Normatif – Seharusnya / Sepantasnya

Jun 21, 2022

Untuk band yang baru berdiri, saya salut dengan Normatif. Mereka adalah kumpulan musisi yang sadar bahwa nge-band memerlukan tingkat keseriusan dan kecintaan yang tinggi terhadap apa yang mereka yakini.

Jika tidak, mereka tidak mungkin seyakin itu bisa membuat semua elemen yang mendukung band ini. Contohnya, jika kita lihat Instagram mereka, dipenuhi dengan feed-feed menarik yang menggambarkan band ini.

Dari musik, tanpa basa-basi, berbekal 3 single yang terlebih dulu dirilis, mereka langsung tancap gas merilis Seharusnya / Sepantasnya, sebuah full album yang punya cover yang tajam secara konsep. Dirilis baik di digital maupun rilisan fisik berupa cakram padat, sebuah langkah yang serius untuk band baru.

Belum ditambah peluncuran album ini yang dilakukan dengan konsep yang matang. Perpaduan musik dengan unsur penari latar dengan koreografi yang apik yang digelar di tempat yang prestise seperti Teater Salihara, bukan sebuah langkah ceroboh buat band yang baru mencoba-coba untuk eksis.

Meski demikian seberapa besar musik mereka bisa masuk ke pendengaran dan sanubari pendengarnya? Ini yang lantas menjadi tantangannya. Secara subyektif, saya harus menilai bahwa diluar produksi yang dieksekusi dengan baik dengan penempatan frekuensi dari bebunyian yang terukur, namun secara musik debut album Seharusnya / Sepantasnya belum terlalu banyak menggambarkan ciri khas band ini.

Dalam delapan nomor yang disajikan di sini, memang nampak ada upaya untuk memunculkan sebuah ekspresi rock yang tegas, namun saya menyayangkan bahwa gagasan mereka hampir terlalu mirip dengan apa yang pernah dimainkan .Feast. Beberapa elemen seperti notasi, ritem, bagan lagu, sampai penggalan lirik dan teknik bernyanyi. Coba tengkok lagu seperti “Jesika”, “Seruan Yang Sama”, “Berbeda tapi Sama” dan “Peristiwa Hutan Kota”

Jika tutup mata saja, 90 % album ini malah lebih terdengar seperti rekaman .Feast yang hilang. Saya justru mengapresiasi track-track filler seperti “Ombang Ambing” sebuah nomor downtempo yang punya ekspresi unik. Atau “Menuju Utopia” dengan lirik yang kuat disampaikan dengan puisi. Juga di “Seharusnya / Sepantasnya” yang punya elemen yang berbeda dengan lagu-lagu lainnya. Notasi melodi yang khas di awal dengan beat santai ditambah layer-layer gitar, meledak di reff sesaat dan sisanya dilanjutkan dengan puisi-puisi penuh letupan amarah. Lebih dramatik.

Mungkin jika “Seharusnya / Sepantasnya” bisa ditempatnya di track pertama ketimbang terakhir dan lagu-lagu selanjutnya mungkin bisa punya pola yang sama dengan lagu ini, tentunya ke depan di single-single atau bahkan album selanjutnya, Normatif bisa menemukan karakter musiknya sendiri. Seutuhnya.


 

Penulis
Wahyu Acum Nugroho
Wahyu “Acum” Nugroho Musisi; redaktur pelaksana di Pophariini, penulis buku #Gilavinyl. Menempuh studi bidang Ornitologi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, menjadi kontributor beberapa media seperti Maximum RocknRoll, Matabaca, dan sempat menjabat redaktur pelaksana di Trax Magazine. Waktu luang dihabiskannya bersama bangkutaman, band yang 'mengutuknya' sampai membuat beberapa album.

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …