Para Musisi Perempuan dalam Gelanggang Musik Kota Malang

Nov 14, 2023

Pernah suatu ketika seorang kawan tiba-tiba bertanya perihal keterlibatan perempuan di arena musik kota Malang. Seketika dahi saya mengernyit, tepat setelah seruputan kopi terakhir yang kemudian tandas. Saya berpikir sejenak karena tak pernah menyangka pertanyaan demikian tiba-tiba dilontarkan.

Dalam hati, saya ingin menjawab dengan kembali bertanya; memangnya kenapa?. Namun saya urungkan. Saya kembali berpikir dan kemudian menjawab sekenanya, “ya banyak!”. Kawan saya diam, tampak dari raut wajahnya masih banyak tumpukan pertanyaan yang tak tahan untuk dilontarkan. Sebelum pertanyaan itu muncul ke permukaan, saya berpamitan dan meninggalkan kawan saya itu dengan wajah jengkel.

Peran dalam arena musik ini banyak didominasi pria? Saya kembali berpikir. Sepertinya tidak. Sejauh ini banyak perempuan dengan beragam bidang yang pernah hidup dan menghidupi arena musik di kota Malang.

Di perjalanan pulang, pertanyaan itu seperti mengejar. Sepanjang jalan saya mencoba menjawabnya, yang intinya; sejak menginjakkan kaki dan mengenal arena musik di kota Malang, keterlibatan perempuan dalam arena musik kota ini sudah ada jauh hari. Perannya pun begitu beragam. Sejujurnya, selama ini tak pernah terlintas di pikiran saya pribadi untuk membicarakan arena musik hanya berdasarkan gender. Toh, siapapun berhak berkontribusi dan berkecimpung di arena musik sesuai ketertarikan tanpa perlu memandang usia, golongan apalagi gender! Bebas!

Lantas, mengapa kawan saya bertanya demikian? Giliran rasa bersalah yang mengejar. Seharusnya saya mengeluarkan sebatang kretek dulu sembari menunggu pertanyaan atau pernyataan selanjutnya dilontarkan agar mengetahui apa yang ia resahkan.

Atau jangan-jangan ia resah karena peran dalam arena musik ini banyak didominasi pria? Saya kembali berpikir. Uhm, sepertinya tidak. Sejauh ini banyak perempuan dengan beragam bidang yang pernah hidup dan menghidupi arena musik di kota Malang.

Arena pendokumentasian misalnya, ada Uchie dengan majalah musik Common Ground, Oming bersama Sintetik. Rena Angelica dengan terbitan seukuran poster A3 bertitel Teenage Volume, Dewi Ratna yang rajin mencatat arena musik sekaligus salah satu sosok yang berperan dalam lahirnya buku Ritmekota – buku yang mencoba mengumpulkan narasi musik di kota Malang

Seperti pada arena pendokumentasian, misalnya, ada Uchie dengan majalah musik bernama Common Ground yang sempat merekam denyut musik serta kultur anak muda medio 2000’an di kota Malang. Oming bersama Sintetik. Rena Angelica dengan terbitan seukuran poster A3 bertitel Teenage Volume. Dewi Ratna yang rajin mencatat arena musik sekaligus salah satu sosok yang berperan dalam lahirnya buku Ritmekota – buku yang mencoba mengumpulkan narasi musik di kota Malang.

Setelahnya secara bergiliran tongkat estafet junalistik musik dipegang oleh nama-nama seperti Hanifa, Zidni, Novita dan masih banyak lagi. Jika toko rekaman fisik (record store) masuk dalam ranah pendokumentasian maka ada nama Uli yang harus disinggung sebagai sosok di balik toko rilisan independen bernama Reka Records sekaligus orang yang paling getol membakar semangat kawan-kawan pegiat Malang Records Label.

Tak kalah panjang dengan arena pendokumentasian, di atas panggung nama-nama seperti Suster Clinic, Last Breath Of Jasmine, Ayu (My Beautiful Life), Ovi (Kobra), Nisa (Porax Poranda), Christabel Annora, Tiara (Young Savages), Nova Ruth, Elisabeth Rosalia (O’s Tribe), Virga (Eyesthetic), Unoy (Tropical Forest) dan masih banyak lainnya yang pernah atau masih berkarya di panggung musik kota Malang.

Tak kalah dengan arena pendokumentasian, di atas panggung nama-nama seperti Suster Clinic, Last Breath Of Jasmine, Ayu (My Beautiful Life), Ovi (Kobra), Nisa (Porax Poranda), Christabel Annora, Tiara (Young Savages), Nova Ruth, Elisabeth Rosalia (O’s Tribe), Virga (Eyesthetic), Unoy (Tropical Forest) dan masih banyak lainnya

Lalu, bagaimana dengan hari ini?

Generasi yang Berotasi

Sadar atau tidak, ada kesan yang begitu dalam telah diukir oleh mereka yang lebih dulu menorehkan karir di arena musik kota Malang. Adalah generasi setelahnya yang ingin meneruskan jejak para generasi sebelumnya. Salah satunya adalah Wulan, vokalis unit powerviolence asal Malang, yang mengaku terinspirasi membentuk band setelah menonton penampilan band bervokalis perempuan, seperti Angelfire atau band perempuan, Last Breath Of Jasmine.

“Jadi awalnya nonton band yang ada ceweknya kok keren gitu, jadi pingin merasakan gimana rasanya punya band sampai akhirnya keturutan.” tutur Wulan.

Bersama band-nya, Ravage, Wulan menjadi salah satu frontgirl yang diperhitungkan. Khususnya pada arena hardcore/punk kota Batu dan Malang. Penulis lagu “Circle Of Mind” ini juga kerap diundang menjadi vokalis tamu di beberapa proyek musik. Seperti Sharkbite, Hallam Foe dan yang terakhir ia berbagi mic bersama band punk asal Jakarta, Lips!!!, di atas panggung Level’s Brewhouse.

Salah satunya adalah Wulan, vokalis unit powerviolence asal Malang, yang mengaku terinspirasi membentuk band setelah menonton penampilan band bervokalis perempuan seperti Angelfire atau band perempuan, Last Breath Of Jasmine.

Peran venue dalam memberikan ruang para musisi di kota Malang unjuk gigi nyatanya ikut berkontribusi. Seperti yang diungkapkan Nisa, vokalis unit emotive, Hallam Foe, di mana ia mengaku jika keberadaan venue seperti Cinemax, Gedung Pramuka dan KNPI yang kerap dijadikan titik acara tiap akhir pekan memoles keberanian sekaligus saksi kiprah awalnya berkecimpung sebagai personil band.

“Sangat seru bisa ngerasain venue jaman itu, apalagi waktu itu aku masih SMP,” ujar Nisa yang sempat membentuk band bernama First Reaction dan membantu band Sister Murder pada divisi gitar.

Hampir senada dengan Nisa, Patrice juga bercerita jika keputusannya bersolo karir adalah tidak lepas dari program yang dicanangkan oleh venue legendaris bernama Houtenhand.

“Jadi waktu itu aku langsung ditodong mas Alo dan mas Unk buat main di acara Afternoon Folk di Houtenhand,” kenang Patrice. “panik banget karena aku belum punya lagu sendiri, tapi sejak saat itu aku sering diajakin main dan akhirnya pelan-pelan bikin lagu sendiri.”

Di balik panggung, keterlibatan perempuan terus beregenerasi. Ada Veronica selaku manajer band indie-pop terhangat, Girl and Her Badmood. Titi Savitri selaku manajer solois Christabel Annora. Termasuk juga Novita Widya yang berperan sebagai menajer unit alternatif, Beeswax, sekaligus founder media daring bernama The Display

Di balik panggung, keterlibatan perempuan juga terus beregenerasi. Ada nama Veronica selaku manajer band indie-pop terhangat, Girl and Her Badmood. Titi Savitri selaku manajer solois Christabel Annora. Termasuk juga Novita Widya yang berperan sebagai menajer unit alternatif, Beeswax, sekaligus founder media daring bernama The Display.

Daftar di atas saya yakin akan semakin panjang jika penelusuran masuk hingga menembus dinding-dinding kampus hingga ratusan warung kopi yang menjadi titik nongkrong arek Malang.

Baiklah, kembali ke atas panggung. Berikut adalah musisi perempuan dari kota Malang yang belakangan namanya kerap berseliweran di panggung musik lintas skala di kota Malang:


1. Jane C. Maura

Jane C. Maura merupakan bassist sekaligus vokalis band indie-pop asal kota Malang, Girl and Her Badmood. Ia mengaku persinggungan dengan arena musik dan band di kota Malang telah terjadi sejak ia kecil karena pengaruh dari sang kakak. Berangkat dari seorang fans musik rockabilly, Jane akhirnya pertama kali bergabung di grup musik bernama Social of Society (SOS). Selain itu ia juga sempat tergabung singkat dengan band ska bernama Skallen Modric dan Monday Hates Me Too.

Beberapa saat lalu, bersama Girl and Her Badmood, Jane dkk baru saja meluncurkan single terbaru berjudul “Heals”.

 

2. Dewi Nawang Wulan

Mengawali karir sejak berseragam putih abu-abu, ketika ia masih kerap menonton gig,  keterlibatan Wulan degan musik secara intens adalah melalui musik hardcore. Sebelum Ravage, Wulan juga sempat menjadi vokal band bernama Six Sacrifices dan berhasil merilis beberapa single.

Bersama Ravage, Wulan telah sukses merilis beberapa single dan mini album, diundang menjadi vokalis tamu juga termasuk menjelajahi panggung lintas skala dari kota Batu, Malang dan sekitarnya. Penulis lirik “Circle Of Mind” ini juga mengaku jika selera musiknya terbentuk dari band-band seperti Trash Talk, Punch, hingga Full Of Hell. Sampai saat ini Wulan masih tetap aktif dan eksis bersama Ravage yang rencananya sedang dalam proses penggarapan debut album penuh.

 

3. Nisa ‘Hallam Foe’

Keterlibatan Nisa dengan band adalah sejak dirinya duduk di bangku SMP, yakni sebagai vokalis band hardcore bernama First Reaction. Bersama First Reaction Nisa dkk menghasilkan dua demo lagu serta terlibat pada kompilasi berjudul Malang In Your Face. Termasuk juga merasakan atmosfir panggung-panggung legendaris kota Malang seperti Cinemax hingga KNPI.

Kini Nisa tergabung dalam unit emotive paling diantisipasi bernama Hallam Foe. Bersama Hallam Foe, penulis lirik lagu “Fall Is The New Fly” ini juga mengaku jika ia banyak belajar perihal teknik vokal karena memang tuntutan dari kebutuhan tekstur musik dan keterlibatan emosi pada lirik yang dibawakan oleh band yang ia naungi sekarang. Bisa dibilang bersama Wulan dari Ravage, Nisa kini menjadi salah satu vokalis yang patut diperhitungkan dari arena cadas kota Malang.

 

4. Steffani BPM

Sejak kemunculan pertama sebagai solois, perempuan bernama lengkap Steffani Baretta Prasetio Murni atau akrab dengan nama panggung Steffani BPM ini sudah tidak asing bagi arena musik di kota Malang. Selain pernah membantu band Unda-Undi, nama Steffani juga kerap hadir menjadi vokal tamu atau kolaborator di proyek musik seperti Oneding, Beeswax dan Christabel Annora.

Musisi yang belakangan kerap terlihat berbagi panggung dan terlibat bersama kolektif jazz bernama Jazz Kemisan ini sudah merilis dua single di bawah label Yallfears. Nama Steffani juga sempat masuk dalam daftar top 5 Indonesia Creative Incorporated (ICINC) yang dinaungi langsung oleh Badan Ekonomi Kreatif yang bekerja sama dengan agensi 88 Rising.

 

5. Patricia Levyta

Patricia Levyta atau akrab disapa Patrice lebih dulu dikenal sebagai vokal unit folk-pop bernama Folkapolka. Bersama Folkapolka Patrice dkk sempat menghasilkan satu mini album yang dicetak dalam format compact disc.

Ketika bandnya memutuskan hiatus, Patrice tidak berhenti begitu saja. Ia terus mengasah suaranya dan mengunggahnya melalui platform streaming Soundcloud. Dari sini kemudian Patrice semakin dikenal dan kerap diajak untuk terlibat menjadi pengisi acara gig lokal. Meski awalnya sempat ragu, akhirnya Patrice memutuskan untuk serius menjalankan proyek solonya yang banyak dipengaruhi oleh nama-nama seperti Emma Ruth Rundle, Daughter, Laura Marling dan Alice Phoebe.

 

6. Sabiella Maris

Jauh sebelum dikenal sebagai gitaris Closure dan menjalankan proyek solonya, perempuan yang akrab disapa Bella ini sudah melalangbuana merasakan menjadi bagian proyek musik dengan ragam warna musik. Sebut saja Alright (symphonic metal), Roadtrip (celtic-punk), dan Thunderwrats (stoner-rock) hingga akhirnya sampai detik ini bergabung dengan unit post-punk bernama Closure.

Bella mengakui jika persinggungan awal dengan musik adalah ketika diajak menonton sang kakak latihan dalam studio sampai pada akhirnya ia termotivasi untuk membentuk band. Pada tahun 2018, di tengah kesibukan bersama Closure, Bella memutuskan untuk memulai proyek solonya yang baru saja melempar single terbaru berjudul “In Between”. Menurutnya, proyek solonya ini adalah  medium untuk menuangkan isi kepalanya, mulai dari urusan aransemen musik hingga lirik yang ia tulis.


Penulis
Radinang Hilman
Saat ini tinggal di kota Malang. Sehari-hari bekerja sebagai pengatur ritme stok di gudang Toko Rekam Jaya dan menjaga speaker agar terus menyalak
3 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Romo Otong
Romo Otong
1 year ago

Ngetop

rahmantioh
rahmantioh
1 year ago

top!

Mas Gandhoz
Mas Gandhoz
1 year ago

Mas Hil!! Pernah ada Evye vokalis’e Screaming Factor dan juga vokalis’e band LASF, sampean juara!!

Eksplor konten lain Pophariini

Wawancara Eksklusif Kossy Ng dan Dimas Ario Spotify: Edukasi Stream dan Musik Berbayar Masih Jadi Tantangan Besar

Saat menentukan apa saja yang ingin diangkat untuk KaleidosPOP 2024, tim redaksi Pophariini langsung berpikir soal keberadaan platform streaming musik yang menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan perjalanan band dan musisi di era ini.  …

We Are Neurotic Mempersembahkan Album Mini Terbaru Asian Palms

Trio disco dan jazz asal Jakarta, We Are Neurotic menutup tahun 2024 lewat perilisan album mini terbaru yang diberi nama Asian Palms (13/12) bersama C3DO Recordings sebagai label naungan.     Album Asian Palms …