Panduan Singkat Memahami Album Baru Senyawa Vajranala

Oct 30, 2024

Ahad malam, Senyawa bermain di tempat pesta di puncak Kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Duo eksperimental yang lahir di Yogyakarta ini menyulap tempat pesta itu menjadi seperti wahana dakwah. Mereka mensyiarkan sebuah album baru yang penuh dengan filosofi dan ilmu pengetahuan yaitu Vajranala.   

Senyawa bermain di Krapela pada Ahad, 20 Oktober 2024 dalam gelaran besutan Indra Ameng dan Keke Tumbuan, Superbad! yang sudah bernomor 93. Sebelum tampil, panggung mereka dibuka oleh Vlaar dan ditutup dengan ajeb-ajeb oleh DJ Gentle Tuesday.

Rombongan Senyawa datang malam itu setelah rampung manggung di Liga Musik Nasional di Bandung. Perjalanan ke Barat ini merupakan penampilan untuk persiapan mereka manggung di Shanghai, China.

Pertunjukan Senyawa dibuka dengan membawakan satu set panjang medley lagu-lagu di Vajranala. Mereka memainkan 3 lagu yaitu “Alnilam”, “Vajranala”, dan “Kaca Benggala” tanpa putus. Sebuah pembukaan yang cukup panjang dengan durasi sekitar satu babak pertandingan sepakbola. Suara seperti gesekan biola yang dimainkan Wukir Suryadi dan suara melengking seperti adzan Rully Shabara membuka pertunjukan itu dengan cukup mencekam. Pertunjukan tersebut berlanjut dengan sebuah kisah tentang kedahsyatan sebuah pesan dari Vajranala.

 

Rully Shabara Herman sedang bernyanyi dengan Senyawa dalam gelaran Superbad! Vol. 93 / Dok. Brahmantyo Putra

 

Vajranala adalah album terbaru Senyawa yang resmi dirilis pada 28 Februari 2024 lalu. Album tersebut dirilis secara digital dan dalam bentuk vinyl oleh label rekaman independen asal London yaitu The state51 Conspiracy. Yang istimewa dari album ini adalah Senyawa membuat monumen seperti candi. Tak puas hanya selesai membuat album musik saja, mereka membuat semacam candi tersebut dalam rangka mewujudkan gagasan yang ingin mereka sampaikan.

Fisik monumen semacam candi yang terdapat dalam cover album itu adalah nyata dan ada fisiknya. Bukan rekayasa digital maupun AI. Lokasi monumen tersebut terletak di dekat Situs Bowongan, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Daerah sekitar Situs Bowongan merupakan daerah yang terkenal sebagai daerah penghasil batu bata merah. Konon, lokasi ini dulunya juga merupakan bengkel pembuatan candi-candi yang tersebar di wilayah Magelang.

 

Wukir Suryadi memainkan alat musik bernama Industrial Mutant di Krapela, 20 Oktober 2024 / Dok. Brahmantyo Putra

 

Candi tersebut dibangun oleh seniman asal Pati bernama Anton Setiawan menggunakan 4100 batu bata merah dan 26 batu andesit atau batu lava. Situs itu berdiri tegak dengan tinggi 3,5 meter dan lebar 5 meter, dan dibangun secara bertahap menggunakan bahan baku yang ada di sekitar Situs Bowongan. Untuk ilustrasi album, foto cover, beserta etsanya juga dikerjakan oleh Anton.

Setengah dari Senyawa, Rully Shabara mengungkapkan bahwa Vajranala merupakan eksplorasi untuk melanjutkan tema album Alkisah. Setelah album yang rilis 2021 lalu itu rampung, Senyawa terus bereksperimen tentang gagasan apalagi yang hendak disuarakan. Jika Alkisah berkisah tentang kekuasaan yang berakhir dengan munculnya kiamat, maka Vajranala adalah jawaban tentang kenapa itu semua. Jawabannya adalah ihwal ilmu langit. 

Rully menjelaskan bahwa filosofi Vajranala lahir dari Bajranalan yang merupakan nama lain dari Candi Pawon. Candi yang terletak tidak jauh dari Borobudur itu mengilhami proses pengkaryaan Senyawa. Vajranala adalah bentuk sanskrit dari Brajalanan yang memiliki arti vajra atau bajra yaitu petir dan nala atau analan adalah menyala. Candi Pawon yang memiliki fungsi sebagai pembakaran diartikan Rully sebagai tempat pembakaran atau memasak segala gagasan atau ide yang akan dibuat.  

Perlu diketahui, kerangka album ini lahir pertama kalinya dalam sebuah pertunjukan Indonesia Bertutur 2022. Pada gelaran di komplek Candi Borobudur itu, Senyawa secara tidak langsung melakukan riset hingga lahirlah materi-materi pada album tersebut. Termasuk juga keputusan untuk membangun sebuah candi.

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Senyawa (@senyawa_musik)

 

Dalam album pengembangan setelah Alkisah ini, Senyawa ingin bercerita pemegang kekuasaan sebetulnya bukan Pemimpin Suku, Ketua Adat, Raja, atau bahkan Presiden. Pemimpin kekuasaan sebetulnya adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan dunia langit. Para pemegang kuasa itu lalu menjadi sosok suci yang mampu menjaga kestabilan semesta. Tapi apakah dunia baik-baik saja? Yah, itu nanti dulu.

“Jadi, orang yang dianggap paling pertama ialah yang tahu ilmu langit. Dianggap yang pertama memegang kekuasaan. Dia adalah saya tahu yang tidak kalian tahu. Bahkan dia punya kuasa untuk menunjuk siapa yang akan berkuasa. Menunjuk Kepala Adat, menunjuk Kepala Suku. Karena Tuhan yang bilang, atau siapa yang bilang. Kuasa pertama ternyata soal itu. Bukan masalah politik. Makanya kemudian Alnilam ceritanya,” ucap Rully saat diwawancara di penginapan setelah manggung.

Dalam lagu Alnilam, Senyawa hendak bercerita tentang sebuah pengetahuan yang berasal dari langit. Alnilam sendiri merupakan nama bintang super raksasa biru yang terletak di tengah asterisma Sabuk Orion. Bintang ini dalam bahasa Arab memiliki makna yang berkaitan dengan kalung mutiara. Pada zaman dulu sebelum langit tertutup polusi, disampaikan Rully, pengetahuan dari langit adalah sumber ilmu yang saat ini kerap diabaikan oleh dunia modern.

“Kalau tiap malam lihat ada bintang itu. Kita tuh jadi biasa. Jadi paham. Bisa lihat. Ini bentuknya gini. Ini maksudnya kalau muncul bintang Orion, saatnya mulai menanam. Itu ilmu kan. Alnilam kan itu. Ilmu langit. Tapi di Barat sana, ngelihatnya bintang yang sama, artinya beda mereka. Ada yang bilang Bimasakti lah, apa, macem-macem kan,” ucapnya.

“Kalau di tanah Brojonalan itu mereka lihat itu awal musim menanam. Orang Buddha zaman itu ngelihatnya itu patokannya di Mendut, Pawon, dan Borobudur. Mesir sana itu patokannya Piramida Giza. Di Astek sana apalagi. Semuanya melihat itu. Sama. Titik koordinatnya itu ada di langit,” tambahnya.

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by The state51 Conspiracy (@state51)

 

Rully mengungkapkan candi-candi seperti Borobudur merupakan manifestasi dari pengetahuan yang dibentuk sebagai bangunan atau monumen. Candi ini mampu menghubungkan ilmu dunia dan langit. Hal tersebut dibuat dengan sakral hingga membentuk sesuatu yang bertahan lama. Senyawa pun menjadi terinspirasi akan hal itu sampai membuat Candi seperti yang dilakukan oleh para pendahulu.

“Monumen Vajranala dibikin untuk menandai yang kita temui saat mempelajari proyek ini. Memproses itu semua dalam bentuk ini. Dalam bentuk teks. Dari teks itu diwujudkan dalam bentuk monumen. Teksnya dulu, jadi monumen. Sesudah monumen, musiknya bagaimana. Karena Senyawa musisi, kami meresponsnya sebagai bunyi,” ujarnya.

Dalam album ini, Senyawa berusaha bernarasi dengan dibuat secara 3 babak yang berurutan. Narasi itu tertuang dalam 3 lagu yang berurutan yaitu Alnilam, Vajranala, dan Kaca Benggala. Kesimpulan dari semua pengetahuan ilmu yang berasal dari langit itu ternyata berakhir pada tanah. Tanah yang menurut Senyawa merupakan tempat bersemayamnya ilmu langit, keduniaan, dan kaca benggala atau atau gambaran reflektif manusia.

