Menelirik bersama Iga Massardi “Barasuara”

Road to Lokatara Music Festival mempersembahkan Menelirik: An Intimate Discussion with Musicians hari Jumat (20/9) di Studio Palem, Jakarta. Sesi spesial ini bertujuan untuk mengenal lebih dekat musisi favorit dan mengetahui lebih dalam cerita di balik lirik lagu yang dibuat.
Penyelanggara tak mengundang jurnalis musik, namun dua komika Coki Pardede dan Tretan Muslim sebagai moderator. Setelah sesi pertama diisi Baskara Putra dan Pamungkas, Iga Massardi mewakili Barasuara ambil bagian di sesi kedua. Perbincangan terdengar menarik lantaran pertanyaan yang dilontarkan tak biasa.

Komika Coki Pardede dan Tretan Muslim sebagai moderator / Foto: Pohan
Coki berpendapat, biasanya para musisi saat album satu hingga tiga albumnya masih meaningful. Tetapi semenjak sukses, keresahan mereka berkurang. Bagaimana Iga bereksplorasi jika sedang tidak resah, agar lirik yang dihasilkan tetap greget.
“Gue tuh masih berjuang untuk mencari keresahan. Dalam arti, gue selalu berjuang untuk mencari masalah-masalah baru karena gue sulit untuk menciptakan lagu ketika gue lagi happy, ketika gue udah settle down, ketika semuanya tercukupi, semua airnya tenang. Gue malah jadi resah sebenarnya,” kata Iga Massardi.
Menurut Iga setiap musisi punya cara yang berbeda. Cara Iga mencari masalah akhirnya ia melakukan browsing. “Gue nemu videonya Mbak Najwa (Najwa Shibab). Itu judulnya ‘Jakarta Tenggelam’. Masih ada videonya di YouTube bisa diakses.”
Akhirnya, video tersebut menjadi inspirasi Iga membuat lagu “Guna Manusia”. Ide lain muncul dari isu agama, ia menciptakan lagu “Masa Mesias Mesias” bercerita tentang menyindir orang-orang yang memang merasa sebagai jurus lambat lalu mengumpulkan orang-orang untuk menjatuhkan golongan lain. Iga juga menjadi aware terhadap isu mental sickness lewat lagu “Seribu Racun”.
Tretan menutup sesi ini dengan pertanyaan apa sih definisi menjadi manusia? “Kalau gue nggak bisa kasi manfaat buat orang lain sekecil apapun itu, gue nggak eksis di dunia ini. Maksudnya nggak eksis tuh nggak ada. Karena buat gue manusia itu baru ada ketika dia udah punya manfaat buat orang lain,” jelas Iga.

Diskusi Menelirik: An Intimate Discussion with Musicians / Foto: Pohan
____

Eksplor konten lain Pophariini
SaladKlab: Ketika Salad, Tech House, dan Kolektif Jadi Cerita yang Sama
Di tengah hingar-bingar rilisan lokal yang makin penuh tapi juga makin cepat hilang jejak, SaladKlab datang tidak terburu-buru. Sebuah kolektif elektronik yang tidak mendadak muncul, tapi juga tidak sibuk menjelaskan kenapa mereka ada. Mereka …
Lirik Lagu Sambutlah The Jeblogs sebagai Anthem Anak Muda
Di artikel lirik kali ini Pophariini memilih lagu “Sambutlah” dari The Jeblogs untuk mengetahui bagaimana barisan kata-katanya bisa tercipta menjadi lirik yang kuat dan dinyanyikan dengan penuh penghayatan dalam setiap aksi mereka di panggung. …