Cara Sheila On 7 : “Sekarang Kami Harus Lebih Bijak Mengeluarkan Kreativitas”

Feb 10, 2018

foto: dok. Sheila on 7

Sejauh mana status sebagai band independen berpengaruh dalam proses kreatif?

Adam: Sebenarnya secara prinsip nggak ada yang berbeda. Waktu di label kita nggak pernah diatur, nggak pernah disuruh bikin lagu kayak begini atau kayak begitu. Lebih ke partnership. Aku duwe karya wis kowe dolen (kami punya karya, sudah kalian yang jual). Peran label paling memilih lagu-lagu yang masuk oleh pak Jan Djuhana waktu itu. Proses kreatif di band juga sama. Siapa yang punya lagu, dia kasih kisi-kisi aransemen, setelah itu masuk studio, direkam. Yang kita mulai adalah coba pakai music director. Dulu itu blong-blongan, kita sendiri yang jadi music director. Sekarang kita melibatkan seorang musisi yang menurut kita layak dalam arti mengikuti perkembangan musik Sheila On 7. Kita ingin ada perspektif lain dari luar untuk melihat musik Sheila On seperti apa.

Eross: Sekarang ada music director kerja kami lebih ringan dan santai. Yang beda adalah pemasarannya karena dilakukan oleh label kami sendiri

Tomo: Rekaman musiknya sehari selesai, vokalnya juga sehari selesai. Tapi ngepaske (menyesuaikan) jadwal rekaman sama jadwal mereka manggung itu yang lama (tertawa)

Apa saja referensi yang Sheila On 7 berikan untuk Tomo dan Tama sebagai music director ?

Eross: Awalnya dari “Why Can’t This Be Love-nya Van Hallen”, aku pertama kali rekam di keyboard. Ini versi lebih organik dari yang kalian dengar di “Film Favorit”. Gambaran awalku untuk ngasih tremolo dan arpeggio dalam satu nada itu aku dapat di Van Hallen. Mungkin karena Tomo referensi teknologinya lebih ke teknik rekaman sekarang, keluarnya jadi kayak “Madness”-nya Muse. Menghasilkan sound seperti Van Hallen untuk sekarang jelas nggak mungkin.

Tomo: Sebagai music director kita harus bisa bedakan antara selera dengan referensi yang diberikan. Saya suka Guns N Roses tapi saya harus melihat kebutuhan lagunya seperti apa. Saya berusaha untuk tidak memaksakan idealisme dengan melihat apa yang sudah mereka punya terlebih dahulu, lalu mengembangkannya. Selain Van Hallen, Eross juga ngasih arahan referensi string seperti part string-nya lagu-lagu Oasis. Juga ambience musik rock zaman sekarang. Mereka juga tidak seratus persen pasrah ke music director. Saya dan Tama memposisikan sebagai mitra untuk brainstrorming

 

____

1
2
3
4
Penulis
Fakhri Zakaria
Penulis lepas. Baru saja menulis dan merilis buku berjudul LOKANANTA, tentang kiprah label dan studio rekaman legendaris milik pemerintah Republik Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sehari-hari mengisi waktu luang dengan menjadi pegawai negeri sipil dan mengumpulkan serta menulis album-album musik pop Indonesia di blognya http://masjaki.com/

Eksplor konten lain Pophariini

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …