“Ketulusan Hati: Modal Penting Kreativitas Yang Punya Kedalaman Makna” oleh Yovie Widianto

Jul 6, 2022

Dalam menulis lagu, hal yang paling penting, bagi saya, adalah ketulusan hati dalam berkarya. Keterampilan bermusik tentu tidak kalah krusial, tetapi kenyataannya, ada banyak penulis lagu yang menulis lagu dengan indah meskipun tidak bisa memainkan instrumen musik. Hal tersebut bisa jadi merupakan bukti awal dari ketulusan dan kekuatan hati, ternyata bisa menjadi sumber utama yang memberikan inspirasi dalam menulis lagu.

Saya akan mulai bercerita dari bagaimana lingkungan yang kondusif itu juga memberi warna dalam penulisan lagu lagu. Sebenarnya keluarga inti saya bukanlah orang-orang yang intens dengan musik. Ibu adalah pekerja rumah tangga dan ayah lebih menginginkan saya maju di wilayah akademik. Saya banyak bersentuhan dengan musik karena bergaul dengan tokoh besar yang kebetulan adalah sepupu saya yaitu Bang Elfa Secioria.

Dalam menulis lagu, hal yang paling penting, bagi saya, adalah ketulusan hati dalam berkarya. Keterampilan bermusik tentu tidak kalah krusial, tetapi kenyataannya, ada banyak penulis lagu yang menulis lagu dengan indah meskipun tidak bisa memainkan instrumen musik.

Awalnya, saya tidak tertarik bermain piano (karena kok rasanya semua orang memainkan piano ya), tetapi lebih ke flute, recorder dan drum. Namun akhirnya saya memilih piano, karena melihat partitur berserakan di tempat Bang Elfa, dan memang lebih praktis dan menyenangkan jika notasi-notasi tersebut dimainkan dengan menggunakan piano. Selain itu, rumah Bang Elfa juga sering didatangi musisi-musisi ternama seperti Edy Karamoy, Embong Raharjo, Erwin Gutawa, Riza Arshad, Utha Likumahuwa, Dian Pratama Putra dan banyak lagi yang menjadi inspirasi saya dalam bermusik. Singkatnya, lewat pengalaman di masa kecil tersebut, saya memutuskan untuk menekuni musik, khususnya instrumen piano.

Walau demikian, keputusan untuk menapaki karir musik itu pada mulanya mendapat sedikit pertentangan. Ada titik di mana ayah terkesan kurang mendukung kiprah saya di bidang musik, meski dalam bidang akademik, beliau kerap menunjukkan kebanggaan terhadap prestasi yang saya raih. Pernah suatu ketika, saat saya baru memenangkan sebuah kompetisi komposisi internasional, ayah berkata, “Meski menang kompetisi di luar negeri, di sini musisi masih belum dihargai.“ Harus diakui, ayah ada benarnya. Berita prestasi saya tidak banyak diberitakan di tanah air dan hanya sedikit saja majalah musik yang mengapresiasi. Namun ibu, di sisi lain, menghibur dengan mengatakan: “Enggak apa-apa enggak banyak tahu, yang pasti, ibu akan jadi fans pertama kamu yang tahu kamu telah berhasil di luar sana.”

Saya percaya bahwa bermusik dan mencipta lagu, itu perlu semacam ketulusan. Arogansi mesti dikesampingkan, karena biasanya pendengar bisa tahu, mana musik yang dibuat dengan jujur dan mana musik yang diciptakan untuk sekadar pamer kemampuan.

Kata-kata ibu tersebut selalu terngiang dan menjadi tempat saya memaknai arti cinta yang sesungguhnya dan pelan -pelan, ayah pun mulai luluh. Ia rajin mengantar saya bermain piano di Hotel Savoy Homann di Bandung. Saya menjelaskan pada ayah, bahwa lewat musik, saya bisa berbagi kebahagiaan pada para pendengar. Musik yang dibagikan pun bisa berdampak pada wawasan dan pola pikir berpikir para pendengarnya, terutama bila kita bisa sajikan musik yang lengkap dan disajikan dengan instrumentasi dan aransemen yang konseptual. Setidaknya, keragaman musik yang kita perdengarkan pada masyarakat akan membuat manusia lebih punya hati untuk menerima perbedaan warna-warna kehidupan. Penjelasan yang bernuansa “akademis” tersebut ternyata bisa diterima ayah dan akhirnya beliau mendukung penuh karir musik saya.

Saya percaya bahwa bermusik dan mencipta lagu, itu perlu semacam ketulusan. Arogansi mesti dikesampingkan, karena biasanya pendengar bisa tahu, mana musik yang dibuat dengan jujur dan mana musik yang diciptakan untuk sekadar pamer kemampuan. Kadang saya menulis lirik yang sastrawi, kadang juga menulis dalam ekspresi yang sangat ringan dan keseharian, itu semua punya cerita di baliknya, dan saya tuangkan dalam karya dengan sepenuh hati. Lalu, dari mana saya dapat inspirasi untuk segala cerita itu? Pertanyaan tersebut sering sekali muncul.

Kadang saya menulis lirik yang sastrawi, kadang juga menulis dalam ekspresi yang sangat ringan dan keseharian, itu semua punya cerita di baliknya, dan saya tuangkan dalam karya dengan sepenuh hati.

Saya punya banyak rekan bermusik, seperti teman-teman di Kahitna (yang saya sudah 36 tahun bersama mereka), Yovie & Nuno, dan lainnya. Kami juga punya hubungan personal yang dekat, sehingga sering berbagi cerita, memaparkan problemnya masing-masing. Dari situ, saya sering mendapat inspirasi untuk menulis karya. Artinya, musik-musik yang ditulis tidak hanya lahir dari cerita dan pengalaman pribadi, melainkan juga bagaimana kita mendengarkan dan memahami orang lain. Bisa dikatakan, teman-teman inilah energi saya, yang juga turut mendoakan saya, agar karya-karya yang ditulis ini menjadi dicintai banyak orang.

Selain itu, dalam menulis karya, saya cenderung tidak berlama-lama. Sekurang-kurangnya, konsep dan bagan lagu selesai dalam hari itu juga. Mengapa? Bukan saya terburu-buru. Namun saya menganggap bahwa imajinasi yang muncul secara langsung di saat mengkomposisi mula-mula itu memiliki kekhasan yang otentik. Itu sebabnya, saya merasa perlu untuk mengejawantahkannya di hari yang sama. Jika saya tunda-tunda keesokan harinya, maknanya seringkali sudah bergeser atau ibarat mengumpulkan puzzle, menjadi agak sukar untuk mencocokannya.

Musik-musik yang saya tulis tidak hanya lahir dari cerita dan pengalaman pribadi, melainkan juga bagaimana kita mendengarkan dan memahami orang lain. Bisa dikatakan, teman-teman inilah energi saya, yang juga turut mendoakan saya, agar karya-karya yang ditulis ini menjadi dicintai banyak orang.

Perlu diingat bahwa ini tidak ada hubungannya dengan bagus atau tidaknya suatu karya. Baik yang dikerjakan secara mengalir (relatif cepat) atau yang berlama-lama, keduanya tetap bisa menjadi lagu yang bagus dan bermakna. Namun ini lebih ke kebiasaan subjektif saya, yang menganggap bahwa otentisitas imajinasi menjadi lebih sulit dipertahankan jika tidak segera dimanifestasikan. Oh ya, konteks ini berlaku untuk komposisi lagu di industri musik terkini. Dalam konteks lain, misalnya menulis aransemen bagi orkes simfoni, tentu saya seringkali perlu waktu yang cukup panjang.

Saya sering mendengar orang mengatakan, “Ah, lu mah orangnya kebanyakan ngayal.” Bagi saya, mengkhayal, berimajinasi, itu adalah sesuatu yang paling krusial dalam mencipta. Justru, khayalan, imajinasi itulah sesuatu yang kita perlukan dan di benak saya, sering dibuat sebagai sesuatu yang riil! Mungkin karena itu kadang orang menyampaikannya dengan istilah ‘lagunya gue banget’ karena tidak mengada-ada dan seolah dekat dengan kehidupan pendengarnya.

Dalam menulis karya, saya cenderung tidak berlama-lama. Sekurang-kurangnya, konsep dan bagan lagu selesai dalam hari itu juga. Mengapa? Bukan saya terburu-buru. Namun saya menganggap bahwa imajinasi yang muncul secara langsung di saat mengkomposisi mula-mula itu memiliki kekhasan yang otentik.

Inspirasi juga bisa dari mana saja. Selain dari cerita kawan, saya pribadi bisa mendapat ilham dari film. Salah satu film yang menginspirasi adalah Pretty Woman. Film itu adalah salah satu yang saya ingat saat membuat lagu Cantik. Saya ingin dalam dua atau tiga detik pertama, orang tahu bahwa lagu ini berjudul Cantik. Contohnya itu, saat kita menyanyikan satu kata itu ‘Cantik’ biasanya dijawab ‘Apa?!’ (Bercanda. Ha ha).

Melalui film, selain memberi inspirasi bagi saya untuk bisa memberikan kesan mengena dalam waktu singkat, juga membuat saya banyak belajar tentang alur. Misalnya, saya senang sekali menonton Sleepless in Seattle, yang menunjukkan alur yang nyaman, membuat hanyut. Hal tersebut menginspirasi saya dalam mencipta karya: saya tidak pernah membuat lagu berdasarkan potongan-potongan, melainkan mesti bersifat utuh dari awal hingga akhir, dan semuanya, balik lagi, diusahakan selesai dalam waktu yang dekat dengan saat awal menulis (agar tidak ‘blur’ karena kemasukan ‘imajinasi berbeda’ apabila terlalu lama proses menciptanya).

Saya sering mendengar orang mengatakan, “Ah, lu mah orangnya kebanyakan ngayal.” Bagi saya, mengkhayal, berimajinasi, itu adalah sesuatu yang paling krusial dalam mencipta. Justru, khayalan, imajinasi itulah sesuatu yang kita perlukan dan di benak saya, sering dibuat sebagai sesuatu yang riil!

Sebagai gambaran, saya tidak pernah membuat verse dulu, chorus dulu, interlude dulu, semuanya mesti dalam sebuah bagan lengkap di dalam kepala, sama halnya saat kita membayangkan sebuah plot dalam film. Dalam berproses seperti ini, tantangannya adalah di saat-saat luang, kita harus memperbanyak referensi atau tambahan ilmu baik dari sastra, film, ataupun musik, agar spontanitas yang muncul dipenuhi oleh kedalaman makna, meski pada lagu yang terkadang ‘tampak’ sederhana.

Bayangkan, di negara maju tertentu, komposer yang mencipta dua tiga lagu yang booming, bisa langsung sejahtera. Di sini, hal ini masih membutuhkan perjuangan dan lagi-lagi: ketulusan dalam saling menghargai karya anak bangsa sangat diperlukan.

Terakhir, saya ingin menekankan bahwa karya yang kita buat ini pada dasarnya dihasilkan untuk kebaikan bersama. Selain pihak produser mendapat keuntungan, pendengar tentu saja, penyanyi, segala pihak di baliknya juga mesti turut menikmati, termasuk komposer. Seluruh stake holder industri musik harus mendapat manfaatnya. Ini hal yang terus saya dan teman-teman perjuangkan, agar para pencipta lagu dapat memperoleh keadilan. Bayangkan, di negara maju tertentu, komposer yang mencipta dua tiga lagu yang booming, bisa langsung sejahtera. Di sini, hal ini masih membutuhkan perjuangan dan lagi-lagi: ketulusan dalam saling menghargai karya anak bangsa sangat diperlukan.

Saya yakin para komposer tidak meminta berlebihan, yang penting manusiawi dan proporsional sesuai raihannya. Tengok negara-negara yang maju industri musiknya. Mereka bisa maju biasanya karena peran serta pemerintah dan kecintaan masyarakatnya terhadap karya anak bangsa. Jika kitab isa melakukan hal serupa, jangan heran bila tiba-tiba di pelosok negeri banyak seniman yang sejahtera karena keberhasilan karyanya dan dijamin para komposer akan lebih bersemangat dalam melahirkan lagu-lagu bermutu untuk memperkaya budaya milik negeri yang kita banggakan: Indonesia.

 


Yovie Widianto adalah pianis dan musikus yang dikenal sebagai salah satu personel dan pendiri grup musik Kahitna di posisi keyboard/piano dan beberapa group musik yang dibuatnya seperti Yovie and Nuno dan 5 Romeo

Eksplor konten lain Pophariini

Nuansa Musik 80-an Hiasi Single Baru Tiara Andini Berjudul Kupu-Kupu

Berselang satu bulan dari perilisan album mini hasil kolaborasi bersama Arsy Widianto, solois Tiara Andini kembali lagi dengan single baru bertajuk “Kupu-Kupu” hari Kamis (18/04).   Jika beberapa single yang sebelumnya kerap mengadaptasi gaya …

Kahitna Mengenang Satu Tahun Kepergian Carlo Saba dengan Sejauh Dua Dunia

Tak terasa sudah setahun kepergian Carlo Saba. Kahitna akhirnya kembali merilis single anyar berjudul “Sejauh Dua Benua” hari Jumat (19/04) sebagai bentuk penghargaan dan tanda kasih untuk mendiang sang sahabat.   Yovie Widianto mengatakan …