“Bukan pada ilmu langit, bukan kepada Dewa-Dewa, tetapi kepada tanah. Karena ternyata dengan ngomongin itu kita jadi tahu ternyata paling penting itu tanah itu,” ujar Rully.

Pada pembuatan musiknya, Wukir mengungkapkan ia membuat komposisi dari sebuah alat musik yang dibuat dari luku. Luku sendiri merupakan alat pertanian yang biasa digunakan petani untuk meratakan sawah. Wukir mencoba bereksperimen dengan seperti apa musik yang bisa dihasilkannya dengan alat yang biasa ditarik oleh sapi tersebut. Dengan alat musik yang dibuatnya sendiri, Wukir meramu komposisi Vajranala.

“Waktu kita riset ada satu kata-kata yang tak inget dari Pak Tanto Mendut itu kan kita ngomongin tentang kayak kekuasaan segala macem terus tentang penguasa. Ternyata menurut dia itu narasi-narasi kebenaran pada saat itu ya pada zaman saat itu. Itu kan dibikin sesuai kepentingan penguasa pada saat itu. Makanya terus di satu sisi, ketika oh, seperti semacam candi atau monumen ini maksudnya,” kata Wukir.

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Senyawa (@senyawa_musik)

 

Saya sempat berkunjung di saat pembuatan Candi Vajranala. Candi tersebut memiliki bentuk serupa akar pohon dan beberapa bentuk organ tubuh manusia; seperti otak, mata, tangan, dan kaki. Untuk bisa sampai mendekat ke Candi ini, kita juga musti berjalan menuruni tanah yang menjorok ke bawah. Keputusan untuk membuat candi yang berada di bawah tanah, setelah diketahui, merupakan pilihan Senyawa untuk memberi tahu tentang kembali ke tanah.

Senyawa memang selalu mengejutkan. Seperti namanya yang serupa rumusan kimia nan identik dengan penemuan baru. Dengan segala filosofi dan mitos yang dibentuk sungguh membuat setiap hadirin menjadi penasaran. Vajranala merupakan karya lanjutan tentang bagaimana kolaborasi seniman asal Palu dan Malang ini terus berjalan. Mereka mengkreasikan segala kemungkinan yang bisa hadir di sekitar mereka. Album Alkisah yang menuai sukses setelah dirilis 44 label rekaman di dalam maupun luar negeri telah memberi capaian yang cukup tinggi buat grup musik eksperimental ini. Patut diketahui pula, pada Agustus hingga September lalu, album Vajranala juga telah menjalani tur Eropa dengan mengelilingi 11 Negara dan 17 panggung.

Bermain selama satu setengah jam di Krapela sepertinya kurang untuk mengetahui apa yang ada dalam isi kepala mereka. Mengikuti perkembangan Senyawa dari 2010 hingga sekarang, kita akan menjadi selalu dibuat terkejut dengan pengembangan-pengembangan yang telah mereka lakukan. Dunia berubah, demikian pula Senyawa. Malam gelap di puncak hingar bingar Kota Jakarta itu, Senyawa seperti memberi khotbah agar setiap insan mustinya tidak lupa untuk kembali ke tanah.



Penulis
Ismail Noer Surendra
Lamongan Asli yang merantau dengan tidak berjualan pecel lele atau soto. Gondrongers ini terus ngotot menjadi wartawan meski membuat hidupnya berantakan. Menyukai banyak hal hingga susah untuk ditebak. Saat ini masih terus menulis di berbagai media sebagai bentuk tanggung jawab menulis "Wartawan" di kolom pekerjaan KTP.
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Eksplor konten lain Pophariini

Adrian Khalif – HARAP-HARAP EMAS

Jika menghitung dari awal kemunculannya dengan single “Made in Jakarta”, Adrian Khalif dapat dikatakan butuh waktu 7 tahun untuk sampai di titik tenar lewat perilisan single “Sialan” kolaborasi bareng Juicy Luicy. Itu pun berproses …

Mr. Whitesocks Mengadaptasi Musik Emo dan Math Rock di Karya Perdana

Mr. Whitesocks asal Malang resmi merilis karya perdana mereka berupa 2 single sekaligus yang bertajuk “Sticky Notes” dan “She/Her” di hari Kamis (21/11). Di karya ini mereka mencampur gaya musik emo dan math rock. …