Foreseen – Suspended Reality
Mari mengawali review album Suspended Reality dengan ungkapan Faiz Aditya sebagai acuannya. Ia mengatakan, album perdana Foreseen memiliki genre dasar psychedelic rock yang dibumbui elemen post-rock, stoner rock, doom metal, hingga progressive dan math rock.
Banyaknya referensi dan ekspresi musikal yang ditawarkan, membuat Suspended Reality sulit dengan cepat mengambil hati pendengar. Butuh beberapa kali mendengarkan dengan fokus yang tinggi dan mengernyit dahi untuk bisa menikmati delapan nomor berdurasi lebih dari 40 menit ini.
Jika kerumitan yang ada tidak direncanakan, hal yang susah untuk mencerna itu bisa disebut kegagalan bagi Foreseen. Namun, apabila tujuan mereka memang tidak ingin memanjakan pendengar dengan memberikan suguhan musik yang jauh dari kata ringan, ini sangat berhasil.
Gema suara lonceng pada nomor pertama “Anaxagoras” membuka perjalanan mendengarkan album. Lagu yang sarat dengan pengaruh doom metal ini bertempo lambat dan menghadirkan riff-riff berat yang menawan. Tak hanya itu, lagu juga menampilkan sampling spoken word dari penulis Alan Watts berjudul The Deepest Answer To Who You Are, menambah kesan yang mencekam lagu ini.
Sebagai satu-satunya nomor instrumental dalam album, “Gate of Thousands” menyuguhkan komposisi musikal penuh groove yang berpengaruh dari musik Timur Tengah. Walau saya bukan penggemar lagu tanpa vokal, lagu kedua di album ini cukup berhasil membawa imaji pada suasana pesta padang pasir dengan tari-tariannya.
Nomor kelima berjudul “Melting Minds” diawali dengan petikan dawai sember disambut dengan gitar bernafas fuzz. Kehadiran Gabriela Fernandez semacam oasis yang membawa kesegaran pada gersangnya musik padang pasir Foreseen. Meski begitu, vokal musisi yang akrab disapa Gebbi ini sangat powerful dalam memandu perjalanan sang lagu.
Satu hal yang membuat saya penasaran dengan pernyataan Faiz Aditya di paragraf pertama adalah adanya pengaruh progressive/math rock dalam Suspended Reality. Hal itu akhirnya terjawab lewat “Devil’s Dervish” yang intronya seakan mengajak pendengar untuk berhitung dengan riff dan ketukan ganjilnya.
Suspended Reality ditutup dengan “Virahabumi”, satu-satunya lagu dengan lirik bahasa Indonesia. Foreseen membuktikan, bahwa penulisan lirik berbahasa mereka sama bagusnya dengan lirik bahasa Inggris yang mereka tulis di nomor-nomor sebelumnya. Walau saya merasa Foreseen lebih lihai bercerita lewat lirik bahasa Inggris.
Bunyi alat tiup saksofon pada “Virahabumi” yang dimainkan oleh Endro Tilaksono mulai terdengar samar pada menit 3:25. Entah disengaja atau tidak, namun alunan bunyi saksofon agak tertimpa raungan gitar dan baru terdengar jelas saat satu tiupan panjang di menit 3:59, yang seolah berpamitan dengan para pendengar.
“Virahabumi” mengakhiri perjalanan Suspended Reality dalam tempo lambat ala doom metal seperti lagu pertama. Saat beberapa kali memutar album ini, transisi tersebut tanpa sadar membawa saya kembali pada suara lonceng di lagu pertama, menandakan keusilan Foreseen dalam menyusun track dan ingin pendengarnya untuk tidak segera beranjak dari album pertamanya,
Suspended Reality secara menyeluruh memiliki kualitas audio yang ciamik. Di mana setiap instrumen yang dimainkan dapat terdengar jelas, bersih, dan cemerlang. Vokal yang agak terkubur dalam proses mixing/mastering tak jadi soal.
Pendapat saya terhadap band ini, tidak ada salahnya agar bisa melakukan pendekatan sound yang lebih busuk untuk karya musik berikutnya. Mengingat Foreseen banyak menggunakan efek gitar fuzz, berani kotor itu baik.
Kalau pendengar kurang tergugah dengan album ini, mungkin kalian bisa menyaksikan Foreseen secara langsung. Seperti saya pernah menonton mereka di panggung sempit Bloc Bar beberapa waktu lalu. Terpukau!
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …