Eksklusif Themilo: Kami Shoegazer

Pophariini berkesempatan melakukan peliputan showcase band shoegaze asal Bandung, Themilo yang diadakan hari Sabtu (26/04) di Goalpara Estate Camp, Sukabumi dalam tajuk Malaikat Di Atas Awan bersama Sejenak sebagai penyelenggara.
View this post on Instagram
Selain meliput acara, kami juga diberikan waktu untuk mewawancarai para personel Themilo beberapa saat sebelum mereka manggung. Konsep acara yang digelar di area kamping tersebut membuat momen perbincangan kami dengan band terjadi sangat intim di tenda tempat mereka menginap.
Meskipun sore itu ditutupi kabut dengan sedikit rintik hujan, para personel Themilo tampak sama sekali tak khawatir dengan cuaca manggung nanti. Ajie Gergaji (vokal, gitar), Taufik ‘Upik’ Hidayat (gitar), Budi ‘Krucil’ Wiranto, dan Sandi Mardiansyah tetap hangat menyambut tawaran wawancara kami.
Usai mencicipi kopi buatan Ajie, wawancara Pophariini dan Themilo pun dimulai. Topik yang menjadi bahasan pertama kami adalah tentang perilisan single “Malaikat” yang punya jeda cukup lama dari “Flow” yang dirilis 3 tahun sebelumnya.
Penampilan perdana Themilo setelah sekian lama yang berlangsung tahun 2024 lalu jadi momen yang membuat para personel tergerak untuk kembali dengan materi yang lebih segar.
“Kami hanya mengira-ngira aja nih, kami kan disimpan di akhir. Sempat mikir, ini akan masih ramai gak? Ternyata semakin ramai. Udah gitu pada sing along dari lagu pertama sampai terakhir,” kata Ajie yang mengaku kaget dengan respons penonton saat itu.
Di tahun yang sama, Themilo berkesempatan mengisi salah satu panggung di Pestapora 2024. Momen itu diakui Upik juga cukup mengagetkan karena penonton mereka saat itu dipenuhi oleh anak-anak muda yang mereka pikir sudah tak terpapar musik Themilo.
“Jadi yang seangkatan sama kami tuh malah gak ada [tertawa]. Nah terus pas ada yang minta legalisir, ada yang minta ditulisin nama Bapaknya. Saya mau tertawa juga. Ternyata musik kami masuk ke anak-anak Gen-Z,” kenang Upik.
Single “Malaikat” sendiri sebelumnya sudah pernah dirilis oleh Themilo di album Let Me Begin tahun 2002 lalu. Alasan lagu ini dipilih untuk diedarkan ulang diakui para personel untuk memancing kembali rasa kreatifitas band untuk karya-karya baru yang bakal beredar ke depannya.
Upik membocorkan bahwa saat ini ia dan rekan-rekannya sudah punya sekitar 7-8 lagu yang siap direkam serta siap masuk ke daftar album terbaru mereka. Rencananya, lagu-lagu ini akan dirilis satuan sebelum akhirnya terangkum dalam album.
“Karena kalau misalkan nunggu sampai semuanya beres dulu, takutnya malah 7 tahun lagi [tertawa]. Jadi keluarin satu-satu aja. Kami juga punya target paling lama 2-3 bulan itu harus ada lagu yang rutin di-upload,” ujar Upik.
Ajie menambahkan, bahwa alasannya memilih lagu “Malaikat” yang mengawali berbagai rencana Themilo ke depannya ini karena sang lagu dirasa powerful. Selain itu, lagu tentang cinta bertepuk sebelah tangan ini dirasa sang vokalis masih relate dengan anak muda saat ini.
Lagu “Malaikat” juga jadi single yang menandai sahnya Sandi Mardiansyah sebagai personel tetap setelah beberapa tahun mengisi posisi kibor sebagai pemain additional. Sandi yang mengaku awalnya ia adalah penonton Themilo mengaku senang bisa masuk studio dan merekam lagu bersama band masa mudanya tersebut.
“Beban juga ada sih. Dulu kan tinggal nonton, sekarang ikut mikir [tertawa]. Dan dulu ‘Malaikat’ tuh waktu zaman saya nonton, jadi yang paling favorit,” kisah Sandi.
Topik bergeser ke alasan Themilo membuat showcase dengan konsep kamping untuk Malaikat Di Atas Awan. Krucil mengaku acara ini dibuat agar keluarga dari Themilo, teman-teman dekat, dan para pendengar bisa sama-sama menyaksikan mereka sembari menikmati sejuknya udara pegunungan Sukabumi.
Tajuk Malaikat Di Atas Awan pun rasanya cocok untuk disematkan di acara ini, karena kabut yang memenuhi area Goalpara Estate Camp membuat kami serasa berada di atas awan.
Themilo tidak hanya tampil sendiri hari itu. Band lokal Sukabumi bernama Tantrum pun didaulat oleh penyelenggara untuk membuka aksi Ajie dan kawan-kawan hari itu.
Setelah menyaksikan penampilan Tantrum yang cukup prima malam itu, Themilo pun akhirnya naik panggung. Ada sekitar 10 nomor yang dibawakan band saat itu, dimulai dari “Stethoscope” yang menjadi lagu pertama sampai “Daun dan Ranting Menuju Surga” yang adalah lagu terakhir.
Para penonton Sukabumi pun nampak sangat menikmati keintiman yang ditawarkan Themilo di panggung malam itu. Mulai dari berbincang, sampai giveaway merchandise kepada penonton dari panggung jadi momen yang menyenangkan.
Simak obrolan lebih lengkap kami dengan Themilo di bawah ini yang membahas tentang bagaimana cara menulis nama band Themilo sampai rencana perayaan usia 3 dekade mereka tahun depan.
Sebenarnya mengetik Themilo itu pakai spasi atau gak?
Semua personel: [tertawa] Gak pake spasi.
Ajie: Jadi biar di index itu bukan (inisial) “M” yang dicari, tapi “T”.
Orang mengenal Themilo bergenre shoegaze. Apakah dalam perjalanan kalian sebenarnya melakukan eksplorasi yang lebih?
Ajie: Ya memang kami semua shoegazer ya. Memang sudah diberikan label oleh seseorang yang berpengaruh.
Diberikan label sama siapa waktu itu?
Ajie: Arian 13. Aparatmati.
Oh oke, jadi diberikan label band shoegaze oleh Arian ya?
Ajie: Iya. Jadi ya memang referensi kami semua band-band shoegaze. My Bloody Valentine, Slowdive, kemudian band slowcore kayak Red House Painters, Sonic Youth juga. Di masa-masa kami masih muda tahun 90-an itu memang jadi makanan sehari-hari. Pengaruh-pengaruhnya untuk eksplorasi sound, kayak si Upik mungkin punya referensi sendiri, tapi kami semua mendengarkan itu.
Upik: Kayak otomatis aja keluar, ya kayak gitu.
Ajie: Misalnya shoegaze-nya Themilo ada yang menyebut kurang keras, kamu belum lihat live-nya kami. Ya ini sih formulanya dari si Themilo ya,60% recording, 100% live. Kalau dengerin CD mungkin terdengar manis, tapi lo lihat kami kalau live seperti apa.
Berarti pengerjaan album terbaru ini apakah masih berdasarkan referensi band-band tersebut? Atau ada referensi dari band-band yang baru?
Ajie: Kalau saya pribadi ya, kayaknya tuh shoegaze 90-an tuh udah Abah atau Akinya dari shoegaze, yang sekarang tuh turunan-turunannya. Ya kami tuh kayaknya mentoknya di situ, tapi bukan berarti tidak mendengarkan. Secara pribadi kalau saya lagi sering dengerin radio di mobil, dan channel yang saya pilih itu jazz. Ada gak sih pengaruh jazz itu ke musiknya Themilo di materi yang akan datang ini? Sekarang tuh dengan kemunculan bedroom recording, plug-in yang canggih, segala macam. Ya kami sih analog ya, orang-orang analog.
Sandi: Tetap tidak bisa mengalahkan fisik [tertawa].
Upik: Kalau untuk proses kreatif kami ya tetap ngacunya ke (band) 90-an. Tapi kami tetap mengapresiasi band-band shoegaze yang sekarang, terutama yang lokal. Karena dulu tuh, 90-an, kami tuh kayak apa ya? Main shoegaze, terus (direspon), “Ah, ini band apa sih?”, pada zaman itu ya. Tapi tetap kami jalanin aja lah, biarin orang gak tau juga. Kalau sekarang kan beda ya, misalnya anak Gen-Z, “Yuk, kita bikin band shoegaze,” dan sekarang banyak bermunculan. Kami tetap ngeapresiasi mereka. Sama seperti si Themilo gitu ya, gak ada yang dengerin atau nonton, ya tetap aja mainnya kayak gitu aja, proses kreatifnya gak diubah. Memang berat sebetulnya. Kalau misalkan gak sabar, mungkin udah bikin band lain.
Tahun ini Themilo memasuki usia yang ke-29. Apa rasanya ngeband selama hampir 3 dekade? Karena gak semua musisi bisa merasakan.
Krucil: Sekarang lagi merasakan momen-momen yang dulu sempat hilang, sekarang ada lagi dan mungkin lebih banyak riaknya. Ya udah kami hidupkan lebih serius lagi.
Upik: Kalau saya ditanya gimana rasanya, ya ada kebanggaan lah ya. Gak semua orang bisa bertahan dengan proses kreatif masih dipertahankan seperti itu, si kekeluargaannya masih ada gitu. Di Themilo itu kami udah kayak keluarga, kalau yang namanya keluarga kan marah ya marah, biasa, nanti balik lagi paling. Meskipun kami awalnya berlima, sempat bertiga, dan sekarang berempat lagi. Intinya, saya, Ajie, sama Krucil tuh ya tetap aja. Meskipun masing-masing beda karakter. Tapi ya saling ngehormatinnya itu yang menurut saya nilainya mahal.
Krucil: Ya namanya keluarga ya, kalau pun marah, gak mungkin dia ninggalin.
Upik: Nilai 30 tahun itu tuh, ya ada kebangaan. Kayak misalnya ada produk, “Sejak tahun sekian.” Nah, kalau kami, “Themilo sejak 1996.” Itu saya ada kebanggaan gitu. Meskipun tampangnya sekarang udah Bapak-bapak gini, Om-om.
Ajie: Sama kayak Upik ya, sesuatu yang membanggakan. Apa lagi bisa ngajak Sandi yang memang, beda berapa tahun kita ya, San?
Sandi: Nah, itu dia, saya awalnya merasa beban main sama band senior [tertawa].
Lo sendiri melihat Themilo bisa sampai 29 tahun ini gimana?
Sandi: Ya luar biasa juga ya ada band yang bisa bertahan selama ini dan masih eksis sampai sekarang, masih manggung dan bikin karya. Itu tadi saya bilang, sempat merasa beban, tapi pas dijalanin, ya personelnya asyik-asyik juga.
Tadi dibahas kalau Themilo masih sama di berbagai hal, lalu di usia yang hampir 30 tahun ini, apa yang berbeda?
Ajie: Mungkin sekarang dari segi sound lebih matang, kualitasnya udah gak kayak dulu lagi. Dari perjalanan kami, kami akhirnya belajar, sound yang baik seperti apa, dan lainnya.
Nah, kalau Sandi sendiri, apa perbedaan Themilo yang lo lihat dulu sebagai penonton dan sekarang sebagai personel?
Sandi: Dulu kan bukan kenal ya, mikirnya, “Wuih, shoegaze banget nih.” Pas udah kenal, ternyata bukan pemain band mereka tuh, grup komedi [tertawa].
Udah ada rencana perayaan 30 tahun nanti?
Ajie: Ada sih rencana-rencana, cuma kan kami gak bisa ngejanjiin juga. Yang jelas, kami pengin acara itu dibikin di kota kelahirannya si Themilo sendiri, di Bandung, biar benar-benar spesial. Ya, keyword-keyword-nya seperti itu lah. Akan seperti apa, kami belum tau.

Eksplor konten lain Pophariini
Gak Susah Submit Irama Kotak Suara, Kalau Lo Ikutin Cara Ini
Pendaftaran karya musik via Irama Kotak Suara masih dibuka untuk kalian para musisi yang pengin ikutan. Di beberapa tulisan sebelumnya, Pophariini udah bahas banyak tema yang sekiranya menjadi petunjuk untuk lo melakukan submission. Di …
Flowthentic Luncurkan Album Kedua Bertajuk Konsumsi Publik
Flowthentic asal Jakarta Timur resmi menghadirkan album penuh kedua dalam judul Konsumsi Publik hari Jumat (09/05). Sebelumnya, band sudah mengantongi album Garden of Pain yang beredar 2019 lalu. Flowthentic beranggotakan Vai (vokal, …