Catatan Kecil Launching Videoklip Navicula “Kembali Ke Akar”.

Jun 14, 2022

Ada yang menarik dari perayaan peluncuran videoklip “Kembali Ke Akar” dari Navicula di Renoma Café kemaren. Ini bukan soal video “Kembali Ke Akar” yang untuk saat ini telah mendobrak konsep dan komposisi estetika visual melampaui video-video yang selama ini dibuat band ini sebelumnya. Juga bukan soal penampilan terbaik mereka dalam membawakan kembali “Kembali Ke Akar” di atas panggung tanpa sedikitpun mengurangi kekuatan konsep dan greget estetik sebagaimana di videoklipnya. Hal yang  menarik malam itu justru tentang line-up band lain yang turut tampil dengan performa maksimal sehingga membuat malam itu tak hanya berhasil ‘kembali ke akar’ tapi juga memperkuatnya demi masa depan skena musik Bali yang lebih becik.

Selain Made Mawut yang memang lebih dulu sering mengisi hajatan yang dibuat oleh Navicula, nama White Swan dan Rollfast muncul sebagai band yang turut berpesta pada perayaan peluncuran video klip “Kembali Ke Akar” malam itu. Memang jika dilihat dari beberapa hajatan sebelumnya, Navicula mulai sering menggandeng band-band muda dan gelombang baru skena Bali untuk ikut memanaskan panggung bersama Navicula. Selain tiga tadi sebut saja nama-nama band seperti Manja, Soulfood, Matilda, Modjorido, The Bardogs, Roaddish, dan lainnya secara bergantian telah berbagi keringat menemani Navicula dalam rangkaian gigs Home Sweet Home Tour 2021-2022 di beberapa tempat di Bali. Dari sana, para fans yang datang ke setiap gigs Home Sweet Home Tour pada akhirnya tidak hanya disuguhi oleh ledakan langsung dari Navicula tapi juga diberikan bocoran bubuk mesiu dari bom waktu gelombang baru skena Bali yang akan meledak di tahun-tahun berikutnya.

Navicula / foto oleh @ayyiex / Navicula Official

Malam itu beberapa orang telah berdatangan ke Renoma Café bahkan sebelum penampilan musik dimulai. Siapa sangka, di antara deretan penjual tanaman yang mulai berdampingan dengan café-café kekinian di seputaran Jalan Hayam Wuruk Denpasar, telah berdiri panggung musik megah yang akan menjadi panggung navicula untuk mengajak semua orang kembali ke akar.

Sekitar jam 8 malam, Dadang SH Pranoto naik ke atas panggung. Malam itu Dadang terlihat mencoba berperan menjadi gitaris Navicula sekaligus merangkap MC yang baik—ini menunjukkan kalau malam itu Dadang tidak sedang berusaha menjadi rockstar tetapi juga serius terlibat mengurus konser ini bahkan sampai ke hal-hal teknisnya.

Begitu Dadang turun panggung, acara malam itu bergulir dengan nyaman dan bergelora. Made Mawut langsung memetik gitar untuk memasak nada menyajikan musik delta blues tradisional kepada mereka yang sudah datang di venue. Para rocker Muda, White Swan menghajar panggung, langsung menarik orang-orang untuk merapat ke depan panggung. Penampilan enerjik White Swan di atas panggung dibakar lagi oleh mereka yang tidak akan puas jika hanya mengangguk-angguk di depan panggung sambil bernyanyi bersama di beberapa reff lagu mereka. 

Navicula / foto oleh @ayyiex / Navicula Official

Penonton makin merangsek ke depan saat Rollfast naik panggung. Penampilan Rollfast berhasil mengkondisikan alur penonton yang awalnya cenderung meratapi panggung untuk mencerna suguhan eksperimen bebunyian yang disajikan sebagai menu pembuka, berubah menjadi sedikit kesetanan saat menyantap hidangan utama lagu-lagu lama yang dikemas oleh Rollfast dengan lebih progresif. 

Tak banyak memberikan jeda untuk sekedar duduk mengistirahatkan kaki, Navicula segera menggeber sound di panggung membuat orang-orang kembali beranjak dan berkerumun memenuhi semua ruang yang ada di depan panggung. Navicula yang punya hajatan jelas tak mau memberi ampun. Beberapa lagu lama yang menjadi andalan, diselingi beberapa single terbaru yang menghajar telinga orang-orang yang hadir malam itu.

Penampilan Navicula dengan Barong dan penari / foto oleh Navicula / foto oleh @ayyiex / Navicula Official

Penampilan mereka makin atraktif saat “Dinasti Matahari” dimainkan, sekee gamelan yang membawa tabuh ikut naik ke atas panggung disusul dengan hadirnya barong di tengah kerumunan penonton yang berjingkrak dan mengangguk-angguk di depan panggung. Tak lama setelahnya, video klip “Kembali Ke Akar” diputar perdana secara luring memberi kesan tersendiri bagi orang-orang yang hadir saat itu. Video klip ini mampu mendobrak konsep dan komposisi estetika visual melampaui video-video yang selama ini dibuat oleh Navicula sebelumnya. Video klip “Kembali Ke Akar” bahkan lebih berani daripada video “Dinasti Matahari” yang baru kemaren dirilis oleh Navicula. 

Gede Robi dengan penari | foto oleh @ayyiex / Navicula Official

Pranita Dewi, assistant director penggarapan video klip ini mengatakan kalau video ini memberikan tantangan baru bagi semua pihak yang terlibat dalam proses produksinya. Tidak hanya kuat di konsep, secara teknis penggarapan video ini juga membutuhkan beberapa terobosan teknik baru. Koreografi disiapkan secara serius dengan mengikuti tempo lagu secara keseluruhan. “Dengan kerja keras yang telah dilakukan, kami puas melihat video klip ini”, ungkapnya. 

Dadang ‘Dankie’ Pranoto | foto oleh @ayyiex / Navicula Official

Untuk menyusun koreografi yang tepat, sepertinya tim produksi harus mempelajari lebih dulu lagu “Kembali Ke Akar” secara utuh termasuk sampai pada tempo terkecil yang ada pada lagu agar tidak ada bagian penting yang terlewat. Dalam video klip tersebut, setiap gerakan tarian dan gestur terkecil dari para pengisi video klip ini mampu membuat visualisasi lagu “Kembali Ke Akar” menyatu dengan kekuatan substansi yang ingin disampaikan oleh lagu tersebut. Meski dengan bobot pesan yang serupa, video klip Kembali Ke Akar justru terasa lebih renyah daripada video klip “Dinasti Matahari”.

Palel Atmoko | foto oleh @ayyiex / Navicula Official

Dalam kesempatannya yang lain, Robi Navicula mengatakan kalau single “Kembali ke Akar” menjadi ajakan kepada orang-orang untuk mengingat kembali siapa identitas mereka, asal usul mereka juga pengingat untuk menjaga tradisi. Apa yang sudah diwariskan oleh para pendahulu agar bisa dimaknai, dimanfaatkan, dan dibuat relevan untuk zaman sekarang. Dalam konteks dinamika skena dan ekosistem kreatif di Bali, “Kembali Ke Akar” dapat juga dimaknai oleh Navicula sebagai pengingat mengenai darimana mereka berasal. “Bali ini kan skena musik juga. Jadi ya memang Navicula bergerak di komunitas. Dari dulu, dari sejak awal berdiri tahun ’96 kita tumbuh di komunitas, besar di komunitas. Tanpa komunitas, Navicula ya nggak bisa kayak sekarang. Jadi ya selain main musik, memang tanggung jawabnya kita juga untuk menjaga skena. Regenerasi”, kata Robi.

Krishnanda Adipurba | foto oleh @ayyiex / Navicula Official

Secara praktik, acara perayaan peluncuran video klip “Kembali Ke Akar” malam itu juga menjadi salah satu ruang bagi Navicula untuk berbagi panggung bersama band-band muda gelombang baru skena musik di Bali. Ini sejalan dengan apa yang telah mereka lakukan sebelumnya melalui Home Sweet Home Tour 2021-2022 yang melibatkan beberapa band Bali lainnya untuk ikut tampil bersama. Sudah saatnya, ketika membicarakan skena musik di Bali, orang-orang tidak hanya berbicara tentang Superman Is Dead dan Navicul, atau tidak cukup Dialog Dini Hari, Nosstress, dan The Hydrant. Seperti kata Dadang, “Selain band-band Bali yang saat ini telah dikenal di kancah musik nasional, sebenarnya ada banyak band-band lain di Bali yang juga punya potensi besar. Band-band ini akan berperan dalam regenerasi skena musik Bali selanjutnya”. 

Dankie dan Robi | foto oleh @ayyiex / Navicula Official

Ruang-ruang apresiasi dan kesempatan yang sama bagi gelombang baru skena Bali harus terus dibangun lengkap dengan segala perangkat penopangnya sehingga skena musik dapat berjalan sebagai sebuah ekosistem kreatif yang baik. Ada begitu banyak musisi Bali yang cukup matang secara estetika, juga para pelaku skena yang punya dedikasi tinggi untuk kemajuan komunitasnya. Band-band ini harus terus didukung, begitu juga dengan para pelaku di belakang panggung musik yang terus bergerak dari balik layar skena. Musisi, Venue, Manajer dan Crew Band, Pembuat Acara, Panitia, Soundman dan Tim Produksi, Tim Dokumentasi, Jurnalis Musik, Penjaga Lapak Merchandise, dan lainnya termasuk para suporter band, semua harus kembali ke akar untuk kemudian memperkuat demi skena musik Bali yang terus bertumbuh dengan baik.

_________

Reportase oleh Gilang Propagila

Pegiat sosial dan komunitas, sekaligus juru kampanye lingkungan hidup di salah satu LSM di Bali. Pengarsip zine dan hal-hal yang berkaitan dengan subkultur Hardcore Punk.

Eksplor konten lain Pophariini

Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024

Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …

Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar

Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini.  …