Kampungan Versus Gedongan: Bagaimana Selera Musik Kelas Menengah di Indonesia Terbentuk?

Oct 18, 2018

Pada awal 1970-an, dangdut sering dimunculkan di halaman-halaman Aktuil dan media cetak populer lainnya yang cenderung mengejek atau mengolok dangdut. Redaktur Aktuil, Billy Silabumi, memopulerkan istilah “dangdut” untuk menyebut (atau “mengejek”) musik Melayu yang dianggapnya kacangan. Nama “dangdut” diambil dari bunyi kendang.

Media-media saat itu berlomba-lomba untuk memberitakan perseteruan antara rock versus dangdut. Aktuil sangat jelas membela band-band rock saat itu. Media cetak populer menekankan jurang pemisah antara musik pop/rock Indonesia dan dangdut, yang khalayaknya dari menengah ke bawah. Pembentukan opini paling fenomenal tentu saja rock yang “diwakili” oleh Benny Soebardja (The Giant Step) menganggap musik dangdut yang diwakili oleh Rhoma Irama dianggap sebagai “musik (maaf) tai anjing”. Polemik yang memanas ini seakan diberi tempatnya oleh Aktuil. Tak sampai di sana, Rhoma Irama membalas komentar Benny Soebardja dengan menyebut musik rock sebagai “musik terompet setan”.

Benny Soebardja (The Giant Step) menganggap musik dangdut yang diwakili oleh Rhoma Irama dianggap sebagai “musik (maaf) tai anjing.

Dampak dari pembentukan selera oleh media itu tercipta dari bagaimana akhirnya stereotipe-stereotipe yang berkembang di masyarakat. Peran serta konstruksi media itu bisa dirasakan, misalnya, kalau ada panggung-panggung dangdut. Tercipta steretotipe di benak kita kalau di setiap pertunjukan dangdut itu selalu ada keributan atau biasa disebut “senggol bacok”. Kalau ada orang yang sedikit saja kena senggol maka akan terjadi perkelahian. Panggung-panggung dangdut seolah hanya milik mereka yang kasar dan tak berpendidikan.

Benny Soebardja di Tahun 70an. Foto: https://groovesharks.org

1
2
3
4
Penulis
Idhar Resmadi
Nama Idhar Resmadi sudah dikenal di kalangan jurnalis musik tanah air. Music Records Indie Label (2008), Kumpulan Tulisan Pilihan Jakartabeat.net 2009-2010 (2011), dan Based on A True Story Pure Saturday (2013) adalah karya yang sudah ia rilis. Selain itu, ia juga merupakan peneliti lepas, pembicara, moderator, atau pemateri untuk bahasan musik dan budaya.

Eksplor konten lain Pophariini

6 Album Indonesia dengan Bas Terlegit Favorit Ginda Bestari

Pada Jumat (14/02), kami menghadiri D’Addario Event Launch di Mall of Indonesia, Jakarta Utara. Acara tersebut dimeriahkan oleh sederet gitaris dan bassist ternama Indonesia. Salah satu yang namanya tak asing lagi adalah Ginda Bestari. …

Wawancara Eksklusif Teenage Death Star: Mengajak 12 Musisi ke Taman Bermain Thunder Boarding School

Teenage Death Star rilis album! Rasanya kalimat itu sendiri sudah jadi berita yang menarik bagi para pegiat musik lokal. Pasalnya, band ini hanya memiliki satu album penuh bertajuk Longway to Nowhere sejak terbentuk tahun …