Band Grindcore Amerika, Full Of Hell Memuji Seniman Indonesia

Sep 7, 2024

Saat melakukan peliputan Blackandje Fest 2024 hari Sabtu (31/08) di Creative Culture, Jakarta Selatan, Pophariini mendapat akses untuk menemui dua anggota Full Of Hell, Dylan dan Dave. Kami mewawancarai mereka dari mulai musik Indonesia sampai wejangan untuk musisi tanah air dengan durasi selama 10 menit 25 detik yang sayang rekamannya hanya disimpan maka terbitlah artikel ini. 

Sebelum membeberkan apa saja isi perbincangannya, saya akan menceritakan lebih dulu perkenalan dengan Full Of Hell. Kaus yang dipakai Ricky Siahaan (Seringai) di panggung High Octane Superfest tahun 2019 menarik perhatian saya. Font akar yang sangar namun masih terlihat elegan ternyata cukup memantik keingintahuan hingga kini saya menjadi pendengar Full Of Hell yang cukup religius.

Ricky Siahaan memakai kaus Full Of Hell saat High Octane Superfest tahun 2019 / Dok. Pohan

 

Full Of Hell tampil perdana di Rossi Musik, Jakarta tahun 2015. Saya melewatkannya karena baru mengenal mereka 5 tahun yang lalu. Ya, kalau sudah mendengarkan band ini saat itu pun belum tentu bisa hadir, mengingat isi dompet masih nominal anak SMA yang terbatas dan restu berangkat nonton dari orang tua yang tak mudah.

 

Begitu mendapatkan kabar Full Of Hell akan mengisi panggung Blackandje Fest 2024, tanpa pikir panjang saya langsung menyisihkan uang untuk membeli tiket. Namun takdir cukup baik, karena Pophariini kembali mendapatkan kesempatan meliput festival garapan Blackandje Records ini.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by ETERNAL CHAOS (@blackandjefest)

 

Selama peliputan, seperti biasa saya melakukan kegiatan yang sudah direncanakan sejak awal tanpa ada ekspektasi bisa menemui para personel Full Of Hell. Rasanya masih seperti mimpi Yulio Onta, Project Manager Blackandje Fest 2024 dan Koordinator Full Of Hell menepuk pundak saya dan bertanya, “Mau wawancara Full Of Hell gak?”. Kaget? Pasti! Namun saya berusaha menutupinya dan langsung menyanggupi tawaran dari pria yang juga manajer Denisa tersebut.

Yulio Onta, sosok yang mempertemukan Pophariini dengan Full Of Hell / Dok. Anggik Yoga Prayuda

 

Masuk ke ruangan di lantai 2 area balik panggung Blackandje Fest, saya akhirnya tegur sapa dengan sosok-sosok yang biasa saya saksikan hanya via YouTube. Kehadiran saya dan Anggik Yoga Prayuda, fotografer yang bertugas pun disambut dengan ramah oleh Dylan Walker (vokal), David Bland (drum), Sam Digristine (bas), dan Gabe Solomon (gitar).

Tegur sapa dengan Dylan dan Dave dari Full Of Hell / Dok. Anggik Yoga Prayuda

 

Saya membuka obrolan bersama Dylan dan Dave dengan menanyakan keberadaan Spencer Hazard, gitaris yang sudah memperkuat band sejak terbentuk tahun 2009. Menurut Dylan, kondisi Spencer sedang tidak memungkinkan untuk bepergian lintas negara dan ikut dalam rangkaian tur Asia yang tengah dijalankan Full Of Hell. 

Setelah mencari informasi di mana-mana, saya menemukan artikel Wasted Rockers yang menyatakan Spencer juga absen saat band manggung tahun 2015 lalu karena kondisi yang sama.

Seperti yang sudah sedikit kami sampaikan di artikel Di Balik Panggung Blackandje Fest 2024, Dylan dan Dave sempat bercerita tentang memori mereka terkait penampilan Full Of Hell di Jakarta tahun 2015.

Mengaku tidak banyak waktu yang dihabiskan saat pertama kali datang ke Jakarta 9 tahun lalu, Dylan mengungkapkan kedatangan mereka yang kedua kali ini lebih banyak waktu untuk menelusuri apa saja yang ada di Jakarta. Salah satunya pengalaman menyantap hidangan di rumah makan Padang bersama panitia Blackandje Fest 2024.

“Hari ini kami makan banyak hal. Salah satunya kepala ikan (kakap),” kata Dave. Saya pun memberitahu mereka bahwa apa yang mereka makan adalah masakan Padang yang memang populer di Indonesia.

Full Of Hell saat makan nasi padang di Jakarta / Dok. Yulio Onta

 

“Makanan gurihnya luar biasa. Bahkan dessert-nya pun adalah salah satu yang terbaik yang pernah saya makan,” ujar Dave yang mengaku juga menyukai kopi Indonesia. 

Simak wawancara lengkap Pophariini bersama Dylan dan Dave di bawah ini.


 

Apa yang kalian tau tentang musik Indonesia? 

Dylan: Sejujurnya tidak terlalu banyak.

Dave: Iya, tidak terlalu bayak.

 

Berarti kalian bisa menyaksikan band-band yang tampil di bawah nanti.

Dave: Ya, kami sangat excited malam ini. Kami lebih banyak bertemu orang dan berkenalan dengan lebih baik dari sebelumnya karena kali ini punya lebih banyak waktu. Saat kami datang terakhir kali, kami harus buru-buru untuk manggung. Saya ingat, saat itu sangat macet. Kali ini lebih santai dan tidak terlalu macet. Tempat penginapan juga lebih dekat dari bandara, restoran, dan tempat acara.

Dylan: Jadi, saat ini kami bisa mengalami lebih banyak. Saya ingat pernah bekerja dengan seniman Indonesia, Bharata Danu (Asylum Uniform). Dia sangat keren. Musik dan karya visualnya luar biasa. Saya juga ingin menemui Sandy (Rezalmi) yang membuat poster untuk festival ini. Dia juga mengerjakan beberapa kaus untuk Full Of Hell. Gaya visualnya luar biasa.

 

Bharata Danu memang keren. Kalian sudah pernah dengar bandnya, Asylum Uniform?

Dylan: Ya, keren banget. Sebetulnya saya sempat berharap, karena saya tau ini adalah sebuah festival. Saya ingin dia tampil bersama kami. Mungkin lain kali.

 

Beberapa saat lalu, saya baru saja memesan kaus Potrayal Of Guilt yang artwork-nya dikerjakan oleh Bharata Danu.

Dylan: Kebetulan saya menemukan dia saat mengerjakan kaus mereka. Salah satu teman kami yang menemukannya. Saat kami sudah cukup populer, akhirnya kami bekerja sama dengan beberapa seniman dari seluruh dunia salah satunya Indonesia. Bharata sangat mengagumkan. Saya berpartner dengannya secara personal di studio print saya (Isolation Man Print Shop) dan dia yang terbaik.

 

Kalian belum lama ini merilis album baru, Coagulated Bliss. Apa yang dipersiapkan Full Of Hell selanjutnya?

Dylan: Kami akan merilis album di akhir tahun. Ini adalah rekaman dub versi kami. Teman kami Andrew Nolan yang bermain di Intensive Care dan banyak band kesukaan kami lainnya. Dia adalah produser hebat. Saat ini dia banyak mengerjakan proyek hip hop dan punya proyek solo yang memainkan musik dub. Jadi dia mengambil stems dari lagu Full Of Hell dan dia merekonstruksi ulang, dan saya merekam vokal yang baru dan lain-lain. 

Kami menyebutnya album dub, dan agak memiliki nuansa musik seperti Godflesh, dan Justin Broadrick (vokalis Godflesh) juga terlibat di album ini. Dia melakukan pendekatan bernyanyi dan permainan gitar seperti saat dia di Jesu. Teman kami Alex (Hughes) dari Hatred Surge dan Taichi (Nagura) dari Endon juga terlibat. Endon dari Jepang sangat mengagumkan. Jadi ini adalah album penuh yang seperti menghidupkan kembali dan chopped and screwed lagu Full Of Hell. 

Kami juga bekerja sama dengan seniman bernama Savage Pencil (Edwin Pouncey) untuk mengerjakan artwork album ini. Dia sangat legendaris karena pernah mengerjakan artwork band seperti Sonic Youth, jadi kami sangat excited.

 

Setelah mendengar rencana kalian, saya semakin merasa overwhelmed bisa berbincang dengan kalian [tertawa].

Dylan: Santai aja, dude. Dunia itu kecil. Saat lo ketemu band favorit lo, gue juga sering mengalaminya. Kayak saat kami ketemu Converge, Immolation, atau band lainnya. Bukan berarti kami menyamakan diri dengan band-band itu, tapi bertemu mereka dan akhirnya sadar, “Oh, ternyata mereka bisa diajak berteman”. Dan mereka juga akan mengatakan kepada lo kayak, “Bodo amat, dude. Gue cuma orang yang main musik”. Itu luar biasa. Ini adalah dunia yang kecil, dan kita semua adalah bagian darinya.

Suasana wawancara bersama Dylan dan Dave / Dok. Anggik Yoga Prayuda

 

Saya jadi ingat, kalau saya selalu menyaksikan dokumenter tur yang dibuat oleh pemain bas Thou. Umm.. siapa namanya?

Dylan: Mitch?

Ya, Mitch Wells. Saya selalu nonton dokumenter tur yang dia buat saat kalian menjalani tur bareng di Amerika dan Eropa.

Dylan: Dude, dia keren. Saat ini dia lagi ngerjain dokumenter tur kami di Australia. Sebelum ke sini, kami kan baru selesai tur Australia dan New Zealand juga bareng Thou. Dia selalu merekam setiap saat. Saya senang sama anak-anak itu. Oh iya, kami juga akan merilis album bareng Thou. Kami sudah memutuskan, bahwa ini akan jadi album hardcore. Kayak album hardcore yang sangat absurd.

 

Wow. Saya juga sangat suka album terbaru mereka, Umbilical. Sangat intens.

Dylan: Umbilical sangat-sangat bagus. Lucu karena band kami sama-sama mengarah ke nuansa musik yang lebih punk di album terbaru kami. Dan saat membicarakan album kolaborasi saat menjalani tur, kami sepakat untuk membuat materi yang kotor, seperti lagu noise rock dan hardcore. Jadi, kami akan merilis album bersama.

 

Omong-omong Converge, mereka harusnya tampil di Jakarta beberapa bulan lalu, namun Kurt (Ballou) ternyata sakit. Sehingga mereka tidak jadi tampil di sini.

Dylan: Saya yakin mereka akan menebusnya. Dia (Kurt) sakit sangat parah. Dia bahkan cerita ke saya, kalau dia hampir mati. Pokoknya kondisinya sangat serius. Tapi sepertinya sudah membaik. Saya sudah lama juga tidak ngobrol dengannya. Kami juga terkejut saat mendengarnya. Saya yakin mereka akan tetap ke sini, gak mungkin gak.

 

Pertanyaan terakhir. Saya tau kalau kalian sangat produktif, seperti tahun lalu merilis 3 album dalam 1 tahun. Apa pesan untuk musisi di Indonesia supaya bisa produktif seperti Full Of Hell?

Dylan: Lakukan apa yang kamu suka. Itu saran yang biasa saya sampaikan ke musisi, terlebih yang masih muda. Kami menjalani apa yang kami suka di awal, namun memang butuh banyak waktu untuk menjadi lebih baik dalam melakukannya sampai akhirnya fisik kami mampu memainkan musik yang ada di kepala kami. Dan nasihat saya adalah kamu bisa melakukannya. Kalau kamu suka band kami dan apa yang kami lakukan, maka kamu juga bisa melakukannya, bahkan lebih baik. Ayo bikin band, kerja sangat keras, pantang menyerah, dan ikuti hatimu. Itu hal terbaik yang bisa kamu lakukan.

Dave: Selalu ada jalan kok. Ini cuma tentang melakukannya dengan konsisten dan tidak pernah berhenti. Kayak tanpa band ini mungkin saya gak punya apa-apa dalam hidup.

Dylan: Sama [tertawa].

Dave: Ini sudah jadi pola pikir saya, bahkan sebelum saya sadar bahwa kami melakukan ini tanpa henti, dan akhirnya berhasil setelah sekian lama. 15 tahun itu waktu yang lama. Menurut saya, semua orang bisa asal punya tekad. Itu yang paling penting.

Dylan: Kami punya etos hardcore punk. Kami selalu berpikir bahwa panggung itu adalah milik semua orang. Kalau seseorang mau melakukan ini, dia punya segala hak untuk melakukannya. Semua orang pantas mendapatkan tempat di panggung itu. Jadi, saya rasa kalau ada yang mau membuat band, buatlah. Kalau kayak mau terjun di jurnalistik dan mewawancarai band, kamu melakukannya kan? Kita semua punya tempat. Saya rasa semua orang punya suara untuk didengarkan. Jadi, lakukanlah. Itu nasihat saya.

 

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …