January Christy – Unreleased Tracks From 1985

Apr 22, 2022

“Melayang” dan January Christy adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan dalam peta perjalanan emas musik Indonesia di era 80-an. Berkat single yang ada dalam debut album yang dirilis tahun 1986 tersebut, nama penyanyi kelahiran Bandung ini menjadi penting sebagai satu diantara legenda jazz tanah air.

Banyak studio album January Christy yang sudah dirilis sepanjang 86 – 91. Jumlah yang sedikit untuk ukuran musisi jazz yang saya masih berharap masih merilis sesuatu sebelum akhirnya wafat di tahun 2016.

Itu mengapa ketika Unreleased Tracks From 1985 muncul, ini menjadi penting untuk melihat bagaimana wajah awal penyanyi sebelum akhirnya muncul debut Melayang.

Ada perasaan yang lain ketika mendengar 12 lagu yang ada dalam album ini. Sebuah perasaan kangen yang amat sangat, mungkin perasaan yang sama muncul ketika “Free As A Bird” dan “Real Love” didengar untuk pertama kalinya sejak wafatnya John Lennon. Dua single yang berhasil mengesankan bahwa John Lennon mugkin tidak benar-benar wafat, sepertinya single ini baru dibuat kemarin.

Yang menarik dari album ini, selain dari suara emas January Christy, kita juga disuguhkan dengan komposisi liar yang ditulis oleh mendiang Harry Roesli, maestro musik, nama emas dalam peta perjalanan musik Indonesia.

Semangat delapanpuluhan tertangkap manis dalam perpaduan tulisan musik Harry dan melodi-melodi tebal yang keluar dari kerongkongan January Christy. Suasana batin tertentu lahir dalam sekat-sekat ruang studio yang dingin meskipun musiknya terdengar hangat di hati, dimulai dari track pertama “Christy” mulai terputar.

Duabelas lagu ini juga menjadi bukti dari mana datangnya aransemen dan progresi kord major-minor khas January Christy seperti yang tergambar dalam “Melayang” atau “Aku Ini Punya Siapa”

Favorit saya, selain “Christy” adalah “Kaki Langit Bumi Yang Miring Kini Bertambah Kering”, sebuah judul yang panjang untuk lagu-lagu yang dinyanyikan sang penyanyi yang rata-rata hanya dua atau tiga kata. Sebuah lagu jazz/funk/pop yang manis yang bisa mungkin menjadi pemicu goyang santai ketika diputar di sebuah jazz session di sebuah bar di Jaksel.

Lirik-lirik yang ada karya-karya yang dibuat Harry Roesli dan January Christy ini juga menjadi bukti bahwa perbendaharaan kata di era 80-an sangat bagus dan masih relevan buat saya untuk didengarkan sampai hari ini. Lirik-lirik puitis yang harusnya masih bisa dilestarikan untuk musisi-musisi hari ini.

“Fame” adalah nomor lain yang berhasil membuat bulu kuduk merinding, apalagi ketika didengar jam 1 malam. Sangat cocok. Sebuah nomor bluesy yang punya lirik sederhana namun dalamnya melebihi palung Weber di laut Banda. Bagaimana duet Roesly dan Christy menerjemahan ‘popularitas’ lewat liriknya.

Aku jalan di jalanku/dicaraku
Biar jangan kau ganggu
Aku tiba di tempatku/dimilikku
Aku sendiri
Angin malam/temanilah aku sekarang
bertiuplah di antara cemara

Engkau jalan/di jalanmu
engkau pandang/dengan caramu
Walau dunia sebenarnya ini bukan milikku

Aaahh perasaan jangan tegang
Aaahh masing-masing punya cara
Aaahh bisakah kita bahagia
Aaahh biar fana yang berkata 

Matahari dia sepi
Matahari sibaklah hati dia
Hati dia milik dia
Tapi rasa bukanlah fatwa
Walau rasa cinta ada di kandungan hati

Perumpaan dari ‘dunia yang bukan milikku’, ‘fana yang berbicara’, ‘matahari yang sepi’ ‘rasa bukan fatwa walau rasa cinta ada di kandungan hati’ sangat menggambarkan bagiamana perasaan atau cara pandang January Christy atau Harry Roesli melihat popularitas musisi yang bersinar saat itu. Bahwa popularitas adalah fana dan tak semata-mata membuat orang bahagia.

Dan begitu cermatnya ketika teka-teki dari lagu “Fame” ini justru justru ditempatkan di baris terakhir “Apapun yang terjadi, kita kan tetap berkawan”, membuktikan bahwa popularitas tidak menjadikan jarak pertemanan menjadi jauh. Sungguh, sebuah kecermatan penulisan lagu yang tinggi.

Since album ini juga dirilis dalam format vinyl, tentu ini hal yang menggembirakan karena kita bisa menikmati album ini dengan frekuensi yang tebal dan baik, ketimbang di digital. Suasana malam atau dini hari tentu menjadi pilihan yang pas untuk mendengarkan album ini dalam volume yang disetel tanpa harus maksimal.

Itu mengapa mengoleksi vinyl album ini menjadi penting selain dari cover art lukisan karya Davy Linggar yang keren, sebuah lukisan dari sang penyanyi itu sendiri yang sudah sempat dipamerkan oleh Davy di gelaran pameran seni Art Basel 2021 di Hong Kong.

Akhirnya saya bisa menempatkan January Christy dan musiknya tepat di relung hati, sebuah soundtrack untuk merenung sendiri di malam hari, apalagi akhir-akhir ini musim hujan. Makin sedap!

Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.

Eksplor konten lain Pophariini

Ramalan 9 Musisi Indonesia yang Bersinar di 2025

Kami menerbitkan artikel ramalan musisi sejak awal 2022 sebagai bentuk harapan bahwa dengan menghasilkan karya yang bagus musisi tersebut pantas untuk mendapatkan apresiasi yang lebih di industri musik. Dari memilih 10 nama, semenjak 2023 …

Wawancara Eksklusif Ecang Live Production Indonesia: Panggung Musik Indonesia Harus Mulai Mengedepankan Safety

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pophariini masih banyak menghadiri dan meliput berbagai festival musik di sepanjang tahun ini. Dari sekian banyak pergelaran yang kami datangi, ada satu kesamaan yang disadari yaitu kehadiran Live Production Indonesia. Live …