Kurosuke – Distant Memories
Christianto Ario alias Kurosuke, sang multi-instrumentalis ini kembali dengan Distant Memories, album ketiga bernuansa pop disko/funk bapak-bapak dan sangat memikat.
Sebelumnya ia membuka perjalanan bermusiknya dengan menyajikan lo-fi pop muram di album pertamanya Self-Titled (2018), lalu menyajikan dua sisi gembira dan murung dalam album kedua, Tales of Roses and Wine (2019). Kini Kurosuke melengkapi katalognya dengan album ketiga Distant Memories yang lebih dinamis dan optimis dengan lagu-lagu bernuansa disko/funk yang meskipun sangat nge-pop tapi jauh dari kata murahan.
Sulit untuk tidak melihat sosok Ario sebagai musisi old soul, atau pemuda yang terjebak dalam candu, dan nilai-nilai lawas dalam hal ini musik tua. Dan hal itu tidak terasa dari dua albumnya saja, tapi juga cara berpakaian sehari-hari, stage perfomance, dan yang utama karakter vokal bariton-nya yang hangat dan ehem, kebapakkan.
Karakter vokal baritonnya ini plus kuatnya elemen musik disko/funk pop era lampau ini yang membuat ke delapan lagu di album ketigannya ini terasa seperti musik bapak-bapak yang memikat terutama buat mereka yang besar di 90an. Mayoritas bernuansa disko/funk pop, dengan bebunyian instrumen dari era 70/80/90an dan begitu komplit. Bertempo cepat, sedang dan bertempo lambat, semua dihadirkan olehnya di album ini. Membuat badan ingin bergoyang dan merasa positif.
Dibuka oleh “Hourglass” yang upbeat dan festive. Agak mengejutkan karena mengingatkan pada hits disko milik ABBA, “Dancing Queen”. Tapi kemiripan ini seperti disengaja dan kalau iya itu lain cerita. Kabar baiknya lagu ini sangat catchy sebagai pembuka.
Lalu masuk ke lagu disko/funk nge pop kedua, “Carousel” yang bicara soal kedewasaan:
Now I’m getting older / No rainbows in sight / Time won’t turning back / All the life I once knew / Easy and so bright / Could you take me back?
Cabikan bass dan drums funk/disko yang menghimbau badan untuk bergoyang, keyboard dan synthesizer yang menari-nari dengan sempilan instrumen perkusi di sana sini. Elemen ini menjadi benang merah album Distant Memories. Tak terkecuali pada lagu-lagu bertempo medium dan lambat seperti, “Love is a Holiday”, “Stars” juga focus track album ini, “Cherie”.
“Love is a Holiday” sendiri adalah favorit saya. Balada dalam balutan musik funk tempo medium ini punya reffrain catchy yang gawat. Favorit lain adalah “Forevermore” yang muram dan semi-elektronik bertempo sedang. Isian solo gitar satu-satunya di album ini yang dimainkan dengan efek fuzz menebalkan nuansa vaporwave yang terbangun dalam lagu ini.
Kepiawaian Ario sebagai produser memproduksi lagu-lagu bertema funk dengan multi-tempo kembali mencuat dalam lagu “De Lune” yang bertempo lambat dan lebih romantis. Ditutup oleh “Distant Memories”, nomor reflektif dan penguatan diri yang menjadi satu-satunya materi yang tidak menghimbau badan untuk bergoyang.
All I know, our memories gonna last forever in me / Till the end of my time / I don’t want to stay goodbye to you for now but I know / This life would be just fine
Kesemua rumusan musik funk/disko dan pop dengan elemen 70/80/90an dalam Distant Memories ini mau tidak mau akan membuat Kurosuke masuk ke dalam jebakan pelabelan musik city pop Indonesia yang tidak penting-penting amat itu. Terlepas dari hal itu Kurosuke melengkapi Self Titled, dan Tales of Wine and Roses, dengan album ketiga dan menguatkan posisinya sebagai solois pria yang juga produser/multi-instrumentalis/singer/songwriter dan solois pria yang komplit dalam wilayah musik pop.
Komposisi musiknya yang detail dan rapih, musik catchy dengan hook yang kuat. Dan meski terdengar nge-pop, begitu banyak detail-detail aransemen dan komposisi musik yang ogah-standar.
Album ketiga Distant Memories ini berhasil secara padat eksplorasi dan hadir cukup hanya dalam delapan lagu yang seperti tanggung, tapi sesungguhnya kesemuanya bisa dibilang jitu. Sama sekali tidak ada lagu filler yang disertakan. Kesemuanya kuat.
Kembali lagi, sebagai pengikut Kurosuke semenjak Self-Titled (2018) dan Tales of Roses and Wine (2019), kehadiran album Distant Memories ini menyadarkan saya. Bahwa mengikuti perjalanan musikalitas seorang musisi tidak pernah terasa menyenangkan seperti ini.
Apabila kita bicara musisi yang berhasil memamerkan perkembangan dan perjalanan musikalitasnya melalui album-albumnya dengan baik, Kurosuke alias Christianto Ario adalah orangnya.
Artikel Terkait
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota
Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …
5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac
Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …