalam beberapa track, vokal dan lirik dengan musiknya terasa bersinergi. Seperti pada lagu “Baik Untukmu” yang liriknya sederhana terasa jitu dengan hook kuat dan nada catchy. “Apa yang baik untukmu / Bisa jadi yang merusaknya”. Ada perenungan mendalam, lebih dari sekedar cerita tentang menjadi cowok cadangan dalam, “Naluri”, atau cowok mengeluh bosan, gagal malam mingguan karena teman ingin meminjam uang di, “Malam Minggu”.
Lagu menarik lainnya adalah, “Musim”. Judul dan tema memiliki makna tersirat, memiliki dua bagan lagu berbeda dan dibalut musik sederhana. Juga “Pulang” yang bicara soal kehilangan dan kematian secara tersirat. Penceritaan secara tersirat dan tidak gamblang ini sesungguhnya bisa jadi faktor pembeda antara Baale dengan Iqbaal. Sehingga musik 90annya yang dikerjakan oleh ahlinya tidak terasa anyep.
Kehadiran Hendra Jayaputra di kursi produser dengan rombongan musisi seperti, Randy Danistha (Nidji/Brothers) sebagai drummer, gitaris Warman Nasution (TOR, Indische Party), solois remaja cemerlang penyanyi/kibordis/penulis lagu yang mengisi kibor, Kafin Sulthan Reviera, serta bassis Vincent Rompies (Goodnight Electric, ex Clubeighties) jadi terasa tidak maksimal.
Bila bicara band Vincent, Goodnight Electric, dalam album terakhirnya Misteria (2020), vokalis, Henry “Betmen” Foundation, pernah melakukan hal serupa. Menggabungkan musik alternatif britpop 90an dengan lirik Indonesia dan dengan gaya bernyanyi Betmen, hasilnya terbilang berhasil. Sayang sekali Baale, dan Hendra tidak belajar dari situ. Saya malah membayangkan jika Henry “Betmen” Foundation yang menyanyikan lagu-lagu Fortuna, bisa jadi terdengar lebih maksimal.
Di sini kita bukan bicara soal kelemahan atau kualitas vokal Baale. Karena dalam musik alternatif britpop 90an seperti ini ruang berekspresi vokalnya begitu luas. Sebagai contoh simak, Brett Anderson “Suede” yang flamboyan, Liam Gallagher “Oasis” yang slengean, atau Damon Albarn “Blur” yang bisa hadir amphibi di antara mereka Brett dan Liam. Atau Hendra bisa mengeksekusi musik Baale dengan musik britpop 90an yang lebih ringan dan sederhana seperti dalam album perdana The Stone Roses, Selftitled (1989). Atau menyontoh dari kolaborasi Iqbaal dengan Tarrarin dalam dobel single, OST. Milea: Suara Dari Dilan (2020).
Pada akhirnya kekurangan Fortuna ini bukan soal karakter dan kualitas vokal Iqbaal. Tapi soal eksplorasi musik yang sangat baik, tidak bersinergi dengan eksplorasi vokalnya.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Wawancara Eksklusif Ecang Live Production Indonesia: Panggung Musik Indonesia Harus Mulai Mengedepankan Safety
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pophariini masih banyak menghadiri dan meliput berbagai festival musik di sepanjang tahun ini. Dari sekian banyak pergelaran yang kami datangi, ada satu kesamaan yang disadari yaitu kehadiran Live Production Indonesia. Live …
Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024
Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …