Berlimpah Inspirasi dan ‘Menang’ di Masa Pandemi oleh Pongki Barata
Bertepatan dengan rilis album Rahasia tahun 2016, saya, Pongki Barata bersama keluarga memutuskan untuk pindah ke Bali dan bermukim di sana. Awalnya, kepindahan ini sifatnya masih “dua kaki”. Artinya, saya masih bolak-balik ke Jakarta dan menganggap kepergian ke Bali hanya sekadar “long vacation”. Namun makin lama, saya merasa harus bulat untuk menetap di sana. Alasannya, kondisi istri saya, Sophie Navita, yang waktu itu tengah sakit, ternyata makin membaik setiap berkunjung ke Bali. Singkat cerita, akhirnya kami pindah permanen.
Keputusan ini tentu memerlukan adaptasi tersendiri. Misalnya, saya pada akhirnya mesti mengurangi untuk menerima tawaran pekerjaan ke luar Bali dan hanya pilih-pilih “job” yang dianggap perlu saja. Awalnya memang repot karena harus menolak beberapa tawaran, tetapi lama-lama problem ini teratasi karena klien-klien yang mengajak saya makin tahu bahwa untuk saat ini, saya memang sedang nyaman-nyamannya bermukim dan berkarya di Bali. Untungnya, Bali punya banyak penerbangan ke berbagai tempat sehingga akses bepergian pun, jika diperlukan, terbilang sangat mudah.
“Secara umum, saya orangnya tidak terlalu sulit untuk beradaptasi.”
Secara umum, saya orangnya tidak terlalu sulit untuk beradaptasi. Sejak kecil, saya sudah terbiasa berpindah-pindah tempat karena ikut orangtua. Filosofi yang saya terapkan sederhana saja: lakukan apa yang pas dilakukan pada saat itu. Jika mesti pindah tempat, maka pindah saja, kalau memang sudah seharusnya. Anak-anak saya makin besar. Saat ini kami perlu waktu berkualitas untuk bisa bercengkerama. Bagi saya dan istri, saat ini fokusnya adalah keluarga. Itu saja.
Nah di Bali ini, saya malah jarang manggung. Bahkan saya juga agak membatasi waktu untuk nongkrong di luar atau bertemu teman-teman musisi. Alasannya sederhana, selain saya ingin banyak menghabiskan waktu bersama keluarga, saya juga merasa sangat produktif di Bali ini. Bahkan di masa pandemi, saat tawaran manggung turun drastis, saya justru merilis sejumlah album seperti Season, Blue Trilogy, dan Unreleased.
Saya melabeli diri saya di periode Bali ini sebagai super produktif. Selain tiga album yang disebutkan itu, saya juga membuat materi untuk lima album lainnya yang belum rilis. Lima album yang masing-masingnya terdiri dari minimal delapan lagu ini memiliki lima konsep yang berbeda-beda. Ada yang genre–nya pop, kemudian ada album yang saya banyak memainkan synthesizer, ada juga yang berisi lagu-lagu hard rock 90-an. Untuk yang terakhir ini saya mengajak beberapa musisi seperti Pay, Eet Syachranie, Tomo, Iga Massardi, dan beberapa orang lainnya. Tidak sampai di situ, ada juga dua album lainnya. Ada yang memiliki konsep ballad, yakni remake lagu-lagu saya dengan menggunakan hanya piano dan vokal, sementara satu lagi, saya merekam ulang lagu-lagu yang saya tulis saat menemani istri di Amerika.
“Saya melabeli diri saya di periode Bali ini sebagai super produktif.”
Setelah semua materi tersebut selesai, saya kemudian bingung: bagaimana menangani album-album ini? Kapan merilisnya? Syukurlah seiring berjalannya waktu, saya menemukan pihak-pihak yang tepat untuk mengurus karya-karya tersebut. Semoga dapat segera kita nikmati.
Kata Sophie, saya “menang” di masa pandemi. Mengapa istri saya bisa mengatakan demikian? Bukan hanya karena segala produktivitas tersebut, melainkan juga karena produksi lagu-lagu tersebut sebagian besar saya kerjakan sendiri. Bahkan dengan adanya kanal digital, saya bisa merilis langsung tanpa melalui banyak proses. Saya begitu ketagihan melakukan semuanya dan sudah menjadi semacam kebiasaan yang sukar ditinggalkan. Setiap sore, saya nongkrong di teras rumah dan mencari inspirasi di sana. Jika sudah “dapat”, saya masuk studio dan bisa berlama-lama di sana.
“Bali memang berbeda.”
Bali memang berbeda. Di Jakarta, suasananya adalah untuk bekerja keras, bukan untuk menemukan inspirasi. Di sini, saya banyak mendapat ide, sekaligus punya ketenangan yang cukup untuk mengeksekusinya.
_____
ini adalah tulisan Pongki Barata, musisi asal Jogja yang dikenal sebagai vokalis Jikustik yang kini berkarier sebagai musisi solo dan tergabung di grup bernama The Dance Company.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …