Mengurai Benang Kusut Industri Musik Indonesia

Mar 29, 2018

Keluarnya UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjadi tonggak  keseriusan pemerintah menjamin hak-hak intelektual musisi di industri yang terus berkembang ini. Beberapa hal penting adalah perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang, pembatasan bentuk jual putus, dibentuknya Lembaga Manajemen Kolektif untuk menghimpun dan mengelola royalti, serta dapat digunakannya hak cipta sebagai obyek jaminan fidusia. Namun peraturan yang di atas kertas ideal ini tentunya harus dibarengi dengan kemampuan pihak-pihak terkait untuk melakukan penindakan hukum secara optimal. “Keberadaan UU Hak Cipta ini berada di aspek perlindungan dan pemanfaatan karya cipta serta sifatnya tidak spesifik ke musik saja,” ujar Glenn.

Menurut Glenn, yang menjadi diskursus bersama adalah sistem tata kelola dalam musik sebagai sebuah industri. “Untuk menjadi industri musik yang berkelanjutan harus ada sebuah aturan main atau sistem yang bisa membuat ekosistem musik ini nantinya terkelola, terlindungi dan berkelanjutan dan sampai hari ini kita belum ada aturan mainnya.” Untuk itu dirinya lewat Kami Musik Indonesia mengajukan draft Rancangan Undang-Undang tentang Permusikan yang diajukan dalam audiensi dengan Badan Legislasi DPR RI pada bulan Juni tahun 2017 lalu.

Dalam rapat yang juga diikuti kalangan pelaku industri musik seperti vokalis Nidji Giring Ganesha, rapper Young Lexx, sampai pengamat musik Bens Leo ini, seluruh fraksi di Badan Legislasi sepakat mendukung masuknya RUU tentang Permusikan dalam Program Legislasi Nasional  (Prolegnas) Jangka Menengah 2015-2019 dan Prolegnas Perubahan RUU Prioritas Tahun 2017 sebagai RUU Usul Inisiatif Anggota. “Harus ada terobosan dan kesadaran kolektif dari ekosistem musik, pemerintah, dan sektor finansial untuk membuat industri musik kita bisa bergerak maju dan bersaing di era global hari ini,” tukas Glenn.

Salah kaprah kontribusi

Dikenal sebagai eksponen musik bawah tanah lewat karier bermusiknya sebagai gitaris Puppen, Robin Malau melihat ada kesalahan dalam melihat poin kontribusi industri musik. “Bagaimana bisa sebuah sektor yang selalu dimisinterpretasi, tiba-tiba diminta membuktikan kontribusinya terhadap ekonomi signifikan?,” ungkapnya.

1
2
3
4
5
6
Penulis
Fakhri Zakaria
Penulis lepas. Baru saja menulis dan merilis buku berjudul LOKANANTA, tentang kiprah label dan studio rekaman legendaris milik pemerintah Republik Indonesia dalam lima tahun terakhir. Sehari-hari mengisi waktu luang dengan menjadi pegawai negeri sipil dan mengumpulkan serta menulis album-album musik pop Indonesia di blognya http://masjaki.com/

Eksplor konten lain Pophariini

Juicy Luicy – Nonfiksi

Lewat Nonfiksi, Juicy Luicy semakin mengukuhkan diri sebagai band pengusung lagu patah hati dengan formula pop R&B yang jitu dan ultra-catchy. Pertanyaannya: sampai kapan mereka akan menjual kisah patah hati kasihan dan rasa inferioritas …

Selat Malaka Resmi Mengeluarkan Album Penuh Perdana

Band asal Medan bernama Selat Malaka resmi mengeluarkan album penuh perdana self-titled hari Jumat (22/11). Sebelumnya, mereka sudah mengantongi satu single “Angin Melambai” yang beredar tahun lalu.     View this post on Instagram …