Bogor – Surabaya PP: Catatan Perjalanan Swellow, The Jansen, Texpack, dan Rrag
Minggu (21/04) lalu, empat grup musik asal Bogor yang terdiri dari Swellow, The Jansen, Texpack, dan Rrag, baru saja selesai menuntaskan lawatan mereka ke Kota Pahlawan, Surabaya. Kehadiran mereka bertandang ke kota yang melahirkan libero sekelas Bejo Sugiantoro tersebut, adalah dalam rangka menghadiri undangan dari Moonswimmer, sebuah kolektif cum event organizer mandiri asal Surabaya yang menghelat acara bertajuk “Asal Bunyi: Bogor Jatuh Di Surabaya” di Colors Pub, Gubeng, Surabaya.
“Sebenernya Rudi (Moonswimmer) ngajakin empat band ini buat main di Surabaya dari tahun lalu, cuma kemudian karena kesibukan maisng-masing rencana tersebut nguap gitu aja dan akhirnya baru terlaksana setelah dia ngontak lagi Bule (manajer The Jansen) awal tahun kemarin,” tukas Pramedya Nataprawira, manajer Swellow.
Berangkat melewati jalur darat, tiga band rombongan Bogor, Swellow, Texpack, dan Rrag berangkat hari Sabtu (20/04) menaiki bus high-decker selama 15 jam perjalanan. Secara terpisah, The Jansen berangkat dari Solo, Jawa Tengah, selepas menuntaskan panggung di sebuah festival musik.
“Asal Bunyi tuh kayak mewakili gelombang band dan musisi Bogor yang geliatnya udah mulai kerasa dari tahun 2019”, tutur Pram
“Panggung di Surabaya juga sebenarnya jadi awal sebuah gerakan yang digagas bareng sama anak-anak, namanya Asal Bunyi, makanya di awal nama acaranya keselip frase Asal Bunyi. Itu tuh kayak mewakili gelombang band dan musisi Bogor yang geliatnya udah mulai kerasa dari tahun 2019”, tutur Pram.
Pria yang juga memanajeri grup pop psikadelia, Crayola Eyes, tersebut kemudian menambahkan bahwa frase Asal Bunyi dipilih karena dianggap sesuai dengan ciri sound dan kepribadian anak-anak Bogor yang kerap kali melontarkan lelucon dan gurauan secara spontan.
“Asbun (asal bunyi) aja gitu seringnya anak-anak kalo lagi becanda, entah di bawah maupun di atas panggung, udah gitu gue juga ngerasa bahwa sound dari musik yang mereka hasilkan juga cenderung asal bunyi dalam artian tanpa pretensi,” jelas Pram.
Ketika ditanya mengenai risiko tuduhan menciptakan scene yang eksklusif, tuduhan tersebut merupakan konsekuensi yang tidak dapat terhindarkan, tetapi yakin bahwa movement yang akan berjalan tersebut bersifat organik dan terbuka untuk siapa saja di Bogor.
Asal Bunyi Yang Tidak Asal
Sebagai sebuah movement, Asal Bunyi bersifat terbuka dan dapat digunakan oleh siapapun secara guyub. Pada perkembangannya nanti, Asal Bunyi dapat berwujud macam-macam dan tidak melulu pertunjukan musik. Ragam format yang akan menjadi bagian dari Asal Bunyi dapat berupa publikasi cetak seperti zine, portal informasi, forum diskusi, media sosial, dan lain-lain.
“Tujuan awalnya adalah si Asal Bunyi ini bisa menjalankan peran pengarsipan dari gelombang musik Bogor yang tengah kencang ini, momentum guyubnya pas banget, karena tahun ini ada banyak musisi dan band Bogor yang akan merilis karya, organik aja,” ucap Pram.
Ketika ditanya mengenai risiko tuduhan menciptakan scene yang eksklusif, Pram berpendapat bahwa tuduhan tersebut merupakan konsekuensi yang tidak dapat terhindarkan, tetapi dirinya yakin bahwa movement yang akan berjalan tersebut bersifat organik dan terbuka untuk siapa saja di Bogor.
Sebagai sebuah movement, Asal Bunyi bersifat terbuka dan dapat digunakan oleh siapapun secara guyub. Pada perkembangannya nanti, Asal Bunyi dapat berwujud macam-macam dan tidak melulu pertunjukan musik
“Asal Bunyi tidak terpaku pada garis yang sistematis, gak bakal menutup kemungkinan untuk dibikin apapun oleh siapapun dengan energi yang sama. Bubble-nya udah mulai pecah nih, sekarang semua mata mulai menengok Bogor, jadi memang harus dipayungin,” tukas mantan jurnalis musik Rolling Stone Indonesia ini.
Lenggang Bogor Di Surabaya
Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, rombongan Bogor tiba di venue Colors Pub pada hari Minggu pagi. Di sana, The Jansen dan tim telah sampai lebih dulu. Secara bergantian mereka lalu melakukan persiapan dan pengaturan instrumen musik serta tata suara. Tidur menjadi kegiatan selipan bagi masing-masing awak rombongan di tengah-tengah kegiatan tersebut. Pertunjukan sendiri dijadwalkan untuk dimulai sore hari dengan ikut menampilkan empat band lokal Surabaya sebagai pendamping, seperti Brunobauer, Cotswlod, The People Of The Sun, dan Egon Spengler. Sembari menunggu acara dimulai, rombongan menyempatkan untuk melakukan kegiatan yang ditunggu selain manggung, kulineran!
