Jinan Laetitia – One
Rasanya tak harus punya sejuta alasan untuk menyukai lagu. Paling tidak lagu yang bisa menyita waktu kita untuk mendengarkannya sekitar 2 – 4 menit tersebut bisa mewakili perasaan atau berhasil menggambarkan suatu keadaan.
Begitu pula dalam merekomendasi sebuah album. Kali ini yang terpilih untuk saya ceritakan, yaitu One milik Jinan Laetitia. Namun, sebelum berbicara banyak. Saya ingat-ingat kembali bagaimana awal kemunculannya.
Jinan memperkenalkan diri lewat POV: The Prelude dua tahun yang lalu. Di mana tak satu pun lagu di dalamnya masuk ke album ini. Entah karena tidak sesuai dengan tema utama album atau mungkin juga ingin pembaruan musikalitas.
Layaknya materi album pasti memiliki sekian pertimbangan untuk bisa dinikmati menjadi kesatuan yang utuh. Aransemen musik yang disuguhkan album ini terdengar kena tanggung, tidak semegah kualitas vokal Jinan.
One dibuka dengan lagu berjudul “Welcome Back”. Jinan tak sekadar bernyanyi di lagu ini. Setelah ia melafalkan lirik, “My heart’s getting worn unless you tell me I’m yours. So, aimless is better than quiet”. Musik sengaja terhenti untuk menggambarkan situasinya. Kemudian lagu ditutup dengan sesuatu yang unik, Jinan memainkan kerongkongannya sambil tertawa.
Lanjut ke nomor kedua di album berjudul “Mannequin”. Seakan Jinan menceritakan tentang apa yang sebenarnya terjadi atas sesuatu. “‘Cause I’m your mannequin. Pretty porcelain. Cut me off, dress me up. ‘til I’m pretty, pretty” adalah lirik yang menggambarkan kepasrahan diri.
Satu di antara beberapa yang menyita perhatian, kolaborasinya bersama Pamungkas untuk nomor ketiga di album. Duet mereka berdua dirangkum dalam “Timeless” yang mengkhayalkan sebuah keabadian.
Cara bernyanyi yang khas merupakan kesuksesan. Jinan mengulang kalimat, “If I could then I would I would forgive myself” di nomor “Forgive” yang bisa mengingatkan, bahwa kesalahan masih bisa diperbaiki namun ceritanya tidak pernah terlupakan.
Di album ini, nomor “Favorite” yang paling cocok menjadi pengantar tidur. Sementara nomor selanjutnya, “Vanilla”. Jujur saja, tidak spesial seperti yang dicanangkan sebagai focus track. Malahan “Unromantic” yang lebih menarik aransemennya.
Menuju satu lagu terakhir, ada “Picture” dan “Why Should I” yang terasa kelam dan buram. Sampai di penutup album, Jinan mempersembahkan “Leave” dengan sedikit lebih santai meskipun rasanya masih terasa serba kosong.
Hanya butuh waktu kurang dari 30 menit untuk mendengarkan sepuluh judul bernuansa pop elektro ini. Semoga Jinan bisa mempertanggung jawabkan materinya secara nyata di atas panggung berhadapan dengan banyak orang.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …