Loutspell Mengaku Lebih Eksploratif di Album Kedua Watch The Fear

Berjarak 4 tahun dari perilisan album perdana Burning Last, band hardcore punk asal Bandung bernama Loutspell resmi meluncurkan yang terbaru berjudul Watch The Fear dalam format kaset pita tanggal 7 Juni 2024 dan menyusul via platform digital 25 Juni.
View this post on Instagram
Loutspell beranggotakan Keniro (vokal), Jurraiss (gitar), Willy (bas), Iduy (gitar), dan Aggi (Drum).
Dalam sesi wawancara bersama Pophariini via WhatsApp hari Senin (08/07), Keniro mewakili rekan-rekannya bercerita tentang penggarapan album Watch The Fear. Ia mengatakan album berisi 7 lagu ini karya yang paling eksploratif bagi band dari segi part, eksplorasi suara, dan komposisi lainnya.
“Bahkan kami melahirkan nomor ‘bernyanyi’ dalam album ini yang menempati nomor ketujuh alias penutup, dan dari pemilihan cover album pun kami memutuskan untuk dibuat lebih berwarna,” kata Keniro.
Para personel yang memiliki kesibukan pekerjaan masing-masing dirasa Keniro cukup menjadi kendala mereka saat mengerjakan Watch The Fear. Meski harus memakan waktu 2 tahun, akhirnya Loutspell dapat menyelesaikan sang album.
Setelah menanyakan seputar album, topik bergeser ke apa tujuan awal Keniro dan para personel Loutspell memulai perjalanan bersama. Seperti band dan musisi umumnya, mereka mengawali segalanya dengan iseng untuk sekadar bersenang-senang.
Seiring berjalannya waktu, Loutspell juga menemukan band-band keren yang menjadi panutan mereka.
“Jadi kalau ditanya tujuan sekarang sih pastinya pengin bikin sebuah karya yang bagus dan keren, terlepas dari orang lain bakal suka atau gak, yang penting kami udah bikin dengan maksimal,” tegas Keniro.
Sesi wawancara ditutup dengan pertanyaan mengenai pergerakan musik di Bandung sebagai kota asal Loutspell yang dirasa Keniro sangat masif. Ia menjelaskan bahwa band-band yang ada di kotanya saling mendukung meski mengusung gaya musik berbeda.
“Meskipun cross-genre, kami di sini bisa nongkrong bareng dan bahkan bikin gigs bareng yang isinya cross-genre dari yang noise sampai yang paling easy listening,” pungkas Keniro.

Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- KALEIDOSPOP 2024
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
6 Album Indonesia dengan Bas Terlegit Favorit Ginda Bestari
Pada Jumat (14/02), kami menghadiri D’Addario Event Launch di Mall of Indonesia, Jakarta Utara. Acara tersebut dimeriahkan oleh sederet gitaris dan bassist ternama Indonesia. Salah satu yang namanya tak asing lagi adalah Ginda Bestari. …
Wawancara Eksklusif Teenage Death Star: Mengajak 12 Musisi ke Taman Bermain Thunder Boarding School
Teenage Death Star rilis album! Rasanya kalimat itu sendiri sudah jadi berita yang menarik bagi para pegiat musik lokal. Pasalnya, band ini hanya memiliki satu album penuh bertajuk Longway to Nowhere sejak terbentuk tahun …