Boenda Chaos, Emak-emak yang Konsisten dengan Identitas Punk!
![](https://pophariini.com/wp-content/uploads/2025/02/COVER-WEB-BOENDA-CHAOS.png)
Sabtu, 1 Februari 2025 di Lebak Bulus, Jakarta Selatan dipenuhi gerombolan anak punk. Mereka hadir dengan dandanan jaket penuh patch dan spike, rambut berdiri, dan sepatu terbaik yang mereka miliki. Hadir di tengah gerombolan itu, seorang emak-emak dari Lampung yang menjadi lineup perhelatan itu sebagai entitas bernama Boenda Chaos.
View this post on Instagram
Ajang silaturahmi anak punk ini diberi nama Punksklopedia #1 “This Scene Is Not For Sale” yang diselenggarakan secara mandiri dan gotong royong oleh kolektif Mendadak Crew dan N-L Records. Sebagaimana gigs punk bawah tanah pada umumnya, acara yang berlangsung di Titik Kumpul Cafe ini menampilkan band yang cukup banyak yaitu The Sabotage, No Label, Gamelanoink, Dottland, Gvsar, Papapank, Dottland, Sukses Lancar Rezeki, Noisy Noise Annoys, Never Get Old, Residiv, Citral, dan ditutup oleh Boenda Chaos.
![](https://pophariini.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG_8365-1024x683.jpg)
Boenda Chaos menghajar panggung Punksklopedia #1 di Titik Temu, Lebak Bulus pada 1 Februari 2025 / Dok. Heru Erlangga
Dialah Nenshit R. Seorang emak-emak rebel yang tampil sebagai guest star dalam hajatan malam itu. Wujudnya garang dengan kerudung yang dibaluti bandana dan topi snapback; jaket vest yang dipenuhi spike, emblem, dan coretan tangan; serta sepatu docmart mengkilap warna merah. Wanita berkacamata ini hadir bersama suami dan additional player yang semuanya dari Lampung. Boenda Chaos sebetulnya adalah duo antara Nenshit R. dan Nanda Poem. Namun pada pertunjukan ini Nanda berhalangan hadir.
Dengan dialek Jawa, Nenshit menceritakan perjalanan ngepunk kali ini. Mereka mengendarai Kijang Kapsul berangkat H-1 acara dari kediaman mereka di Metro Lampung, lalu menyeberangi Selat Sunda, hingga sampai di Jakarta. Tidak ada keluhan selama perjalanan. Nenshit hanya menyayangkan harga tiket kapal dari Merak-Bakauheni yang kenaikannya cukup lumayan.
Menjelang tengah malam, Boenda Chaos melakukan aksi setelah band kawakan asal Jakarta, The Sabotage. Di pertunjukan ini, formasi Boenda Chaos adalah Nenshit sebagai pemain bass dan vokal, gitaris bernama Aldi Wijaya, dan Vicky pada posisi drum. Mereka tampil padat selama 20 menit dengan memainkan lagu-lagu sendiri. Enam lagu yang dimainkan “Lampung City Punk Rocker”, “Sempit”, “This Is Nothing”, “Genocide”, “Mabok Seret”, dan single yang viral beberapa waktu lalu yaitu “Jago Kandang”.
Boenda Chaos memainkan musik punk rock yang nyerempet hardcore. Meski ada kendala di menit-menit awal pertunjukan, mereka bisa membayar tuntas di menit-menit selanjutnya. Para penonton pun langsung berpogo liar saat Boenda Chaos mengokupasi panggung. Irama musik cepat dan para penonton yang telah mengonsumsi substansi telah membuat kafe itu menjadi gaduh. Nenshit tidak banyak bicara selama manggung. Dia hanya sedikit berorasi saat memainkan lagu Genocide. “Semoga perang cepat selesai bukan hanya gencatan senjata,” ucapnya disambut tepuk tangan penonton.
![](https://pophariini.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG_8350-1024x683.jpg)
Penonton berpogo liar saat Boenda Chaos mengokupasi panggung / Dok. Heru Erlangga
Selepas pertunjukan, mereka membereskan alat sendiri. Namanya juga gigs punk, tentu band tidak menggunakan kru panggung untuk menata pertunjukan itu. Rombongan dari Metro Lampung ini pun langsung naik ke lantai 2 kafe yang dijadikan backstage oleh panitia. Mereka menyantap nasi goreng yang telah disediakan panitia untuk para penampil.
Nenshit memang bukanlah orang baru dalam skena street-punk. Boenda Chaos adalah band yang didirikannya sejak 1999 bersama teman-teman SMA-nya di Bogor. Nenshit saat itu memang cukup aktif di skena street-punk Bogor karena sering menghadiri gigs-gigs bawah tanah. Nenshit menceritakan, bahkan saat itu ia juga ikut nyetrit ke luar kota untuk menonton dan bermain musik.
Sejak awal, Nenshit cs memang ingin membuat band yang seluruh personelnya merupakan perempuan. Namun dikarenakan terkendala banyak hal, band ini pun sempat berada di antara ada dan tiada. Setelah merampungkan SMA, Nenshit melanjutkan kuliah dan akhirnya pulang ke kampung halamannya di Lampung. Hal tersebut pula yang membuat band ini menjadi mandek. Nama Boenda Chaos dipilih karena band diisi para perempuan dan memainkan musik punk maka diberi imbuhan chaos.
“Sempat berhenti 9 tahun, terus ada teman dari Serang, sama ada satu teman lagi juga dari Lampung namanya Nanda ngajakin yuk kita ngeband lagi. Ngeband apa nih namanya? Boenda Chaos aja. Lah itu band gue. Jadi ya sudah Boenda Chaos itu dilanjutin lagi dengan personel yang beda dari personel awal,” ujarnya.
![](https://pophariini.com/wp-content/uploads/2025/02/IMG_8160-1024x683.jpg)
Nenshit R nongkrong bersama perempuan-perempuan skena punk Jakarta / Dok. Heru Erlangga
Boenda Chaos saat itu berjalan dengan formasi Nanda Poem di gitar dan vokal, Rien Nexa di rhythm, dan Nenshit pada bas dan vokal. Untuk posisi drum, mereka mengajak siapa saja yang bisa. Mereka saat itu menjadi semangat latihan dan sempat beberapa kali manggung. Tapi nasib kurang baik kembali menimpa. Pada 2017 gitaris mereka Rien Nexa meninggal dunia.
Muncul kebimbangan untuk melanjutkan band ini atau tidak. Sepeninggal Rien Nexa, sempat gonta-ganti personel. Bergonta-gantinya personel dikarenakan jauhnya jarak hingga masalah kenakalan remaja. Namun atas kecintaan pada musik dan penghormatan kepada almarhum Rien Nexa, Boenda Chaos dilanjut oleh Nenshit R dan Nanda Poem.
Sebetulnya untuk pertunjukan di Jakarta itu, mereka berniat mengajak Nanda. Namun dikarenakan terkendala pekerjaan dan keluarga, mereka jadi merekrut pemain tambahan.
Nenshit mengungkapkan lagu-lagu Boenda Chaos bercerita tentang sesuatu yang suka diomongin orang. Seperti emak-emak lagi nongkrong membahas sesuatu. Lagu-lagu yang disampaikan, mereka mencoba untuk jujur dan tidak dibuat-buat. Termasuk lagu viral “Jago Kandang” yang dirilis bertepatan Hari Ibu 22 Desember 2024 oleh SPRG Records.
“Untuk lagu ‘Jago Kandang’, di lingkungan pasti ada aja yang merasa dia paling lama di situ. Ingin dituakan di situ. Jadi dia merasa daerah itu menjadi daerahnya dan menindas yang lain. Tapi ketika ketemu dengan orang di luar menjadi kicep. Kurang lebih seperti itulah kondisi di Lampung yang mungkin juga di kota-kota lain,” ucapnya.
Mengenai lagu “Lampung City Punk Rockers”, Nenshit bercerita bahwa kondisi punk di Lampung sering memanfaatkan kesangaran punk untuk hidup seenaknya sendiri. Banyak anak punk di Lampung menjadi suka mabuk-mabukan hingga berbuat kriminal. Dalam lagu ini mereka mencoba untuk mengingatkan kepada punk yang lain untuk hidup lebih berguna dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Boenda Chaos juga mempunyai lagu soal perempuan dengan judul “Why Bitch”. Dalam lagu ini, diceritakan Nenshit, ia menyayangkan realita perempuan-perempuan yang masuk dalam skena hanya untuk menjadi pacar lalu putus pacaran dengan yang lain. Di lagu tersebut, Boenda Chaos berusaha menyampaikan pesan banyak yang bisa dilakukan oleh perempuan daripada harus menjual diri. “Jangan mentang-mentang jual diri uangnya banyak tapi melakukan sesuatu yang sebetulnya merugikan diri sendiri,” tambahnya.
Cukup mengagumkan memang bisa menyaksikan band street punk yang digawangi oleh personel perempuan. Di skena yang kerap dipenuhi oleh anak-anak punk jalanan ini memang jarang mempunyai penampil perempuan. Penampilan Boenda Chaos dengan segala keunikannya memang menjadi pembeda di antara yang lain, yang terkesan begitu-gitu saja. Ditanya mengenai siapa band yang paling mereka suka, jawaban The Casualties rasanya adalah panutan yang tepat.
Semangat dan konsistensi Nenshit R dan Nanda Poem dalam skena punk perempuan memang patut untuk diberi hormat. Mereka tetap terus menjadi punk meskipun dapur rumah menuntut Nenshit untuk membuka toko plastik dan bahan kue lalu Nanda menjadi buruh pabrik. Kesibukan menjadi ibu rumah tangga tidak membuat mereka melepas jaket punk yang mereka cintai selama bertahun-tahun. Boenda Chaos seperti memaknai keos untuk menyuarakan kondisi sosial masyarakat yang tidak baik-baik saja. Sesuatu yang sepertinya tidak biasa disuarakan oleh para Bunda-bunda kebanyakan di negeri ini.
![](https://pophariini.com/wp-content/uploads/2024/08/WhatsApp-Image-2023-07-27-at-17.57.09.jpg)
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
6 Pertanyaan untuk 6 Kolektif DJ di Pulau Sumatra
Pophariini kembali melanjutkan pengumpulan kolektif DJ di berbagai pulau di Indonesia yang kali ini mencari tau kolektif-kolektif yang ada di pulau Sumatra. Tidak hanya kota-kota besar seperti Jakarta dan Bali, musik elektronik semakin berkembang …
Bingar. Asal Bekasi Siap Menggema Lewat Single Belum Tentu Sampai
Band rock yang mengusung nuansa anthemic rock asal Bekasi, Bingar. melepas single perdana bertajuk “Belum Tentu Sampai” (24/01). Bingar. beranggotakan Aji Bondji (vokal), Fiqi Jacub (gitar) Qubil (gitar), INSAP (bas), dan Ichal …