Jurnal #TauTauTur Bangkutaman dan Logic Lost di Jepang

Dec 13, 2022

Perjalanan #TauTauTur bangkutaman dan Logic Lost ke Jepang boleh dibilang nekad, karena kita tak memperkirakan sebelumnya bahwa akhirnya kita bisa bermain di negara ini.

Perjalanan tur ini bermula dari terpilihnya bangkutaman dan dua musisi asal Indonesia lainnya, Logic Lost dan Tanayu dalam sebuah festival bertajuk Tokyo Beyond Festival 2022. Ini adalah festival tahunan yang digelar di Shibuya, Tokyo. Festival yang digelar 2 hari dari 26-27 November ini menampilkan showcase dari musisi-musisi Jepang, Asia dan negara-negara lainnya dari Australia, Inggris, Amerika Serikat, Prancis dan lainnya.

Dari sini, kami pun mencari tahu apakah kita bisa melakukan tur juga di Jepang. Kami pun mulai menghubungi beberapa kolega di sana yang siap menampung kami untuk bermain di venue-venue mereka. Hasilnya menggembirakan, kami mendapatkan 3 slot untuk bermain.

Setelah membereskan urusan teknis dari paspor, visa, tiket pesawat termasuk tiket JR Pass (tiket transportasi) serta tidak lupa membooking penginapan terdekat dengan venue dengan pertimbangan jarak dan ngirit ongkos, kami pun berangkat ke Jepang.

Kami berangkat jadi 2 kloter, tour manager kami, Satria dan Logic Lost berangkat di tgl 24 karena Logic Lost ada gig di Substore, Tokyo di tanggal 25. Saya sendiri berangkat tgl 26 malam dan sampai 27 pagi.

Logic Lost bermain tanggal 24 di Substore, toko piringan hitam yang berlokasi di Koenjikita, Tokyo ini ramai dipenuhi banyak penikmat musik yang datang khusus untuk melihat Logic Lost. Gig berjalan dengan baik. Rata-rata dari mereka adalah customer setia dari Substore yang kerap belanja rilisan fisik di toko ini.

Logic Lost tampil di Substore / foto: Satria Ramadhan

Sesampainya di sana, saya dijemput Satria di Bandara Narita dan langsung naik kereta menuju ke Shibuya. Dari stasiun, kami berjalan kaki menuju venue yang ternyata jaraknya dekat sekali, hanya 5 menit jalan kaki.

Pertama kali menginjakkan kaki di negeri Sakura, saya terkejut dengan pemandangan kota Tokyo yang penuh hiruk pikuk para pejalan kaki. Semua orang di sana beraktivitas dengan berjalan kaki dan naik sepeda. Semua sistem lalu lintas di sana rapih, dari pedestrian yang nyaman hingga lampu lalu lintas dan tanda penyebrangan yang didesain ramah dengan pejalan kaki.

Sesampainya di venue festival jam 11 pagi, saya langsung lekas-lekas soundcheck. Yinega, venue tempat saya dan Logic Lost bermain adalah sebuah bar bergaya Afrika yang punya desain menarik. Di luar dibuka spot kecil untuk bakar sosis dan makan nasi campur, sedangkan di dalam, bar dibuka dengan menyisakan area kosong di sekitar performer, karena tidak ada panggung.

Oiya, bangkutaman kali ini berangkat hanya saya sendiri sebagai vokal dan gitar. Berhubung alasan teknis, dua personil lainnya tidak bisa ikut. Namun beruntung sekali, kami di sana dibantu oleh Tercitra Winitya, kibordis L’Alphalpha yang juga pernah beberapa kali membantu The Adams, kali ini kita ajak bermain bass. Untuk drum kita percayakan kepada Dylan (Logic Lost) yang membantu monitor sequencer yang sebelumnya direkam oleh produser kami, Panji Dharma.

Bangkutaman tampil di Tokyo Beyond Festival/foto: Satria Ramadhan

Gig di Yinega berjalan dengan baik, lancar dan intim. Kami memainkan 6 buah nomor dari Ode Buat Kota, Rileks dan Dinamika. Semua penonton nampak antusias menonton, terutama dari musisi-musisi yang main hari itu. Bahkan ada salah satu musisi Jepang yang secara spontan mengiringi kami bermain jembe pada saat soundcheck. Ia bilang musik kami sangat nyaman untuk didengar dan dimainkan. Senada dengan kami, Logic Lost pun bermain sangat bagus, nampak beberapa musisi tertarik dengan sound dan ekspresi yang ditampilkan Logic Lost di setnya hari itu.

Setelah perform, kita habiskan waktu untuk mengintip beberapa aksi dari musisi lainnya yang bermain di situ dan membangun interaksi dengan mereka. Tukar menukar CD dan alamat instagram, saling follow dan bercerita tentang band dan skenanya masing-masing adalah pengalaman berharga yang tak bisa kami lukiskan. Ada juga beberapa perwakilan dari label Jepang dan promotor festival yang hadir di sana yang tentunya tak luput dalam aktivitas obrolan kami.

Tanggal 28 November, hari kedua kami di Jepang kami naik kereta untuk bermain ke Nara, sebuah kota yang jauh dari Tokyo. Dengan Shinkansen kita menempuh 6 jam perjalanan ke sana. Sebetulnya bisa 3 jam, namun kami harus mengeluarkan kocek fantastis untuk naik Shinkansen tipe eksklusif.

Nara adalah kota kecil. Kalau di Jawa, ini seperti Solo. Kota kecil yang nggak terlalu padat, phase-nya santai. Dari stasiun, kami berjalan kaki ke penginapan kami, Nara Homestay yang mana ternyata dekat sekali dengan stasiun dan venue kami buat nanti malam, yaitu Twin Tail.

Bangkutaman dan Logic Lost tampil di Twintail Bar, Nara

Twin Tail adalah bar kecil yang ada di sudut perempatan jalan. Bar ini dulunya adalah bekas tempat pijat yang lama tutup kemudian disulap menjadi Bar. Shunsuke, salah satu penggagas gig ini bersama teman-temannya, adalah teman lama saya di Jakarta. Shun dikenal sebagai salah satu kolektor vinyl/DJ akut yang memutarkan lagu-lagu Indonesia yang dulu sempat membuat bar/restoran di Jakarta bernama Mondo.

Bermain di Nara di hari Senin, seperti klab/bar lain di Jakarta, kita nggak berharap banyak karena sudah pasti penontonnya sedikit. Apalagi melihat kondisi Nara yang sangat sepi. Namun dugaan kami meleset. Satu demi satu orang datang ke Twin Tail, menghabiskan malam mereka dari pekerjaan untuk mampir sebentar sebelum pulang ke rumah. Satu demi satu lagu bergulir, mereka nampak menikmati musiknya, meskipun kendala bahasa menjadi topik umum, namun bukan berarti itu jadi tantangan untuk mereka mengapresiasi kami. Di akhir pertunjukan kami menyisipkan chorus dari lagu pop klasik Jepang “Kazeo Atsumete” milik Happy End. Pengunjung bar nampak antusias dan bernyanyi bersama sampai selesai.

Setelah penampilan kami, Logic Lost juga sukses memukau fans musik di Nara dengan dentuman elektronik/noisenya. Acara pun dilanjutkan dengan spinning session dari Shun, DJ-DJ lokal Nara dan saya serta Satria sampai jam 3 pagi waktu Jepang.

Tanggal 29 November adalah waktu santai, kami pergunakan untuk berjalan-jalan menyusuri kota Nara yang cantik sambil digging ke record shop. Salah satu yang direkomendasikan Shun adalah Pleased To Meet Me, sebuah record shop/coffee shop kecil yang ada di pinggir jalan kota Nara. Takeshi, owner yang juga bermain di Twin Tail tadi malam menyambut kami dengan baik. Ia bahkan membeli beberapa keping CD kami untuk dijual di tokonya. Kami pun menyambutnya dengan baik sambil membawa pulang beberapa plat jajanan kami di sana.

Kyoto adalah destinasi selanjutnya. Di tanggal 30 November, kami habiskan waktu di Kyoto untuk membuat videoklip single bangkutaman “Lala (Lala)”. Kyoto pun tak beda dengan Nara. Kota ini lumayan sepi sehingga kami bisa bebas bersepeda pada pagi harinya. Udara dingin musim gugur yang menusuk tak membuat kami malas, jam 8 pagi kami pun berkeliling naik sepeda mencari spot-spot bagus untuk keperluan videoklip.

Tanggal 30 malam bangkutaman dan Logic Lost tiba kembali di Shibuya. Berangkat dari hotel kami di Ebisu, kami naik kereta menuju Shimokitazawa, sebuah daerah di Tokyo yang penuh dengan kafe tradisional dan pub bir yang umum menjadi tempat bagi pertunjukan seni dan band live. Kami dijemput oleh Baba Masamichi, orang yang mengorganize gig terakhir kami di Jepang. Baba adalah orang yang saya kenal selama 15 tahun terakhir, ia menghabiskan waktunya di Jakarta untuk mencari vinyl records demi memenuhi hasrat dan apresiasinya akan musik Indonesia. Malam itu kami bermain di LiveHaus, sebuah bar yang terletak di bawah tanah. Di sana kami bermain di panggung kecil dengan penuh intim.

Bangkutaman di LiveHaus, Shibuya

Beberapa teman dari DJ hip hop, jurnalis, musisi datang untuk menyaksikan penampilan bangkutaman dan Logic Lost. Beberapa DJ/Selecter pun bermain dengan musik-musik yang menarik. Dinginnya udara malam itu membuat kami harus memesan bir untuk menghangatkan badan. Karena kami bermain sampai malam dan venue nya lumayan jauh dari hotel tempat kami menginap, beruntung kami dipesankan taksi oleh Baba untuk menghantarkan kami kembali ke hotel. Wah, sebuah penutup yang sangat manis bagi kami yang belum pernah merasakan naik taksi di Jepang karena saking mahalnya.

Empat hari kunjungan kami di Jepang sangat berkesan. Kami tak membayangkan bisa berada di tempat nun jauh di sana untuk menampilkan musik kami di sini. Semoga di masa depan kami akan kembali ke Jepang dengan full team dalam festival dan tur yang lebih panjang lagi. Doakan ya!

Terimakasih untuk beberapa pihak yang sudah membantu kami, semua sponsor dan rekan-rekan kami di Jepang yang sudah repot-repot membuatkan gig untuk #TauTauTur kami di Jepang. Terutama untuk SRM Bands dan Satria Ramadhan atas energinya yang luar biasa menemani kami menjadi tour manager tur Jepang kali ini. See you guys on next #TauTauTur bangkutaman.

 

 

 

Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.

Eksplor konten lain Pophariini

Lirik Lagu Rayakan Pemenang Morfem untuk Kemenangan Timnas

Teringat single Morfem “Rayakan Pemenang” dalam album mini SneakerFuzz yang rilis 10 tahun lalu. Kami memutuskan untuk membuat artikel lirik lagu ini bertepatan dengan momen kemenangan Tim Nasional (Timnas) Indonesia atas Korea Selatan di …

Band Majalengka, HompimpaH Rilis Single Baru Terpengaruh dari Perunggu

Berjarak 2 tahun dari perilisan album mini Transisi, band pop punk asal Majalengka bernama HompimpaH memutuskan kembali dengan karya baru berupa single dalam judul “Bahagia Sendiri” hari Jumat (19/04).   HompimpaH beranggotakan Yogie Alani …