Eksplorasi Ketenaran Musik Lokal Lewat TikTok
Tidak dapat dipungkiri bahwa sudah sejak lama, masyarakat mengandalkan media sosial untuk beragam hal. Selain untuk berinteraksi jarak jauh dengan kerabat terdekat, media sosial juga merupakan medium efektif untuk mencari berbagai informasi yang tengah booming terjadi di kehidupan sehari-hari. Dari berita yang sedang genting-gentingnya terjadi, video-video unik yang lagi viral, bahkan lagu-lagu kini dengan mudahnya menjadi sangat terkenal digandrungi masyarakat melalui media sosial.
Mengutip jurnal berjudul “Hak Cipta Dance Challenge Yang Diunggah Ke Aplikasi Tiktok” dari M. Febry Saputra A pada29 Januari 2021, aplikasi TikTok salah satunya yang juga disebut sebagai Douyin (Hanzi: 抖音短 视频;Pinyin:Dǒuyīnduǎnshìpín; artinya “video pendek vibrato”) dapat didefinisikan sebagai platform video musik asal Tiongkok yang dibentuk September 2016 oleh Zhang Yiming, yang juga dikenal sebagai pendiri Toutiao yang dibesarkan oleh Beijing Bytedance Technology. Konsep dasar aplikasi ini memuat video konten dengan durasi kisaran 15 detik – 60 detik.
Sejak saat itu, Douyin melakukan ekspansi ke negara-negara lain dengan membawa nama baru yang sekarang sudah dikenal dengan nama TikTok di masyarakat luas. Aplikasi yang baru saja diluncurkan 2016 silam itu telah mencapai hampir 2 miliar pengguna aplikasi di seluruh dunia menurut laporan Sensor Tower.
Pada awalnya, saya hanya melihat video-video TikTok sebagai platform untuk orang-orang membagikan video konten berisi koreografi dari lagu-lagu yang saat itu sedang viral. Contohnya tahun 2018-2019, seakan-akan semua teman-teman saya mengandalkan lagu yang berjudul “Salah Apa Aku” karya Illir 7 yang liriknya berbunyi “Entah apa.. yang merasukimu…hingga kau tega mengkhianatiku yang dulu mencintaimu” hingga lagu-lagu dari penyanyi/rapper asal Amerika Serikat yang bernama Doja Cat yang berjudul “Say So” dan “Candy”.
Namun seiring berjalannya waktu, konten-konten TikTok mulai memperluas variasinya menjadi konten edukasi yang bermanfaat untuk masyarakat, seperti tutorial masak, mengucapkan ejaan bahasa Perancis, tips masuk universitas negeri ternama di Indonesia, tips cepat lulus skripsi hingga tips cepat move on dari mantan.
Konten-konten tersebut pun mulai banyak diminati masyarakat, terlebih karena durasi videonya yang singkat yaitu, 15 detik hingga 60 detik sehingga pesan yang disampaikan, walaupun dengan waktu yang pendek, namun sarat dengan gagasan kuat.
Jika pada awalnya konten TikTok hanya diminati oleh kalangan anak-anak hingga remaja, kini konten TikTok yang sudah mulai bervariasi telah diminati masyarakat dewasa, bahkan lansia sekalipun.
Yang membuat menarik dari TikTok menurut saya adalah, ketika ada satu lagu yang dibuat semata-mata sebagai backsound dari sebuah dance choreography, lagu tersebut saat itu juga dengan mudahnya menjadi viral di masyarakat luas. Oleh karena itu, tak jarang para musisi memanfaatkan peluang ini untuk memasarkan materi mereka yang baru launching untuk menggaet massa dan memperkenalkan karya mereka yang baru rilis. Entah karena konsep TikTok yang memudahkan siapa saja dapat menjangkau kriteria konten FYP (For You Page) jika memenuhi standar mereka, atau memang pada dasarnya lagu tersebut memang menggugah daya tarik audiensnya.
Dibekali rasa penasaran sekaligus ingin membuat artikel ini menjadi lebih kredibel, saya melakukan wawancara singkat kepada teman-teman saya tentang bagaimana mereka menjadikan TikTok sebagai aplikasi andalan.
Narsum pertama adalah Christina Gemma Retno, Mahasiswa Jurusan Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran yang merupakan pengguna aktif di TikTok (juga sedang menjalani program internship di TikTok). Pada awalnya, Eno mengunduh aplikasi tersebut untuk bahan seru-seruan bareng teman-temannya dengan membuat konten yang berisi lagu Koplo Remix DJ Gagak 2019.
Ternyata, Eno malah ketagihan dan menjadikan TikTok sebagai coping mechanism nya dikala jenuh karena selalu ada berbagai challenge seru yang patut dicoba. Karena ketagihan, Eno mengaku bahwa ia lebih sering membuka TikTok dibanding Instagram, dibuktikan dengan daily average screen time di smartphone-nya menunjukkan 4 jam/hari. Musik lokal yang paling disukai Eno adalah Kaleb J, Eclat Story – “Berakhir Sama”, Duo Jeremy – “Satu Nama”, dan juga Yahya – “Keep You Safe”. Dengan konsistensi Eno dalam menggugah konten baru di TikTok, kini Eno sudah memiliki 169.3k likes dari videonya.
Narsum kedua adalah Laurent Juanita, mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran juga membagikan pengalamannya selama menggunakan TikTok. Pada awalnya, Laurent tidak tertarik membuat konten TikTok, namun setelah melihat teman-temannya sering mengirimkan video dari TikTok mendorong rasa penasarannya untuk membuat konten TikTok di akunnya. Untuk frekuensi seberapa seringnya Laurent membuka aplikasi tersebut, ia mengaku hanya sehari sekali. Biasanya konten yang memikat perhatiannya adalah tutorial masak, ide dan referensi tempat makan atau minum yang seru, ide tutorial mix and match outfit.
Mengenai konten yang terkait dengan musik, Laurent lebih tertarik dengan kehidupan musisi itu sendiri yang jarang ditampilkan di media sosial lain. Musik lokal pilihan Laurent adalah lagu-lagu dari White Shoes and The Couples Company, Goodnight Electric dan Vira Talisa.
Narsum terakhir yang berhasil saya kulik pengalamannya adalah perempuan bernama Beate Orchid. Beate mengunduh TikTok tahun 2019 dan baru mendapat keberanian untuk mengunggah konten sendiri pada 2019 akhir. Laman TikTok-nya berisi konten lucu, edukatif dan inspiratif. Terutama jika konten yang ia buat menjadi viral, hal itu menjadi kesenangan tersendiri baginya karena ia merasa dapat menghibur sesama pengguna TikTok.
Beate mengaku bisa terjebak di dalam aplikasi tersebut selama 1-3 jam dalam sehari untuk mencari konten-konten tutorial, video kocak, video tentang keseharian binatang (Beate memang animal lovers banget), kecantikan, fashion juga relationship tips. Nah, tetapi kali ini Beate tidak terlalu sering memperhatikan musik-musik yang sedang viral di TikTok. Jadi bisa disimpulkan bahwa Beate menggunakan TikTok hanya untuk mencari video-video, tanpa mengarah kepada ketertarikannya untuk musik di aplikasi tersebut.
Setelah penelurusan di atas, saya jadi lebih memahami mengapa orang-orang menyukai aplikasi tersebut termasuk saya sendiri sebagai penulis. Bagi saya sendiri, bisa dipastikan bahwa sejak kehadiran TikTok membuat jam tidur saya berantakan. Dari mulai visual UI dan juga UX-nya yang memudahkan jempol kita untuk scrolling, menurut saya fitur konten yang dikemas hanya dalam 15-3 menit membuat saya sendiri lebih mudah memahami apa yang sedang disampaikan, kemudian akan terus-menerus stuck di kepala saya. Dari mulai ulasan film dan musik, referensi tempat kopi dan makan yang lagi hits, hingga tutorial glow up setelah putus dari mantan yang selingkuh (bercanda), semua terpampang jelas secara cuma-cuma melalui TikTok.
Dari berbagai alasan yang telah diutarakan di atas tentang mengapa TikTok sangat adiktif, menurut saya TikTok juga merupakan platform yang tepat untuk mengekspresikan segala keluh kesah kehidupan, uneg-uneg yang dikemas secara implisit untuk mengutarakan kekesalan. Tidak jarang kita melihat orang-orang dengan santai mengekspos nama orang yang pernah bikin mereka sakit hati. Terlebih komentar-komentar yang dilontarkan sesama pengguna TikTok membuat saya sadar bahwa orang baik di dunia ini masih banyak. Contohnya ketika saya mendapatkan konten tentang orang yang berjuang dengan depresi, semua komentar menunjukkan sentimen positif juga dukungan nyata walaupun hanya dilihat dari layar smartphone.
Dari segi musik, dari musisi-musisi luar yang menarik perhatian, musik dan musisi lokal yang paling menjadi on repeat adalah lagu yang dibawakan Diskoria, Laleilmanino dan Eva Celia yang berjudul “C.H.R.I.S.Y.E”. Dari riset mandiri, lagu yang telah digunakan sebagai backsound video ini jika diakumulasi telah mencapai angka 22,6k. Terlepas dari berbagai macam kreativitas yang dibuat orang-orang dengan lagu tersebut, lagu “C.H.R.I.S.Y.E” yang aslinya berdurasi 5:10 menit itu selalu membuat suasana menjadi lebih riang meskipun waktu itu memang bukan hari yang baik.
Selain nostalgia dengan judul lagu ikonik yang pernah dibawakan oleh almarhum Chrisye yang terpampang jelas melalui liriknya, beat-beat dance yang dibawakan Diskoria sejak awal intro dimulai juga mengundang gerakan-gerakan kecil para pendengarnya. Lebih gilanya lagi, musik ini tersebut dihiasi dengan indahnya suara Eva Celia.
Sebagai pengguna yang bisa dibilang belum terlalu aktif di TikTok seperti teman-teman lainnya, saya cukup senang melihat adanya platform yang berisi konten yang sangat variatif dalam bentuk video berdurasi singkat. Selain konten-nya juga memberikan aspek edukasi yang tinggi karena pengemasannya yang komprehensif sehingga mudah dicerna,
TikTok juga mendorong masyarakat, khususnya anak-anak muda untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa membuat suatu karya tidak perlu dimulai dari sesuatu yang besar dan berbelit-belit. Cukup bermodal kreativitas juga kepercayaan diri, siapa saja bisa menciptakan sebuah karya orisinil di medium apa saja. Bahkan jika dimulai dari hal-hal yang paling sederhana, terlebih jika karya tersebut dapat membawa dampak positif untuk masyarakat.
Jadi gimana, setelah ini kamu akan menggunakan platform TikTok kamu untuk menginspirasi banyak orang, atau malah mengekspos red flags dari mantan?
____
Adyssa Amanda adalah seorang mahasiswa juga penulis yang kerap meneliti tentang fenomena remaja dan sosial media. Ini adalah tulisan Kolom Kampus pertamanya.
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …