Menonton Film Musik Indonesia: Duo Kribo dan Ambisi

Sebelumnya, pada 1973, dirilis film Ambisi. Berbeda dengan Duo Kribo yang konon botak penonton dan apresiasi pada masa peredarannya dahulu, Ambisi setidaknya meraih penghargaan Tata Artistik Terbaik FFI 1974 dan mudah diakses dalam format kaset video pada 1980an. Kombinasi sutradara dan penulis skenario pun jelas lebih serasi: Nya’ Abbas Akup menggarap naskah Mus Mualim. Namun keabsurdan dan kejenakaan tetap jadi kekuatan film berlatar industri musik Indonesia ini. Film bahkan dibuka dengan adegan Bing Slamet (berkemeja, berdasi, dan bercelana boxer), menyiapkan kopi untuk istrinya yang masih lelap berdaster, didorong dengan trolley ke tepi tempat tidur, Ada penampilan video musik Koes Bersaudara, Bimbo, dan God Bless—sesuatu yang luar biasa pada eranya! Ada adegan pasangan hidup menyerobot mengganti saluran siaran radio, dan lagu di film pun berganti sejenak, kemudian kembali lagi ke lagu awal saat gelombang radio diputar kembali ke posisi semula. Ada adegan sureal berupa busana-busana putih dan ranjang-ranjang di alam terbuka. Dan yang pasti, ada rasa gregetan ingin menjadi bintang, persaingan penyanyi, perusahan rekaman yang sulit ditembus, yang kesemuanya dibuat menjadi drama musikal yang diserobot komedi. Selain dibintangi oleh Bing Slamet dan Benyamin S yang berperan sebagai “insan radio”, Ambisi menampilkan biduan dan biduanita beken di zamannya: Anna Manthovan dan Deddy Damhudi.

Poster film Ambisi (1973) Foto: https://id.wikipedia.org
Demikianlah musik Indonesia, dalam berbagai dimensinya, seringkali menarik kala tampil dalam format komedi pada film-film lama. Bahkan pada porsi yang sedikit karena tema besarnya bukan tentang industri musik; tengok saja bagaimana Bokir berperan sebagai bos label di film Betty Bencong Slebor (1978) dan Hamid Arief tampil sebagai promotor konser pada Manusia 6.000.000 Dollar (1981). Kelompok lawak Sersan Prambors pernah menjadikannya tema yang lebih besar, saat menampilakan suasana kerja di sebuah stasiun radio, divisualkan dengan sangat “ugal-ugalan” (Muklis jadi bos radio dan gemar adu jangkrik di ruangannya, Pepeng jadi kepala operasi radio dan gemar mengorek-ngorek kuping dengan jari lalu menghirup aroma dari kelingkingnya serta dijadikan “bulan-bulanan” oleh anak-anak buahnya). Pada film yang relatif lebih baru, Mendadak Dangdut (2006), bahkan menyorot bisnis musik dalam arena yang berada di pinggirnya, dan tetap menggunakan formula komedi di sana-sini.

Eksplor konten lain Pophariini
Record Store Day 2025: Padang kembali Merayakan
Sejak tahun 2007, Record Store Day (RSD) menjadi hari raya bagi para pecinta rilisan fisik musik. Acara tahunan ini selalu dirayakan setiap April dengan melibatkan berbagai record store independen, kolektor, dan para penikmat musik …
Bersenang-senang di Laras Hati Mangkunegaran 2025
Laras Hati Mangkunegaran sukses terlaksana selama tanggal 18-20 April 2025 di kawasan ikonik Pamedan Mangkunegaran, Surakarta. Perhelatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Mangkunegaran, Katadata, dan Yayasan DNC. Perhelatan yang sekaligus jadi peringatan hari jadi …