Jambi: Di Bawah Radar Musik Arus Utama, dan Independen

Jan 17, 2022
Skena Jambi

Sumatra yang dikenal kebanyakan orang mungkin adalah kota-kita besar seperti Medan, Padang, dan Palembang. Tentunya selain kuliner yang tidak perlu lagi disebutkan apa saja itu. Mungkin juga banyak yang asing dengan nama kota kecil di tengah-tengah andalas tersebut, Jambi atau lebih spesifik lagi, kota Jambi.

Kota kecil yang bahkan sebagian orang atau mungkin kebanyakan orang tidak tahu itu adalah salah satu nama provinsi di pulau Sumatra. Seakan asing terdengar, Jambi mempunyai letak geografis yang tidaklah sulit. Karena jalur darat sekarang sudah bisa dinikmati banyak orang, baik yang dari Palembang yang membutuhkan waktu tempuh kurang lebih dari enam jam. Dan kondisi jalannya di sini juga sudah bagus, tidak seperti dulu. Yang banyak lubang. Apabila dari Padang, jarak yang ditempuh berkisar antara 11-12 jam. Mungkin terasa sangat  lama, tapi percayalah, kami di Jambi akan berusaha membuat rasa lelah teman-teman yang berkunjung menjadi hilang. Hal itu akan kami coba. Kami tidak akan lelah memberikan yang terbaik untuk teman-teman yang berkunjung.

Sepertinya bukan rahasia umum bahwa Jambi tidak pernah masuk di radar skena musik, terlebih musik independen. Namun kalau harus melacak, akhir 1990an adalah gelombang pertama musik arus samping di Jambi. Yang masuk waktu itu adalah musik alternatif dan heavy metal. Salah satunya adalah dimainkan oleh band crossover bernama Kubu Chaos, yang sempat hiatus dan aktif kembali di 2009. Di awal milenium baru pun tak banyak yang bisa dilacak kembali band dan musik apa yang sedang dimainkan dan digandrungi anak muda pada awal 2000an.

Di pertengahan 2000-an musik pop punk/skate punk sedang digandrungi anak muda masa itu. Olahraga extreme sport seperti skateboard dan bmx mempunyai dampak besar untuk perkembangan musik pop punk/skate punk, khususnya di Jambi pada masa itu. Salah satu band dari gelombang tersebut adalah Broken Glass yang aktif di tahun 2005-2008. Meskipun tidak sempat merilis album penuh, mereka sempat merilis demo dan video musik. Lalu ada juga To Be Continue dan Tengkorak Makan Nasi. Yang terakhir bertransformasi menjadi Trust Me Naughty, yang juga sudah merilis mini album di tahun 2010.

Akhir 2000-an seperti kebanyakan kota di Indonesia, semua anak muda menggandrungi musik emo, begitu pula Jambi. Ini adalah awal untuk anak-anak muda pada masa itu tertarik untuk mulai bermain musik dan mengorganisir acara musik sendiri. Di masa gelombang emo itu, musik lain tetap menjadi eksistensi di masa itu. Rankaio salah satunya, nafas thrash metal sepertinya masih panas di telinga mereka begitu juga semangatnya, Kubu Superstar adalah mini album pada masa itu. Begitu juga nafas musik pop, My First Impression membuat anak-anak penggemar metal, punk, hardcore pada masa itu cukup didengar. Ya karena mereka termasuk orang-orang di balik komunitas musik cutting edge di Jambi, dan melahirkan satu buah EP yang cukup fenomenal pada masa itu. Dengan sebuah video musik sebagai teman pengantarnya.

Akhir dekade 2000-an mungkin bisa dibilang adalah titik kebangkitan untuk skena atau komunitas musik itu sendiri. Banyak band dan berbagai macam musik hadir dan hilang dimakan waktu dan kesibukan masing-masing orang di dalamnya.

Di tahun 2010-an mungkin bisa dibilang tahun tersibuk bagi skena dan komunitas musik di Jambi, khususnya di Kota Jambi.  Tahun 2011 sampai 2018 mungkin bisa dibilang adalah masa produktif semua hal, dari gotong royong dan bersama-sama membuat sebuah acara. Dalam kurun waktu tersebut band-band dari provinsi di Sumatra pun mulai tur ke kota Jambi seperti Hold It Down & ((Auman)) dari Palembang, Stay On dari Padang, Foredoom dari Medan dan juga mulai banyak band dari luar Sumatra mencoba menjajal tur ke pulau Sumatra, dan Jambi tentu masuk ke dalam daftar tur mereka.

Walaupun jarak dari satu provinsi ke provinsi lainnya cukup memakan waktu, yang mencoba menjajal rute Sumatra beberapa band dari luar pulau Sumatra pun mulai berdatangan ke Jambi. Seperti Final Attack, Under 18 dan Milisi Kecoa, dan band dari mancanegara seperti Lasting Traces dari Jerman, Lemuria dari Amerika Serikat dan Countdown To Armageddon dari Australia. Pada proses ini pun, band-band di Jambi mulai merekam materi mereka dan merilis banyak album penting bagi skena musik di Jambi. Salah satunya, Nista yang merilis album We Are Alive di tahun 2014 yang pesta perilisannya pun berbarengan dengan rilisnya mini album dari unit metal hardcore, Resign.