Pukul 4 lebih, akhirnya gelaran “Asal Bunyi: Bogor Jatuh Di Surabaya” dimulai. Grup emo infused indierock, Brunobauer didaulat menjadi pembuka. Setelahnya, Rrag menjadi band pertama dari kontingen Bogor yang menjajal panggung Colors Pub. Penonton telihat mulai padat ketika Rrag mulai memainkan set-nya. Berturut-turut nomor-nomor seperti “Rumah Hantu”, “Bayang”, sampai dengan “Terjebak Gusar” dilumat habis oleh koor penonton.
Grup emo infused indierock, Brunobauer didaulat menjadi pembuka. Setelahnya, Rrag menjadi band pertama dari kontingen Bogor yang menjajal panggung Colors Pub. Penonton telihat mulai padat ketika Rrag mulai memainkan set-nya
“Gue kaget sih, biasanya kalo di Jabodetabek, penonton tuh baru mulai nyanyi bareng di tiga lagu terakhir, tapi di sini mereka nyanyi dari awal sampai akhir, menyenangkan banget,” tukas Acil, gitaris dan vokalis Rrag.
The People Of The Sun kemudian mengambil alih panggung, band yang sempat menyambangi Bogor dalam gelaran turnya akhir tahun 2023 lalu menjadi grup Surabaya kedua yang tampil di “Asal Bunyi: Bogor Jatuh Di Surabaya”. Kwartet indierock Texpack melanjutkan dengan “Perfect Buzz” sebagai pembuka. Pada penampilannya kali ini, Texpack dibantu oleh Nadhif Ardana, gitaris/vokalis grup electro-pop Southpulse. Texpack turut membawakan lagu baru berjudul “Zirah 2” yang akan termaktub di album terbaru mereka. Selepas Texpack, Cotswolds mendinginkan panggung dengan repertoar post-punk milik mereka.
Swellow, The Jansen, dan band tuan rumah Egon Spengler, berturut-turut mengambi alih panggung dan kembali memanaskan Colors Pub yang telah cukup terasa panas. Singalong dan crowd surfing pun tak terelakkan. Energi dari dua grup asal Bogor yang album terbarunya banyak mendapat ulasan positif dari berbagai media dan pendengar musik ini laksana bensin yang terus membakar semangat penonton.
Malam itu, Surabaya yang panas terasa hangat. Semua senang dan lepas. Senyum sumringah tersungging dari wajah-wajah penuh peluh. Mereka bertukar rasa dan berbagi energi yang sama. Bogor masih 15 jam lebih dari Surabaya, tapi semua terasa dekat dan lega
“Pas Swellow main gue sempet nyium Wak Idam (gitaris Swellow, red) sampe dia salting sendiri, hahahaha” tukas Acil. Sewaktu Swellow main, hampir semua penampil “Asal Bunyi: Bogor Jatuh Di Surabaya” ikut berjejal bersama penonton, stage diving hingga mengambil alih mikrofon Bayu.
“Gue sampe handstand di atas monitor gitu, hahaha” celetuk Acil yang di setiap panggung Rrag selalu menyelipkan kelakar dan act out yang sedikit aneh.
Menurut Acil, “Asal Bunyi: Bogor Jatuh Di Surabaya” merupakan salah satu panggung Rrag yang amat berkesan dan terasa emosional. Inisiatif Asal Bunyi juga mengingatkan dirinya terhadap Fffest yang sempat diselenggarakan dua kali di Jakarta dan berisi band-band Bogor.
“Wili (drummer Rrag, red) sampai nangis, gue kaget dan ngira dia kenapa-napa, ternyata karena senang bisa main bareng sama barudak sampe sejauh ini, nangisnya yang sesenggukan gitu, gila sih,” jelas Acil.
Denol, gitaris additional Swellow merangkap penata suara juga merasakan animo keriaan yang sama. “Gue baru nyangka pas mau beres sih, gila, ini kan band-band yang produksi karyanya pernah gw tanganin, semua bisa sepanggung bareng di luar kota, rasanya surreal,” cetus Denol.
Malam itu, Surabaya yang panas terasa hangat. Semua senang dan lepas. Senyum sumringah tersungging dari wajah-wajah penuh peluh. Mereka bertukar rasa dan berbagi energi yang sama. Bogor masih 15 jam lebih dari Surabaya, tapi semua terasa dekat dan lega. Ratusan kilometer yang ditempuh terasa sepadan, lelah terbayar tuntas, lunas. Asal Bunyi terdengar merdu di Surabaya.
“Juni nanti kita akan bikin sesuatu lagi lanjutan Asal Bunyi,” tutup Pram dengan nada bungah di ujung sambungan telepon.
“Tunggu aja,” tegasnya.
Semua Foto Oleh: Rendyka Widya(@rendyka)
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Menengok Gegap Gempita Ekosistem Musik ‘Pinggiran’ di Kulon Progo
Pinggiran, pelosok, dan jauh, sepertinya tiga kata itu mewakili Kulon Progo. Biasanya, diksi-diksi tersebut muncul dari orang-orang yang tinggal di pusat kota, pokoknya yang banyak gedung-gedung dan keramaian. Diakui atau tidak, Kulon Progo memang …
Perspektif Pekerja Seni di Single Kolaborasi Laze, A. Nayaka, dan K3bi
“Rela Pergi” menjadi single kolaborasi perdana antara Laze, A. Nayaka, dan K3bi via Sandpaper Records (29/11). Tertulis dalam siaran pers bahwa proyek yang diinisiasi sejak pertengahan 2024—usai Laze merilis DIGDAYA dan sebelum …