Misteri Lagu “Hari Lebaran” dan Didi Sang Biduan

Apr 27, 2023
Lagu Hari Lebaran Didi

Di media sosial, belakangan telah viral lirik asli versi lengkap lagu “Hari Lebaran” karya Ismail Marzuki. Video cover version oleh band yang mengambil pengaruh era 1950an, Deredia, yang sejak 2015 telah dipublikasikan di Youtube, pun telah tersebar di TikTok. Heboh. Mengagetkan netizen. Ternyata lirik utuh “Hari Lebaran” juga berisi macam-macam hal, dari hidup prihatin, kalangan yang biasa berjudi dan minum brendi yang berujung kelahi suami-istri, sampai korupsi.

Selama ini lagu “Hari Lebaran” sangat populer dengan potongan lirik yang menenangkan hati, bersuka cita, dan “aman-aman saja” (apalagi bagian refrainnya), yang dari waktu ke waktu, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri, kerap terdengar dan dinyanyikan. Mari kita simak sambil terngiang nadanya:

Setelah berpuasa satu bulan lamanya
Berzakat fitrah menurut perintah agama
Kini kita beridul fitri berbahagia
Mari kita berlebaran bersuka gembira

Berjabatan tangan sambil bermaaf-maafan
Hilang dendam habis marah di hari lebaran

 Minal aidin wal faizin
Maafkan lahir dan batin
Selamat para pemimpin
Rakyatnya makmur terjamin

Namun sesungguhnya lagu ”Hari Lebaran” memuat lirik lebih banyak lagi. Apa yang tertera di atas dan dikenal luas itu hanya bagian awal lagu, sementara kata-kata berikutnya tak banyak diketahui masyarakat. Sebenarnya, begini kelanjutan lirik lagu itu, dari bagian verse kedua sampai selesai:

Dari segala penjuru mengalir ke kota
Rakyat desa berpakaian baru serba indah
Setahun sekali naik trem listrik pere
Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore

Akibatnya tenteng selop sepatu terompe
Kakinya pada lecet babak belur berabe

Maafkan lahir dan batin
‘lang tahun hidup prihatin
Cari uang jangan bingungin
‘lan Syawal kita ngawinin

Minal aidin wal faizin
Maafkan lahir dan batin
Selamat para pemimpin
Rakyatnya makmur terjamin 

Cara orang kota berlebaran lain lagi
Kesempatan ini dipakai buat berjudi
Sehari semalam main ceki mabuk brendi
Pulang sempoyongan kalah main pukul istri

Akibatnya sang ketupat malayang ke mate
Si penjudi mateng biru dirangseng si istri

Maafkan lahir dan batin
‘lang tahun hidup prihatin
Kondangan boleh kurangin
Korupsi jangan kerjain

Meskipun kerap dibawakan ulang dalam rekaman profesional, terlebih didendangkan di berbagai acara lebaran (pada aneka skala dan instansi), tetapi lagu “Hari Lebaran’ bisa dikatakan tak pernah dinyanyikan dan diperkenalkan dalam keseluruhan lirik versi aslinya. Sampai hari media sosial marak, maka terungkaplah keseluruhan lirik lagu itu yang sesungguhnya.

Ternyata lirik utuh “Hari Lebaran” juga berisi macam-macam hal, dari hidup prihatin, kalangan yang biasa berjudi dan minum brendi yang berujung kelahi suami-istri, sampai korupsi

Beberapa daur ulang lagu itu memang direkam berbeda. Pada versi rekaman Gita Gutawa, lagu “Hari Lebaran” (ditulis dengan judul “Idul Fitri”, termuat dalam album Balada Shalawat, 2010), selain bagian verse satu sampai refrain pertama yang terkenal itu, kemudian hanya ditambah bagian verse kedua dengan lirik “Setahun sekali naik trem listrik pere” dimodifikasi menjadi “Setahun sekali ke kota naik bis kerek”. Lirik asli lanjutannya tidak dinyanyikan sama sekali.

Penyanyi anak-anak Tasya juga merekam ulang “Hari Lebaran” (ditulis dengan judul “ Minal Aidin Wal Faizin”, termuat dalam album Ketupat Lebaran, 2001). Tasya hanya menyanyikan bagian lirik verse satu sampai refrain pertama, kemudian ditambah bagian verse kedua dengan lirik “Setahun sekali naik trem listrik pere” dimodifikasi menjadi “Setahun sekali ke kota naik bis keren”. Lirik asli lanjutannya, tentu tak dinyanyikan sama sekali, apalagi mengingat “Hari Lebaran” dibawakan Tasya menjadi lagu anak-anak. Versi Tasya justru mendapat tambahan “spoken word”:

Mama, Papa, Minal Aidin Wal Faizin, maafkan lahir dan batin. Adik, kakak, maafin Tasya, ya.  Nenek, kakek, saudara-saudara, minal aidin. Teman-teman, ibu-bapak guru, tetangga… minal aidin. Pak RT, Bu RT, Pak Satpam, semuanya deh… minal aidin…

Modifikasi “Hari Lebaran” yang lebih baru lagi dinyanyikan oleh Project Pop: masih mengungkit tentang transportasi tapi pilihannya beragam, serta masih setia menyertakan perkara judi, minum brendi, dan pertengakaran, namun dalam versi berhenti. Dirilis sebagai single pada tahun lalu dengan judul “Selamat Hari Lebaran”, adaptasi lirik dilakukan oleh Yosi Mokalu. Begini bunyi kata-kata yang dibedakan dari aslinya, terdapat pada verse kedua dan ketiga (juga ada sebaris selonong celetukan):

Sekarang berlebaran gayanya sudah beda
Rakyat pulang kampung pakaiannya serba indah
Naik mobil, naik motor, bis atau kereta
Naik kapal atau pesawat jika jauh jaraknya

Asal jangan jalan kaki pakai sepatu terompe
Kakinya pada lecet babak belur berabe

(hey, itu opor ayam jangan dihabisin!)

Jadikanlah lebaran awal yang baru lagi
Dulu suka berjudi, skarang harus berhenti
Dulu mabuk brendi, skarang banyak air putih
Dulu gampang emosi, sekarang penuh kasih

 Ingatlah ketupat, opor ayam telah menanti
Semuanya disiapkan dengan sepenuh hati

 

Lagu “Hari Lebaran” awalnya dilantunkan grup vokal Lima Seirama di Radio Republik Indonesia (RRI) pada 1952. Lagu ini pertama kali dipopulerkan dalam bentuk rekaman oleh Didi, dengan iringan orkes dibawah pimpinan Mus Mualim. Pada rilisan dengan putaran 45 RPM ini, di bagian outro, Didi melakukan spoken word dengan iringan musik yang sama-sama fade out:

Minal aidin wal faizin
Same-same, deh
Barangkali ada salah-salah kate, minta dimaapin ye

He-eh, dah
Minal aidin, ya, wal faizin
Setahun sekali ini lebaran, maafin ye…

Didi kemudian merekam kembali “Hari Lebaran” dengan iringan kwartet dibawah pimpinan Mascan, diedarkan dalam format shellac 10 inchi 78 RPM. Sisi B rilisan itu diisi oleh Nien Lesmana dengan lagu “Bertamasja”.  Tertulis di piringan shellac itu bahwa rilisan ini adalah “Sebagai peringatan 3 tahun berdirinja IRAMA.”

Lantas, siapakah Didi?

Didi adalah Suyoso Karsono, kerap dipanggil Mas Yos, atau Didi oleh teman-teman dekatnya. Lahir di Tanjungpandan, Bangka, 18 Juli 1921, Mas Yos menyelesaikan sekolah dagang pada 1942, kemudian masuk Tjodantjo (Pasukan Pembela Tanah Air/PETA), lalu menjadi penerbang Angkatan Udara RI hingga berpangkat Komodor, dan pensiun pada 1952.

Mas Yos sempat membentuk grup musik Hawaiian Lieve Souveniers di Semarang. Setelah pensiun dari dinas militer, Mas Yos membentuk Elshinta Hawaiian Senior, yang kemudian menjadi Hawaiian Senior.

Mas Yos dijuluki sebagai The Singing Comodore. Namanya lekat dengan kehidupan musik jazz di Indonesia. Mas Yos membangun studio Irama (label musik pertamanya) pada 17 Mei 1951, di garasi rumah seluas 2×3 meter persegi. Lalu untuk pertama kalinya membuat rekaman jazz dari grup Irama Special Quartet yang beranggotakan Nick Mamahit, Dick Abel, Dick van der Capellen, dan Max van Dalm. Kemudian Mas Yos juga merekam permainan Bubi Chen, Jack Lesmana, Mus Mualim, dan lainnya.

Didi adalah Suyoso Karsono, kerap dipanggil Mas Yos, atau Didi oleh teman-teman dekatnya. Namanya lekat dengan kehidupan musik jazz di Indonesia. Mas Yos membangun studio Irama (label musik pertamanya) dan Irama Record yang didirikannya adalah perusahaan rekaman pertama juga menjadi label pertama di Indonesia yang memiliki mesin pencetak piringan hitam

Irama Record adalah perusahaan rekaman pertama yang sepenuhnya milik orang Indonesia. Pada perjalananya, Irama juga menjadi label pertama di Indonesia yang memiliki mesin pencetak piringan hitam. Pada 1961, melalui album Saiful Bahri, Semalam di Malaya, Irama menjadi perusahaan rekaman pertama di Indonesia yang merilis rekaman musik dengan tata suara stereo.

Pada 14 Februari 1968 Mas Yos mendirikan radio khusus menyiarkan lagu-lagu berirama jazz, yang namanya juga harum seperti halnya Irama Record yang didirikannya, yaitu Radio Elshinta.

Maka, pada rekaman lagu “Hari Lebaran”, telah bertemulah buah nada komposer besar dengan sosok legendaris industri musik Indonesia: Ismail Marzuki dan Suyono Karsono alias Mas Yos alias Didi.

Jika mengacu pada tulisan di piringan shellac 10 inchi “Hari Lebaran” yang dinyanyikan Didi bersama iringan Kwartet Mascan, bahwa dicetak dalam rangka tiga tahun Irama, maka single itu kemungkinan dirilis 1954.

Menarik juga bila memperhatikan segenap rilisan rekaman-rekaman vokal Suyono Karsono. Dapat dilihat bahwa Suyono memilih untuk menggunakan nama Didi pada rilisan-rilisan awalnya era format shellac, berupa rekaman lagu-lagu pop Indonesia dan lagu-lagu daerah, dan memakai nama Yos pada masa berikutnya di era rilisan vinyl, yang mana kebanyakan menyanyikan “lagu-lagu luar”, berbahasa Inggris atau lainnya.

Sementara lagu “Hari Lebaran” yang dinyanyikannya terus bergema dari masa ke masa. Beberapa bagian liriknya memang “nyentrik” untuk menjadi sebuah lagu dengan tema menyambut lebaran, namun sesungguhnya lirik-lirik itu cukup memotret keadaan Indonesia 1950an (dan pada beberapa bagian, termasuk korupsi, sialnya masih menjadi fenomena).

Lirik “Hari Lebaran” memiliki berbagai unsur sekaligus, dari religi, budaya, juga potret sosial, sampai pada protesnya.

Lagu ini bukan hanya merekam suasana suka cita hari lebaran dari masa ke masa, tapi mengingatkan kita bahwa dahulu ada trem di kota, bicara alat trasportasi seperti misalnya Nien Lesmana bersama orkes dibawah piminan Jack Lesmana merekam lagu ciptaan Ibu Sud, Betjak, yang juga dirilis oleh Irama di era yang dekat.

Lalu pada refrain kedua lagu “Hari Lebaran”  (Maafkan lahir dan batin/‘lang tahun hidup prihatin/ Cari uang jangan bingungin/‘lan Syawal kita ngawinin) tergambarlah suasana ekonomi yang berat. Irama pula label yang kemudian merekam Oslan Huesin menyanyikan “Sandang Pangan” yang liriknya menganjurkan hidup sederhana (tahu-tempe cukup baginya/nyamanlah rasanya… kain batik baju sepotong/puaslah baginya), masih di zaman yang sama. Termuat adalam album Tahu Tempe, rilis 1964, Oslan Husein juga menyanyikan “Lebaran” karangan M. Jusuf di album itu: menjadi satu lagi lagu bertema lebaran yang legendaris serta  terus dibawakan dan direkam ulang.  Sementara memotret tentang menikah di bulan Syawal, saya jadi teringat lirik duet Benyamin-Ida Royani pada era setelah rilis “Hari Lebaran”, dalam lagu “Hujan Gerimis”(Eh, jangan menangis aje/bulan Syawal mau dikawinin).

Bagaimana dengan judi, mabuk brendi, yang berujung pertikaian suami-istri pada lagu “Hari Lebaran”? Rupanya perangai ini juga fenomena yang direkam oleh lagu-lagu era 1950an/awal 1960an. Tidak perlu jauh mencari contoh, Didi sendiri pernah bernyanyi tentang hal tersebut di lagu lainnya, “Siapa Bilang” (makan kue mulutnya sedap/main judi lupakan bini), juga “Mana Aku Tahu” yang mana perilaku itu dilakukan oleh istri. Begini petikan liriknya:

Kawin satu tahun aku sudah kena maki
Waktu orang masak, dia pergi main ceki
Aku angkat tangan, dia pandai angkat kaki
Mana aku tahu ini nasib laki-laki

Tentang brendi? Dinyanyikan pula oleh Nina Kirana dan Sam Saimun pada rekaman 1961 dalam lagu “Lupa Daratan” (Wiski, brendi sedia/ Penuh di atas meja/Duhai tua dan muda/Sopan santun sudah terlupa).

Nah, kalau lirik tentang korupsi? Diungkapkan “sekilas” pada lagu “Hari Lebaran” karangan Ismail Marzuki di era 1950an, sampai zaman sekarang soal korupsi masih muncul ditulis oleh para pengarang lagu. Sudah mau 78 tahun Indonesia merdeka, demikian keadaannya.

Akhir kata, penulis ingin mengucapakan: Minal aidin wal fa izin. Mohon maaf lahir dan batin.

Penulis
Harlan Boer
Lahir 9 Mei 1977. Sekarang bekerja di sebuah digital advertising agency di Jakarta. Sempat jadi anak band, diantaranya keyboardist The Upstairs dan vokalis C’mon Lennon. Sempat jadi manager band Efek Rumah Kaca. Suka menulis, aneka formatnya . Masih suka dan sempat merilis rekaman karya musiknya yaitu Sakit Generik (2012) Jajan Rock (2013), Sentuhan Minimal (2013) dan Kopi Kaleng (2016)

Eksplor konten lain Pophariini

Wawancara Eksklusif Ecang Live Production Indonesia: Panggung Musik Indonesia Harus Mulai Mengedepankan Safety

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pophariini masih banyak menghadiri dan meliput berbagai festival musik di sepanjang tahun ini. Dari sekian banyak pergelaran yang kami datangi, ada satu kesamaan yang disadari yaitu kehadiran Live Production Indonesia. Live …

Daftar Label Musik Independen dari Berbagai Kota di Indonesia 2024

Berbicara tentang label musik tentu bukan hal yang asing lagi bagi siapa pun yang berkecimpung di industri ini. Mengingat kembali band-band yang lekat dengan label raksasa sebagai naungan, sebut saja Dewa 19 saat awal …