Banyak rilisan penting dalam kurun waktu ini, salah satunya adalah Semiotika yang di tahun 2016 merilis debut albumnya yang berjudul Ruang. Dampaknya juga cukup signifikan bagi skena musik di Jambi. Dan Jambi mulai dilirik sebagai salah satu kota yang harus diawasi pergerakan musiknya.

Di dalam proses itu pun banyak rintangan yang dilewati komunitas atau skena musik itu sendiri, seperti tempat pertunjukan, izin yang dipersulit dan susahnya mendapat sponsor. Dari sekian banyak gigs yang diadakan tentu tak luput dari yang namanya kelebihan dan kekurangan di tiap acara, khususnya skena. Mungkin, semua sepakat bahwa kekurangan adalah kurang adanya regenarasi penerus untuk tetap menjaga api tetap menyala. Karena tidak bisa dipungkiri, usia kadang menjadi hambatan untuk turut memberikan ide, konsep, atau mengadakan kembali gigs baik skala kecil atau besar. Ada yang kerja, berkeluarga, dan lainnya. Hal ini mempertegas bahwa kekurangan skena di Jambi adalah kurang adanya regenerasi penerus. Tapi semua tetap dilakukan dengan gotong royong, walaupun dengan skala studio gig, tapi masih bisa diadakan rutin, itu sudah menjadi proses yang penting bagi skena dan komunitas itu sendiri.

Sementara kelebihan, skena di Jambi adalah sangat kompak, baik itu dalam hal kolektif untuk kegiatan gigs, lapak gratis, FnB dan lainnya. Secara bersama-sama saling bahu membahu, seperti halnya binatang semut, berkelompok menuju suatu arah dan semua hal-hal itu membuat orang-orang di komunitas ini menjadi produktif, yang juga merupakan kelebihan Skena di Jambi, membuat zine, merekam musik, membuat pameran lukis, dan lainnya.

Beberapa venue alternatif sempat mengisi masa tersebut, Seperti House Of Suffering atau disingkat H.O.S yang letaknya di bawah salah satu distro di Jambi yang sangat membuat dampak signifikan karena dalam medio tempat ini aktif di medio 2015 sampai 2017 cukup banyak band lokal yang bermunculan dan banyak band dari luar Sumatra ke Jambi. Seperti Straight Answer (Jakarta), Total Jerks (Depok) dan beberapa band dari luar negeri seperti Hexis (Denmark), Bikini Cops (Australia) dan yang masih bertahan sampai saat ini salah satunya adalah Rambu House yang beberapa tahun belakangan juga cukup lumayan aktif mengorganisirberbagai macam acara.

Beberapa band dan proyek music yang masih aktif dari medio tersebut sampai sekarang seperti; Kubu Chaos (Crossover), Nista (Hardcore), Death Throne (Death Metal) Semiotika (Post-Rock), Tear Me Harder (Melodic Death Metal), Benghazi (Power Violance), My First Impression (Pop) Klawings (Pop) Desolation (Thrash Metal), Old File (Alternatif Rock) Civil War (Rap Rock), F For Free (Easycore), Over Rage (Blackgaze) Ismet Raja Tengah Malam (Folk), Valsartan (Pop Punk), Heavy Deal (Hardcore), Bigmouth (Hardcore) dll.

 

*Artikel ini ditulis secara kolaboratif oleh Ikmal Febriansyah dan Patrick Pradifta Garyano


Patrick Pradifta Garyano
Suka musik, juga menulis apapun tentang musik dan (juga) merekam gambar bergerak. Perspektif itu hal yang lucu sebenarnya dan semua itu ada untuk mengisi semua partikel-partikel kecil yang biasa kita sebut takdir. IG: @patgaryn

Ikmal Febriansyah
Lahir dan tumbuh besar di Jambi. Menyukai sajak dan juga puisi, memiliki minat berlebihan terhadap video game. sehingga hampir keseharian dihabiskan di dunia maya. IG: @ikmalfebriansyah

Penulis
Pop Hari Ini

Eksplor konten lain Pophariini

Lirik Lagu Empati Tamako TTATW tentang Mencari Ketenangan dan Kedamaian

Penggemar The Trees and The Wild sempat dibuat deg-degan sama unggahan Remedy Waloni di Instagram Story awal November lalu. Unggahan tersebut berisi tanggapan Remedy untuk pengikut yang menanyakan tentang kemungkinan kembalinya TTATW.     …

Di Balik Panggung Jazz Goes To Campus 2024

Hujan deras di Minggu siang tak menghalangi saya menuju gelaran Jazz Goes To Campus (JGTC) edisi ke-47 yang digelar di FEB UI Campus Ground, Depok pada Minggu (17/11).  Bermodalkan mengendarai motor serta jas hujan …