Barasuara – Jalaran Sadrah
Sebelumnya saya pernah bicara soal Teduhsuara dan Penunggang Semilir dalam resensi album kedua mereka, Pikiran dan Perjalanan. Sebaliknya, di album ketiga Jalaran Sadrah, Barasuara berhasil menafikan anggapan bahwa bara itu tidak harus selalu menyala dan menggebu-gebu.
Kekuatan utama Barasuara adalah aransemen musik, notasi nada, dan diksi lirik dengan estetika tingkat tinggi. Kesemua itu berpadu dalam lagu pembuka berdurasi enam menitan, “Antea”. Hook vokal dan musiknya sama-sama kuat dan catchy, dengan musik yang menggebrak, sound gitar elektrik, dan snare yang renyah. Lagu paling panjang di album ini memiliki banyak bagian berbeda, masing-masing dengan jatah solo gitar, solo terompet, solo gitar akustik bermain ritem, dan solo vokal bersahutan.
Jebakannya adalah lagu enam menitan ini seperti tidak pernah selesai. Namun, dinamika yang indah berhasil membuat kita melupakan durasi panjang tersebut.
Telinga terasa lelah? Iga dkk. menjawab dengan lagu kedua, “Etalase”, yang bernuansa indierock. Rock simpel tiga jurus tanpa babibu menghajar telinga. Seru, ringan, dan catchy. Outro-nya terdengar ringan seperti pesta.
Dalam urusan dinamika, album ketiga ini terasa jitu. Selain lagu-lagu panas, Barasuara menghadirkan lagu-lagu penawar yang membuat dinamika album menjadi menarik. “Habis Gelap” yang groovy, misalnya. Saya membayangkan di atas panggung, lagu ini bisa dimainkan hanya dengan gitar saja dan ketukan beat tipis drum sederhana namun berpotensi mengundang koor massal.
Favorit saya adalah “Biyang”. Lagu ini sepenuhnya ditulis liriknya dan dinyanyikan oleh Asteriska. Lagu yang sepi dan syahdu ini hanya diiringi gitar elektrik, terdengar magis saat Sujiwo Tejo menyambar dengan notasi vokal kejawen dan Asteriska menyinden. Lagu spesial ini menjadi komposisi penting yang tidak akan terlupakan dalam seluruh katalog Barasuara. Ada juga lagu “Hitam dan Biru” di mana Puti Chitara menjadi penyanyi utama bergantian dengan Asteriska. Lagu bertenaga ini mendapatkan sentuhan berbeda dari para Bara-biduanita yang hadir sebagai penyanyi utama.
Favorit saya berikutnya adalah “Terbuang Dalam Waktu”. Sebuah nomor dengan sentuhan musik pop nostaljik. Iga Massardi bernyanyi rendah bak crooner menyanyikan bait dengan notasi vokal tempo dulu dengan irama drum dan bassline bergaya retro yang dimainkan Marco dan Gerald Situmorang. Lagu penutup, “Manusia (Sumarah)” hadir dengan plot twist. Intro penuh amarah yang menghentak berganti menjadi funky, lalu bermanuver menjadi progresi kord dan notasi vokal yang nge-pop dengan lirik yang dalam.
“Kita hidup di bawah tujuh langit, dunia / Kan berputar pada porosnya / Kita semua / Dituliskan takdirnya // Langit berhias gemintang, bintang / Bertukar pandangan / Manusia / Debu dalam semesta”
Bicara soal lirik, kita tahu keunggulan Iga Massardi dalam menulis lirik di Taifun, serta duet Iga dan Gerald Situmorang dalam lirik Pikiran dan Perjalanan. Kali ini, sorotan perlu diberikan pada Asteriska yang juga sosok terdepan di panggung Barasuara. Dalam “Biyang”, Asteriska mengangkat sosok Dewi Kunthi dalam kisah Mahabharata dengan selipan bahasa Jawa.
Kelugasan lirik Barasuara kali ini juga terbaca mudah dalam “Etalase” dan “Fatalis” yang apa adanya, tanpa diselemuti estetika bahasa khas Barasuara. Selaras dengan apa yang telah Asteriska lakukan.
Pada akhirnya, Jalaran Sadrah ini menjadi kerja kolektif Barasuara yang paling solid. Juga membuktikan Barasuara tidak sekedar meledak dan membara, namun mampu bermain dinamika dengan baik sehingga album ini menjadi yang paling dinamis dalam katalog mereka.
Kalaupun ada kekurangan, itu adalah rasa penasaran akan apa jadinya Barasuara jika para Bara-biduanita, Asteriska dan Puti Chitara, diberikan porsi yang lebih banyak. Atau bahkan melampaui porsi Iga Massardi. Jadi, kehadiran mereka lebih lengkap sebagai penyanyi di Barasuara, bukan hanya sekedar mengiringi Iga Massardi saja.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Wawancara Eksklusif Atiek CB: Lady Rocker Indonesia yang Gak Betah Tinggal di Amerika
Salah satu legenda hidup rock Indonesia, Atiek CB menggelar sebuah pertunjukan intim bertajuk A Night To Remember for Atiek CB hari Rabu, 11 Desember 2024 di Bloc Bar, M Bloc Space, Jakarta Selatan. …
Lirik Lagu Bunga Maaf The Lantis tentang Penyesalan yang Datang Terlambat
Siapa yang tak kenal The Lantis? Grup musik asal Jakarta ini semakin melejit namanya berkat lagu hit “Lampu Merah”, yang mencapai 67 juta pendengar lebih di Spotify. Kini mereka kembali mencuri perhatian dengan album …