Eksklusif Diskoria: 10 Tahun Karier, Gak Gitu-gitu Aja

Di usia ke-10 tahun, Diskoria akhirnya resmi menghadirkan album penuh perdana dalam tajuk INTONESIA tanggal 11 April 2025. Pophariini berkesempatan untuk bertemu dengan para personel di sebuah studio di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan (14/05) untuk membicarakan formasi terkini hingga harapan dari perilisan sang album.
View this post on Instagram
Pada momen itu, Diskoria yang kini beranggotakan Merdi Simanjuntak, Daiva Prayudi, Rayi Raditia, dan Pandji Dharma menyambut dengan hangat dan wawancara langsung dimulai.
Tentu kami langsung bertanya tentang hal yang sangat jelas, saat album INTONESIA dirilis Fadli Aat sudah tidak lagi menjadi bagian dari Diskoria. Merdi menjelaskan kalau Aat mengundurkan diri karena alasan pribadi.
Ia melanjutkan bahwa dalam evolusinya, Diskoria yang terbentuk tahun 2015 sudah melalui banyak fase. Mulai dari DJ yang memainkan lagu-lagu Indonesia, membawakan lagu sendiri, sampai sekarang ini menjadi sebuah band dengan gabungnya Rayi dan Pandji.
“Jadi mungkin along the way, namanya ngeband. Ada ketidakcocokan dan perbedaan visi juga dalam evolusi dan perjalanan selama 10 tahun ini. Akhirnya dia memutuskan mundur, di situ juga kami menahbiskan personel yang sebenarnya udah ada dari tahun lalu, yaitu Rayi dan Pandji,” kata Merdi.
Seperti yang sudah diceritakan Merdi, format terbaru Diskoria ini sudah mulai berjalan sejak tahun lalu. Pertunjukan pertama mereka dengan format ini adalah saat Festival Alur Bunyi di GoetheHaus tahun 2024 lalu.
“Karena di tahun sebelumnya Diskoria perform dengan format DJ Set, jadi ketika ditawarin lagi, kami coba memikirkan konsep baru dan kami mengadaptasi gaya electronic live set gitu, agak-agak kayak Kraftwerk, menggunakan sampler, sequencer, synthesizer, bas, drum machine, dan vokalnya pakai vocoder biar kayak Daft Punk,” ujar Merdi.
Poin menarik dari album INTONESIA adalah kehadiran banyaknya kolaborator di lagu-lagunya. Sebut saja Eva Celia, Laleilmanino, Andien, Dea Barandana, Danilla, sampai Najwa Shihab yang masing-masing mengisi satu lagu dalam album.
Simak wawancara eksklusif kami bersama Diskoria lebih lanjut di bawah ini.
Apa yang menjadi pertimbangan kalian baru merilis album penuh perdana di usia satu dekade?
Merdi: Sebenarnya gak ada dirancang pas usia 10 tahun. Ketika kami udah rilis berbagai single, tetap ada kerinduan pengin punya album. Proses penggarapan albumnya memang panjang. Ketika akhirnya materi siap, kami baru lihat pas banget menjelang 10 tahun. Materinya siap di akhir tahun 2024, sekalian aja kami rilis di tahun 2025 menandai 10 tahun perjalanan Diskoria. Karena kami berangkat dari DJ, kami bukan total musisi profesional. Jadi ketika menggarap album secara terpisah pun banyak kepotong kerjaan dan urusan personal.
Daiva: Banyak pariwaranya juga. Total ngerjainnya 3 tahun dari mulai sampai beres.
Ceritakan tentang proses pembuatan album INTONESIA yang menarik dan tak terlupakan!
Merdi: Kalau gue mungkin jadi ada cerita karena (prosesnya) gak segampang yang gue bayangin gitu. Lagu yang gue siapin mungkin totalnya ada 6, tapi akhirnya 2 gak kepakai karena satu dan lain hal. Proses kolaborasinya juga gak terduga. Gue tuh lebih kayak ketika lagunya udah jadi, tapi akhirnya ada yang gak kepakai terus harus bangun lagi dari 0. Tiba-tiba kolaboratornya saat itu gak langsung bisa. Jadi gak segampang saat bikin single yang langsung duduk sama produser. Kalau bikin album banyak banget aja cerita yang belum pernah gue alami sebelumnya. Ya kayak lo ngeband kan, pas lagu udah jadi ada aja personel-personel yang BM (banyak mau) kayak, “Aduh ini kayaknya gitarnya harus gue ganti deh.” Nah, ini mungkin bukan aransemen tapi faktor eksternal yang membuat gue harus membatalkan lagu yang udah jadi, terpaksa harus disimpan dulu, terus harus bangun lagi dari 0. Hal-hal itu yang belum pernah gue alamin sebelumnya.
Daiva: Kalau dari gue banyak banget, cuma yang paling bikin lega adalah akhirnya Mbak Nana mau ikutan sih. Iyalah, seorang Najwa Shihab gitu, apalah kami [tertawa]. Itu sih, maksudnya, buat nyari kontaknya aja susah.
Gimana tuh ngomongnya sampai akhirnya Najwa Shihab berkenan?
Daiva: Kan gue takut salah ngomong. Gue minta waktu, kapan dia kosong baru gue telepon. Pas dikabarin bisa telepon, wah geter gue [tertawa]. Gue bilang tapi, “Deg-degan nih ngomong sama Mbak Nana, sorry ya kalau salah-salah ngomongnya.” Terus ya udah gue propose apa yang kami perlu dari Mbak Nana, dan akhirnya terjadi.
Pandji dan Rayi kan belum terlibat saat penggarapan album INTONESIA, gimana saat kalian mendengarkan hasil jadinya?
Rayi: Kalau dibandingin sama (karya-karya) Diskoria yang zaman dulu kayaknya lebih megah dan ekspansif, tapi masih dapat core diskonya gitu. Jadi mantap sih.
Pandji: Segar sih.
Kalian (Rayi dan Pandji) pas dengerin ada perasaan kayak, “Duh, harusnya bisa nambahin ini nih..”?
Rayi: Gak sih, udah megah [tertawa].
Merdi: Tapi ketika kami bawain live, justru kami membiarkan Pandji dan Rayi untuk punya interpretasinya sendiri terhadap lagu. Jadi ketika main, misalnya Rayi, “Eh gue pengin ada fill-in kayak gini.” Gak apa-apa karena walaupun mereka gak terlibat di pembuatan. Tapi karena presentasinya bareng-bareng, ada warna mereka juga di-inject di situ, ya itu kan udah jadi DNA performance-nya Diskoria sekarang, jadi gak apa-apa banget.
Setelah Aat hengkang, formasi terkini menjadi Merdi, Daiva Prayudi, Rayi Raditia, dan Pandji Dharma. Kenapa akhirnya malah bukan format duo lagi dan jelaskan peran masing-masing!
Merdi: Jadi mungkin pergeseran personel yang perlu di-announce tuh kayak Daiva yang tadinya lebih di belakang layar, dia jadi kayak semacam sutradara musiknya gitu. Makanya sekarang Daiva maju juga, walaupun di panggung dia gak ikutan. Kalau di panggung kami bertiga, gue, Pandji, sama Rayi.
Jadinya sekarang kalau manggung, formatnya tetap ada DJ Set, gue sebagai DJ-nya, tapi untuk menyiapkan materi lagu-lagu DJ-nya, ada Pandji sama Rayi. Gue juga ikutan untuk kayak, “Nih, kita siapin lagu-lagunya, kita remix bareng, bikin edit version-nya bareng.” Terus di situ jadi ada versi di mana untuk performance live-nya Rayi sama Pandji bisa jump-in, Pandji main bas, Rayi main synth. Ada part synth dari lagunya yang dikosongin, supaya Rayi bisa ngisi pas live, begitu pula Pandji, basnya mungkin ada yang bisa ditebalin atau di-take out untuk bisa dimainin secara live. Jadi set-nya hybrid, semi-live gitu, formasinya lebih menyerang lah, 4-3-3 sekarang, 3 penyerang.
Rayi: Kalau gue biasanya nambahin live aspect-nya dari DJ aja sih sebenarnya, paling itu sih kalau di live-nya ya.
Merdi: Tapi kalau di belakang panggungnya, justru dengan adanya Rayi dan Pandji nih, Diskoria memang start sebagai DJ bukan musisi. Tapi sekarang dengan adanya mereka berdua, mereka yang musisi benar. Jadi meskipun album INTONESIA mereka belum ikutan, untuk album berikutnya kami pengin benar-benar ngerjain lagunya (dengan) internal kami, gak perlu gandeng co-producer lagi. Kolaborator masih, cuma kalau untuk ngerjain lagunya kami in-house semua untuk album berikutnya. Jadinya kayak apa? Itu yang masih kami godok.

Formasi terkini Diskoria / Dok. Ridha
Jadi udah ada bayangan untuk album kedua nanti akan dengan formasi baru ini ya?
Semua: Iya.
Merdi: Jadi mungkin nanti, kalau tampil live-nya, apakah gue akan mulai bergeser jadi vokalis juga atau gimana, itu yang lagi digodok. Tapi penginnya album berikutnya (dikerjainnya) internal.
Daiva: Kayak bas sama synth juga bisa ganti kapan aja sih. Ya mungkin besok diganti gitar gitu.
Merdi: Pandji juga bisa gitar, bisa sampler juga, drum machine juga, sequencer di gue.
Nama album diambil dari nama sebuah acara di Frankfurt, Jerman. Bagaimana ceritanya?
Merdi: Kami tuh diundang ke Frankfurt sama persatuan pelajar Indonesia di sana, tahun 2023. Pas di sana nama acaranya itu ‘Intonesia’. Pas kami tanya ke mereka katanya, ‘tone’ itu kan nada, jadi mereka ngerasa ini nada-nadanya Indonesia, acara yang bertemakan Indonesia. Jadi namanya ‘Intonesia’.
Nah, buat gue pribadi, nama ini jadi akronim, ‘Intonesia’ itu ‘Into Indonesia’ buat gue. Jadi album ini bisa jadi kayak pintu bagi orang yang ingin into musik Indonesia. Tapi kami juga sependapat dengan yang ngundang kami waktu itu, ‘Intonesia’ tuh jadi nama yang bagus. Makanya ketika kami di sana, kami langsung minta izin sama mereka untuk ambil nama itu.
Rayi: Kalau gue malah perspektifnya ‘in tune’ sama Indonesia.
Merdi: Iya benar, bisa gitu juga.
Bagaimana kalian melihat kultur disko/party di Indonesia saat ini?
Merdi: Kalau gue melihatnya clubbing scene di Indonesia udah bisa dibilang cukup maju dibanding beberapa negara di Asia Tenggara. Kenapa? Karena udah luas banget nih spektrumnya. Jadi yang tren di luar nih, misalkan kayak techno di Jerman segala macam, udah nyampe sini juga. Kita bahkan punya DJ Indonesia yang sampai diundang main ke Jerman untuk masuk skena techno di sana yang mendunia. Skena kita tuh udah lebih maju dari, let’s say Singapura, Malaysia, dan Thailand. Thailand mungkin bisa berimbang karena mereka punya festival yang internasional. Tapi menurut gue kita udah bersaing di Asia Tenggara dan Asia.
Bahkan kita punya skena yang di luar sana gak ada, yaitu skena karaoke. Di luar tuh karaoke, nyanyi-nyanyi di klub tuh cuma di Indonesia. Buat beberapa DJ di Indonesia ini cheesy, tapi kalau lo lihat dari perspektif yang lebih luas, ini cuma ada di Indonesia. Kenapa? Karena kulturnya kena banget sama kita, kita senang kumpul-kumpul, senang-nyanyi-nyanyi, dan kita gak malu untuk bawa budaya itu ke level klub, yang akhirnya jadi semacam scene sendiri.
Nah, gue melihatnya Diskoria tuh jadi beroperasi di antara itu. Kami punya kaki kiri yang kalau memang kami disuruh main lagu-lagu disko kiri, bisa. Tapi on a weekly basis, kami main untuk lagu-lagu yang pop, yang kakinya kanan, yang jadi beririsan sama disko karaoke ini walaupun kami gak mempresentasikannya sebagai karaoke, tetap DJ Set.
Menurut gue, clubbing atau disco scene di Indonesia bisa love and hate juga sama para pelakunya, karena ya itu tadi, ada yang bisa dibilang cheesy banget, tapi udah jadi skena sendiri dan jadi penghidupan. Lo bisa tiap minggu manggung bawain lagu untuk nyanyi-nyanyi, menghibur orang, itu udah jadi pekerjaan sekarang.
Rencana ke depan untuk album INTONESIA?
Merdi: Akan ada vinyl dan kaset. Targetnya tuh sebenarnya bulan ini, cuma kami masih nunggu sih. Hopefully within bulan ini or bulan depan kami akan buat announcement soal penjualan si rilisan fisik ini.
Kalau untuk rencana ke depannya sih, kami gak ngoyo. Kami pengin lihat album ini membawa kami ke mana, sambil kami usaha mempertanggungjawabkan presentasinya dengan format yang baru sekarang. Jadi kami lagi banyak di studio untuk menyiapkan itu.
Apa yang bisa diharapkan penonton Diskoria saat lagu-lagu di album INTONESIA dibawakan?
Pandji: Jogetlah.
Daiva: Datang dan nonton deh. Karena Diskoria is all about experience. Gak bisa yang kayak lo dengerin playlist lagu-lagu 70, 80-an terus, “Oh, Diskoria lagu-lagunya kayak gini.” Beda rasanya sama lo datang dan nonton karena kami pikirin flow-nya juga. Jadi, intinya experience-nya itu sih, mesti lihat sendiri.
Pandji: Rasakan sensasinya [tertawa].
Rayi: Ada remix-remix yang gak dirilis di digital dan bisa dirasakan di live-nya nanti.
Merdi: Kalau gue mungkin, ya lihat evolusinya aja. Diskoria 10 tahun itu gak cuma gitu-gitu aja kok, kami berubah. Bisa diterima atau gak, mungkin bisa dilihat dengan datang. Menurut gue selalu menarik melihat evolusi dari entitas musik gitu kayak lo lihat Daft Punk atau Beastie Boys yang dari band hardcore punk bisa jadi hip-hop. Diskoria tuh juga ada evolusi seperti itunya yang mungkin bisa membuka pikiran orang untuk melihat, ternyata dengan teknologi yang makin maju, presentasi musik itu udah gak sestandar dan tradisional gitar, bas, drum, dan vokal, tapi mungkin kayak DJ Set yang digabung dengan synth dan bas, makin ke mana-mana gitu. Mungkin juga jadi bisa menginspirasi orang untuk bikin format musik yang hybrid juga.

Eksplor konten lain Pophariini
False Theory Ceritakan Kisah Penyembuhan Luka Masa Lalu di Single Dua Atma
Unit pop punk asal Tana Paser, Kalimantan Timur, False Theory merilis single ketiga bertajuk “Dua Atma” pada Kamis (05/06). Lewat lagu ini, mereka mengangkat cerita tentang dua jiwa yang saling menyembuhkan dari luka masa …
Workshop dan Talkshow Latihan Pestapora Solo Hadir Penuh Manfaat
Tepat seminggu yang lalu pra-acara Latihan Pestapora Solo dalam format workshop dan talkshow dilaksanakan selama tiga hari tanggal 12-14 Juni 2025 di dua tempat, Loji Gandrung dan Omah Sinten. Pra-acara ini merupakan rangkaian menuju …
Salut untuk Diskoria! 10 tahun bukan waktu yang sebentar, dan keren banget bagaimana mereka terus berinovasi tanpa kehilangan ciri khasnya. Musik mereka selalu punya sentuhan nostalgia tmusic distribution zaman sekarang. Bukti bahwa konsistensi dan kreativitas bisa berjalan beriringan. Ditunggu karya-karya selanjutnya!