cellosux – DOWN IN THE DUMPS
cellosux nama yang beberapa kali disebut teman saya, Rasyiqa dalam percakapan teks. Rasyiqa merupakan salah satu musisi yang juga disebut Marcello Laksono, nama asli cellosux, di sebuah unggahan Instagram yang berisi informasi mengenai album penuh perdananya ini.
Empat tahun berlalu dari awal kemunculan Cello, panggilan akrabnya, dengan single perdana “On My Mind” serta materi lain termasuk proyek kolaborasinya bareng REKAMP. di mini album It’s Not So Sunny. Akhirnya, saya memutuskan untuk menyimak DOWN IN THE DUMPS yang dirilis pertengahan Juni 2022.
Saya selalu tertarik dengan album penuh yang bisa didengarkan lama seperti album ini, berisi total empat belas lagu dan perlu waktu sekitar 50 menit untuk menikmatinya secara utuh. Beberapa kali saya putar di kamar tidur, tidak membuat waktu terasa hampa dan berjalan sebentar.
Lagu “2010 Garage Band Days” hadir sebagai pembuka. Jika 2010 yang dimaksud adalah tahun perkenalannya dengan studio pembuatan musik, GarageBand. Maka, saat itu usianya masih 13 tahun. Ia seperti menjelaskan bagaimana situasi dirinya, yang sempat dilanda banyak keraguan di lagu ini.
Kamar tidur selalu menjadi ruang persembunyian yang jujur. Banyak pertanyaan yang bergentayangan di pikiran anak manusia saat berada di sana. Cello pun mencurahkan perasaan dari kamarnya di lagu kedua “Alone Again”. Bahkan tak hanya melalui lirik lagu yang tertulis. Saat menyanyikan, “My clock keeps ticking but one day feels like two”. Ia menyelipkan langsung suara jam dinding agar percis menggambarkan wujud sebuah ruangan.
Distorsi gitar semakin jelas di lagu ketiga “Guitar Hero Type Beat” yang diakhiri dengan pernyataan lirik yang menohok pula, “Check one, check two. Life sucks. I’m Doomed”. Namun, entah apa pertimbangan Cello menyelipkan lagu singkat 20 detik setelahnya dalam judul “idk how I feel about this”.
Ternyata dua puluh detik yang berharga sebagai penghantar lagu kelimanya, “Casablanca”. Raungan gitar ditambah lagi. Saya langsung mengira The Strokes telah menggetayangi hidupnya. Namun, Cello yang selalu mengandalkan gitar listrik bernyanyi cukup santai di lagu selanjutnya “Cold Showers”.
Memasuki setengah perjalanan album. Tepatnya lagu ketujuh “Kill Your Ego”. Cello kembali bersemangat membawa aransemen musik yang ramai untuk mendukung alam pikirannya. Terjebak di pikiran sendiri itu menyebalkan. Jalan keluar yang paling adil berani mengatakannya.
“You’re stuck in a loop bro. Go get a grip on reality. This might be a new low. Don’t let your life be a tragedy. Stop lying to yourself. Oh you know how it feels. To lose all of your friends to your trends. You’re left with nothing again. You’re running circles again,” nyanyi Cello di lagu “Kill Your Ego”.
Kamar tidur kembali meredup di lagu kedelapan, “Sometimes”. Cello membicarakan cinta di lagu tersebut. Tak tahan dengan irama yang pelan, ia melanjutkan album dengan ketukan cepat di lagu “Time”. Ibarat tengah berkendara ke puncak, melewati jalan berliku, naik dan turun. Tiba-tiba iramanya mereda lagi di lagu “Beebop”. Begitu pula untuk lagu kesebelasnya, “Waiting” yang asyik menemani kala bersantai.
Album ini ditulis Cello bagi dirinya sendiri saat ia masih remaja berada di suatu tempat. Ketika Cello merasa takut dengan apapun yang terjadi di masa mendatang. Tidak mengenal usia bagi seseorang untuk mengaku dirinya pecundang. Tidak pernah ada kata terlambat pula membenahi segalanya. Seperti pesan dari suara wanita di nomor tiga terakhir berjudul “Loser” yang menyemangati.
Sepuluh tahun berlalu dari era GarageBand. Cello yang mungkin sudah beralih ke Logic Pro menandai perkembangan bermusiknya lewat judul “2020 Logic Pro Days”. Album ditutup dengan “Down In The Dumps” yang membicarakan tentang segala kemungkinan dan ia meyakinkan diri untuk melanjutkan kariernya.
Menariknya, Hindia dengan album Menari Dengan Bayangan yang tidak memiliki genre musik yang sama dengan Cellosux ternyata menjadi alasannya untuk mulai menuliskan album penuh ini. Ia merasa kalau Baskara bisa melakukan, kenapa dirinya tidak dan terbukti lah.
Ketakutan yang dirasakan Cellosux selama remaja dibayar tunai dengan rilisnya sang album. Di usia 25 tahun sekarang, ia berhasil menumpahkan ingatan-ingatannya. Tinggal kemudian apakah album ini bisa mendapatkan banyak perhatian apa tidak. Berharap pembuktian musikalitasnya masih terus ada kelanjutan.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …