Hak Cipta Dalam Musik: Sebuah Perkenalan
Akhir-akhir ini linimasa media sosial diramaikan oleh diskusi-diskusi tentang kasus penggunaan karya ciptaan seniman luar negeri Baptiste Virot dalam artwork album terbaru solois Pamungkas yang berjudul Solipsism 2.0. Walaupun mungkin terlihat sepele, menggunakan unsur karya seseorang tanpa izin dalam kegiatan komersial is a big no no. Hal ini berkaitan erat dengan Hak Cipta yang melindungi karya tersebut.
Sebelum membahas lebih lanjut, sudah pada tau belum apa sih Hak Cipta itu? Mengapa hak ini penting terutama bagi para seniman dan musisi? Mari kita ulik!
Apa itu Hak Cipta?
Secara sederhana, Hak Cipta adalah hak yang mencegah orang lain untuk menggunakan sebuah ciptaan tanpa izin. Dengan kata lain, kita tidak bisa “seenak jidat” menggunakan ciptaan orang lain seakan-akan karya tersebut adalah milik kita sendiri.
Ada dua hal spesial yang perlu kita ketahui tentang Hak Cipta.
Pertama, Hak Cipta itu diberikan secara otomatis. Iya, otomatis dan gratis tanpa dipungut biaya apapun. Secara cuma-cuma. Free. Kamu tidak perlu mendaftarkan ciptaan kamu ke pemerintah untuk mendapatkan hak ini. Jika perlu, bisa dicatatkan, namun hal tersebut tidak diwajibkan. Misal nih, kamu membuat sebuah lagu dan kamu distribusikan melalui soundcloud. Secara otomatis hak cipta lagu itu adalah milikmu. Tidak sulit bukan?
Kedua, hak cipta terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Apa sih itu?
Hak moral adalah hak yang memberikan kamu pengakuan mutlak sebagai pencipta dari ciptaanmu. Kamu menulis lirik lagu A? selamanya kamu akan diakui sebagai penulis lagu A. Kamu menjadi produser untuk lagu B? selamanya kamu akan diakui sebagai penulis lagu B. Tidak bisa diganggu gugat. Hak ini tidak bisa dipindahkan maupun diperjualbelikan. Intinya, kamu akan selalu dikenal sebagai pencipta dari ciptaan tersebut dan tidak ada seorangpun yang bisa mengubahnya.
Hak Cipta itu diberikan secara otomatis. otomatis dan gratis tanpa dipungut biaya apapun
Lalu, Hak ekonomi memberikan kamu kemampuan untuk mendapatkan uang dari ciptaanmu. Mengapa demikian? karena hasil kreativitasmu, kerja kerasmu, dan juga segala sumber daya yang kamu kerahkan untuk mewujudkan ciptaan tersebut memiliki nilai ekonomi. Nah, hak ekonomi ini seringkali kita temukan dalam bentuk royalti. Royalti adalah imbalan yang kamu terima dari penggunaan ciptaanmu. Di masa modern seperti ini, ada banyak jalan menuju royalti yang berlimpah. Misalnya, untuk musik, royalti bisa didapatkan melalui rate per stream yang kamu dapatkan dari streaming platform (Spotify, Apple Music, Resso, bahkan TikTok) atau dari lisensi sinkronisasi penggunaan musik untuk soundtrack sebuah film. Itu hanya contoh kecil dari berbagai macam cara untuk mendapatkan royalti. Menarik bukan?
Hak Cipta dan Perlindungan yang Diberikan
Pernah nggak sih kamu mencoba untuk membuka sebuah video di Youtube tapi ternyata nggak bisa? bahkan kita disambut oleh kalimat seperti ini:
“This video is no longer available due to a copyright claim”
Apa sih maksudnya? Jadi selain memberikan apresiasi yang layak bagi penciptanya, hak cipta juga digunakan untuk melindungi ciptaan dari tindakan-tindakan curang yang merugikan penciptanya. Bagaimana caranya? yaitu dengan mengajukan klaim. Klaim hak cipta adalah tindakan yang dapat dilakukan untuk menutut hak dari penggunaan ciptaan tanpa izin.
Dua dasar klaim hak cipta yang palilng relevan saat ini adalah Pembajakan dan Plagiarisme. Mari kita berkenalan lebih dekat dengan dua kejahatan ini!
Pembajakan adalah penggunaan, pembuatan ulang, atau pendistribusian ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta tanpa izin. Sulit untuk kita mengakui ini, namun pembajakan masih menjadi hal yang lazim kita maklumi hingga saat ini.
Tidak asing melihat nama LK21 atau IndoXXI, apalagi menggunakannya untuk menonton film terbaru tanpa perlu mengeluarkan modal untuk tiket bioskop. Rasanya hal tersebut terasa sangat wajar.
Sama juga dengan musik. Sebelum streaming platform menjadi aplikasi terwajib untuk dimiliki semua ponsel, kita pernah mengenal istilah pinjam-meminjam flashdisk. Ingatkah kamu pada masa-masa dimana mengunduh musik dari 4sharedatau stafaband dan mengumpulkannya ke dalam folder-folder di dalam flashdisk adalah hal yang paling normal dilakukan oleh para pecinta musik? Terlihat “sepele” bukan? Namun hal “sepele” tersebut berhasil mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 4 Triliun untuk industri musik setiap tahunnya sejak tahun 2007.
Coba, bayangkan perasaan musisi atau sineas favorit kamu. Rasanya tidak jauh berbeda dengan mencuri dari mereka bukan?
Kemudian, Plagiarisme adalah penggunaan ide atau ciptaan orang lain tanpa memberikan pengakuan yang layak terhadap pencipta aslinya. Bahasa kasarnya, orang yang melakukan plagiarisme adalah orang yang “ngaku-ngaku”.
Di zaman dimana teknologi sudah canggih dan membuat ciptaan menjadi lebih mudah, ada satu hal yang tidak semua orang miliki. Ide dan kreativitas. Jago main gitar belum tentu jago buat lagu. Punya kamera mahal belum tentu bisa membuat video viral. Seluruh kemajuan teknologi ini tidak akan berarti banyak tanpa ide dan kreativitas.
Mengambil inspirasi dari ciptaan orang lain itu boleh-boleh saja. Asalkan memberikan pengakuan yang selayaknya. Misal, A ingin mengambil sebagian lagu B untuk dijadikan lagu baru. Maka, A harus meminta izin dari B dan memberitahu seluruh pendengarnya bahwa ia menggunakan sebagian lagu B dalam pembuatan lagu tersebut. Mudah bukan?
Seluruh kemajuan teknologi ini tidak akan berarti banyak tanpa ide dan kreativitas
Namun kenyataannya masih ada orang-orang yang menggunakan bagian dari sebuah ciptaan yang sudah ada dan menjadikannya bagian dari ciptaanya sendiri tanpa memberikan pengakuan yang sepatutnya.
Nah setelah membaca penjelasan-penjelasan di atas, mari kita bahas kembali kasus artwork album Solipsism 2.0 milik Pamungkas. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan.
Pertama, Hak moral dari Baptiste Virot sebagai pencipta gambar tersebut terabaikan. Jika bukan karena teman-teman netizen yang teliti mendeteksi karya tersebut, mungkin ada sebagian dari kita yang tidak akan menyadari pencipta aslinya. Pemberian credits adalah langkah kecil untuk memberikan apresiasi yang layak bagi para penciptanya. Ibarat kata, kita memberikan alamat untuk memastikan bahwa pujian dan kritik tersampaikan ke tujuan yang tepat.
Kedua, Baptiste Virot tidak mendapatkan kesempatan untuk menggunakan hak ekonominya. Seperti yang kita bahas, sebagai pencipta kita berhak untuk mendapatkan uang dari karya yang kita ciptakan. Apalagi, jika karya tersebut akan digunakan untuk maksud komersil. Bayangkan kamu sudah susah payah membuat sebuah karya, namun orang lain yang mengeruk hasilnya dan kamu tidak mendapatkan apa-apa. Pembicaraan tentang imbalan selalu menjadi hal yang sungkan untuk dimulai. Mungkin kita takut jika ternyata modal yang dikeluarkan akan melambung di atas budget. Percayalah, semuanya bisa didiskusikan agar sama-sama untung. Bahkan, lebih baik dibicarakan baik-baik di awal daripada dibicarakan netizen di akhir. Bukan begitu?
Ketiga, hal yang terpenting adalah mendapatkan izin. Banyak perdebatan yang timbul akibat pernyataan “tapi kan itu hasil modifikasi? harusnya bisa dong?”. Modifikasi maupun utuh, yang paling penting tetap satu: harus mendapatkan izin. Asalkan mendapatkan restu dari penciptanya, kalian masih bisa kok menggunakan karya orang lain ke dalam karya kalian sendiri. Biasanya, izin diberikan dalam bentuk lisensi. Lisensi ini akan memuat segala hak yang dialihkan dari pencipta kepada pengguna beserta ketentuan yang mengikutinya, termasuk apakah karya boleh dimodifikasi atau digunakan secara utuh. Jadi percuma kalau terus berdebat, kalau tidak ada izin ya karya ciptaan tidak boleh digunakan baik secara utuh maupun sebagian.
Beruntung, Pamungkas cepat dalam bertindak. Tidak hanya ia segera meminta maaf kepada Baptiste Virot dan mengakui penggunaan karyanya dalam artwork album Solipsism 2.0, namun juga mengakui hak ekonomi yang dimiliki Baptiste Virot dengan cara membeli Hak Cipta karya tersebut.
Banyak orang yang terintimidasi dengan Hak Cipta. Intimidasi tersebut bisa berangkat dari keraguan kita terhadap manfaat yang diberikan atau takut karena ribet pengurusannya. Padahal sebenarnya hal-hal yang menyeramkan seperti kontrak dan royalti itu adalah pembahasan belakangan. Dasar dari Hak Cipta itu sederhana: memberikan apresiasi dengan tepat. Tepat bagaimana? Ya, kepada orang yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Bagi pencipta, Hak Cipta hadir untuk menjamin hak yang kamu dapatkan dari ciptaanmu dan melindungi ciptaanmu dari kecurangan. Jika kamu seorang pencipta yang ingin dilindungi ciptaannya, maka kamu juga harus melindungi ciptaan orang lain.
Ide dan kreativitas-mu adalah aset yang sangat berharga, Ingat selalu!
____
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
5 Band Punk Indonesia Favorit MCPR
Dalam perhelatan Festival 76 Indonesia Adalah Kita di Solo, kami menemui band punk-rock asal tuan rumah, MCPR sebagai salah satu penampil untuk mengajukan pertanyaan soal pilihan 5 band punk Indonesia favorit mereka. Sebelum membahas …
Fraksi Penemu Sepeda Bercerita tentang Hobi di Single Gocapan
Setelah merilis single “Olahgaya” 2023 lalu, Fraksi Penemu Sepeda asal Bogor resmi meluncurkan karya terbaru berupa single dalam tajuk “Gocapan” hari Rabu (23/10). Lagu ini menceritakan serunya pengalaman bersepeda sambil mencari sarapan pagi. …