Menjadi Poser Musik dan Mengapa It’s Okey
Saya yakin bahwa kebanyakan dari kalian yang membaca tulisan ini tentunya pernah mengalami menjadi seorang poser terutama musik. Wajar saja jika hal ini terjadi, karena poser musik ini banyak ditemui di dalam lingkungan sekitar kita, terutama lingkungan pergaulan dan lingkaran pertemanan.
Sebenarnya, tidak ada yang mengetahui dengan jelas awal dari istilah “poser” ini muncul sejak kapan. Akan tetapi, saya mengetahui satu hal bahwa seorang poser merupakan seseorang yang belum menemukan jati dirinya dan mengikuti sesuatu untuk bisa fit-in di dalam masyarakat. Dapat dikatakan bahwa ini merupakan sebuah fase, di mana kita yang pernah mengalaminya tentu menyadari betapa noraknya kita pada saat itu.
Istilah ini bisa dilihat dari kebiasaannya yang ingin terlihat di depan khalayak umum dengan menjadi/meniru orang lain, bisa dibilang ia tidak menjadi dirinya sendiri. Saya paham bahwa kreativitas itu tidak mudah diciptakan, terutama ketika kita baru saja menemukan hal-hal baru dalam diri kita. Melihat hal ini, menjadi masuk akal apabila seorang poser cenderung menggunakan kreatifitas orang lain pada apa yang ia kenakan di tubuhnya atau dalam kesehariannya.
Pernah liat orang yang pakai kaos band tapi ia tidak mengetahui band apa yang sedang ia pakai? Atau adakah dari kalian pernah melihat orang yang mengaku-ngaku sebagai fans berat suatu band, tetapi ketika ditanya ia mati kutu? Atau…jangan-jangan kalian pernah mengalami menjadi salah satu dari banyak orang tersebut? Wajar saja jika ini terjadi karena ini merupakan salah satu gejala mengapa seseorang dapat dianggap sebagai seorang poser.
masa remaja merupakan masa pencarian jati diri, ditambah fakta remaja membutuhkan tempat di dalam suatu ekosistem masyarakat. Dalam kata lain, ia perlu adanya pengakuan dari orang-orang di sekitarnya
Gejala-gejala tersebut terlihat banyak terjadi pada usia remaja. Mengapa fase ini bisa terkumpul dalam satu rentang usia? Begini alasannya. Menurut beberapa literatur yang saya baca, masa-masa remaja merupakan masa pencarian jati diri, ditambah dengan fakta bahwa remaja terkadang membutuhkan tempat di dalam suatu ekosistem masyarakat. Dalam kata lain, ia perlu adanya pengakuan dari orang-orang di sekitarnya. Selain itu, remaja juga menempatkan teman sebaya sebagai bagian penting dalam perkembangan dirinya. Hal ini menjadi alasan mengapa remaja cenderung menyamakan dirinya dengan kelompok teman sebaya baik dari perilaku, pakaian, hingga gaya hidup. Semua hal itu dilakukan karena remaja pada umumnya ingin memperoleh persetujuan sekaligus menghindari celaan kelompok.
Mengapa Poser Seringkali Dianggap Menyebalkan?
Beberapa dari teman saya yang pernah menjadi poser mengatakan bahwa ada masa-masa dimana mereka mencoba mengulik dan mendalami mengenai suatu hal yang mereka minati. Sebenarnya ini merupakan hal yang benar dan wajar, tetapi ada satu kesalahan sama yang mereka akui. Dalam proses memperdalamnya, mereka terlalu cepat merasa superior dan merasa paling beda dengan orang lain tanpa berusaha mencoba membuka mata lebih luas untuk mendapatkan perspektif yang belum sempat mereka temukan. Hal ini yang membuat beberapa dari mereka akhirnya merendahkan dan menghakimi selera orang lain yang mereka rasa seleranya tidak sekeren yang mereka miliki.
“bilangnya suka Radiohead, tapi lagu favoritnya Creep”. So What Man? Apakah karena lagunya terlalu mainstream sehingga membuat kita tidak boleh menyukainya?
Bukti nyata dari kasus seperti ini benar adanya dan sempat ramai di media TikTok belakangan. Pada video tersebut, terdapat seorang remaja yang mengaku berpenampilan metal tahun 70-an yang ber-statement bahwa dirinya “beda”. Terlepas dari pakaian dan musik dalam videonya yang menampilkan band AC/DC walaupun band tersebut bukan sepenuhnya bermain dalam genre metal, ia tetap tidak berhak mencap dirinya sendiri berbeda dengan orang lain karena setiap orang ada market dan kegemarannya masing-masing.
Perilaku buruk inilah yang nantinya menimbulkan sifat “gatekeeping” antara sesama penikmat musik. Kita tidak berhak untuk menghakimi selera orang lain, karena kita memiliki preferensi masing-masing mengenai musik yang kita gemari. Bahkan kritikus musik saat ini, Anthony Fantano berkata, “gatekeeping is bad, including in music”. Beberapa waktu lalu, di salah satu media sosial juga ada yang mengatakan “bilangnya suka Radiohead, tapi lagu favoritnya Creep”. So What Man? Apakah karena lagunya terlalu mainstream sehingga membuat kita tidak boleh menyukainya? Tingkah laku seperti ini biasanya dilakukan oleh para “snob”, tetapi tidak menutup kemungkinan hal ini bisa juga dilakukan oleh mereka yang belum sadar bahwa dirinya sendiri adalah seorang poser.
“Aku hebat punya opini, aku cepat kalian musiman” ujar .Feast dalam lirik pada salah satu lagunya. Kata-kata ini sangat sering terucap oleh mereka yang sudah terlalu merasa superior dan paling beda, tetapi bisa saja hal ini diucapkan oleh seorang poser yang nyatanya hanya paham mengenai sisi luarnya saja. Maka, tak heran apabila ini menjadi salah satu faktor mengapa terkadang poser dianggap menyebalkan oleh orang-orang di luar sana.
Adakah Sisi Baiknya?
Terlepas dari title “menyebalkan” tersebut, tak disangka-sangka ternyata kebanyakan orang yang menjadi poser nyatanya mengambil peranan yang cukup penting di dalam ekosistem industri, tak terkecuali industri musik. Hal ini dapat dilihat dari tingkah laku seorang poser yang tadinya ingin tampil keren di mata orang-orang sekitar lalu secara tidak sadar bahwa ia telah berkontribusi dalam pertumbuhan ekosistem tersebut.
Mari kita ambil contoh seperti ini, terdapat seorang poser yang memakai kaos band walaupun ia tidak mengetahui band tersebut. Apakah ada yang dirugikan? Sebaliknya, poser tersebut justru memberikan free advertising terhadap sebuah band yang ia beli merchandise-nya. Secara tidak langsung, ia telah membantu perkembangan band tersebut untuk menjadi lebih besar dengan cara membeli barang dagangannya. Atau bisa saja ia membeli tiket konser untuk menghadiri penampilan dari band tersebut. Mungkin yang dari awalnya tidak tahu apa-apa, justru nantinya menjadi salah satu fans berat dari band yang ia hadiri penampilannya, dan hal ini sudah beberapa kali saya temui dalam lingkaran pertemanan saya sendiri.
Seorang poser yang tadinya ingin tampil keren di mata orang-orang sekitar lalu secara tidak sadar bahwa ia telah berkontribusi dalam pertumbuhan ekosistem tersebut.
Jadi Kesimpulannya
Saya rasa bahwa seorang poser memiliki dua bilah sisi, yaitu sisi positif dan negatif. Poser tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena ini merupakan sebuah fase yang banyak orang jalani. Wajar saja apabila terlihat norak, karena pada fase ini kita masih melakukan pencarian jati diri. Selain itu, apabila seorang poser ini memiliki niatan untuk memperdalam dan memiliki rasa respect dengan culture yang ia ikuti, terdapat kemungkinan bahwa yang dari awalnya seorang poser, ternyata bisa menjadi sebuah regenerasi baru untuk perkembangan ekosistem di dalam suatu industri, tak terkecuali industri musik itu sendiri.
Jika dipikir-pikir lagi, masa ketika kita menjadi seorang poser juga dapat menjadi sebuah bahan perbincangan menarik untuk ditertawakan bersama dengan teman-teman di kemudian hari. Sebuah bahan yang dapat menjadi gurauan mengenai seberapa naifnya kita dulu, bahkan tanpa disadari hal ini juga dapat menjadi buah cerita yang akan kita teruskan kepada generasi di bawah kita. Saya menulis hal ini karena saya sempat mengalami masa seorang poser, bahkan bisa jadi ketika menulis ini saya masih menjadi seorang poser. Bagi saya, pengalaman menjadi seorang poser memiliki keselarasan dengan istilah yang banyak orang gunakan untuk suatu kejadian memalukan dalam hidupnya. Ya, “indah untuk dikenang, tidak untuk diulang”.
Penulis: Masagus Ibrahimsyah
Mahasiswa Manajemen Komunikasi Unpad. Ga jago amat main musik, jadi sukanya nulis artikel musik. Paling bungsu di circle pertemanan. IG: @ibrhmsyah_
Eksplor konten lain Pophariini
- #hidupdarimusik
- Advertorial
- AllAheadTheMusic
- Baca Juga
- Bising Kota
- Esai Bising Kota
- Essay
- Feature
- Good Live
- IDGAF 2022
- Interview
- Irama Kotak Suara
- KaleidosPOP 2021
- KALEIDOSPOP 2022
- KALEIDOSPOP 2023
- Kolom Kampus
- Kritik Musik Pophariini
- MUSIK POP
- Musisi Menulis
- New Music
- News
- Papparappop
- PHI Eksklusif
- PHI Spesial
- PHI TIPS
- POP LIFE
- Review
- Sehidup Semusik
- Special
- Special Video
- Uncategorized
- Videos
- Virus Corona
- Webinar
5 Alasan Superman Is Dead Enggak Bubar
Pophariini berkesempatan untuk meliput Festival 76 Indonesia Adalah Kita Solo di De Tjolomadoe, Karanganyar pada Sabtu (26/10). Acara ini dimeriahkan beberapa band punk-rock tanah air, salah satunya Superman Is Dead (SID). Kami berkesempatan menemui …
5 Kolaborasi yang Wajib Disimak di Jazz Goes to Campus 2024
Jazz Goes to Campus akan digelar hari Minggu (17/11) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Tahun 2024 merupakan pergelaran ke-47 festival tahunan ini. View this post on Instagram A post …
[…] Ada yang meyakini bahwa menjadi ‘poseur’ adalah sebuah fase yang lumrah dilalui oleh para pegiat…. Ada pula yang tak peduli bahwa musik atau subkultur apa pun yang dilakukan oleh seseorang adalah hak kebebasan individu masing-masing. Bukan sebagai sesuatu yang bisa dihakimi oleh para pegiat yang terkait dengan aspek tersebut. […]