Pilihanku: Menyesuaikan Ekspektasi Konser 20 Tahun Maliq & D’Essentials

Apr 6, 2023

Jika belum tahu – yang rasanya mustahil kalau rajin membaca situs ini – Maliq & D’Essentials akan mengadakan konser besar Konser 20 Tahun Maliq & D’Essentials pada 14 Mei mendatang untuk merayakan ulang tahun ke-20 mereka.

Semua tiketnya habis terjual dalam beberapa jam saja, jadi andai kamu adalah salah satu dari ribuan orang beruntung yang akan hadir di Jakarta International Expo pada tanggal tersebut, maka kamu tinggal menghitung hari sambil membayangkan apa yang akan mereka sajikan.

Saya pribadi tidak tahu apa-apa mengenai apa yang akan dipersembahkan. Yang sudah diberitakan sejauh ini adalah mereka akan membawakan setidaknya 25 lagu dalam tiga jam. Pastinya, mereka akan memainkan semua lagu populer mereka, karena mana ada sebuah konser Maliq & D’Essentials tanpa “Terdiam”, “Dia” “Pilihanku”, “Setapak Sriwedari” dan sebagainya?

Saya pribadi tidak tahu apa-apa mengenai apa yang akan dipersembahkan. Yang sudah diberitakan sejauh ini adalah mereka akan membawakan setidaknya 25 lagu dalam tiga jam.

Itu baru lagu-lagu yang biasa mengisi pertunjukan standar mereka yang berdurasi satu jam belakangan ini; dengan mudah, mereka bisa mengisi satu jam lagi dengan lagu-lagu yang dulu sering dimainkan tapi seiring perjalanan waktu menjadi tergeser demi materi lain, seperti “Penasaran”, “Aurora”, “Heaven” dan lain-lain.

Berarti tinggal satu jam lagi untuk diisi. Dengan delapan album yang sudah dirilis Maliq & D’Essentials sejauh ini, ada banyak materi yang berpotensi untuk dimainkan – beberapa di antaranya jarang atau bahkan belum pernah mereka bawakan. Sekali-sekalinya dibawakan, biasanya dalam bentuk versi akustik lupa-lupa ingat dan tanpa latihan di acara bersifat intim yang dihadiri penggemar garis keras dalam jumlah terbatas. Itu yang kerap terjadi pada lagu-lagu dari Musik Pop dan Senandung Senandika, dua album berisi musik yang melenceng cukup jauh dari karya-karya awal Maliq & D’Essentials.

Kenapa ada banyak materi yang jarang dibawakan di panggung? Pertama, tidak ada kewajiban bagi artis untuk memainkan semua lagu yang pernah mereka rekam. Kalaupun mereka memiliki keinginan itu, pada kenyataannya tak semua rekaman studio cocok untuk panggung. Misalnya, “Sayap” dari Senandung Senandika adalah sebuah karya produksi yang brilian serta berhasil menunjukkan sisi yang berbeda dari Maliq & D’Essentials.

Dengan delapan album yang sudah dirilis Maliq & D’Essentials sejauh ini, ada banyak materi yang berpotensi untuk dimainkan – beberapa di antaranya jarang atau bahkan belum pernah mereka bawakan.

 

Namun sekali-sekalinya saya menyaksikan mereka membawakan lagu tersebut tak lama setelah dirilis di tahun 2017, rasanya seperti mereka belum benar-benar menemukan cara untuk memainkannya, dan upaya Angga untuk menyemangati penonton terasa tidak pas untuk lagunya yang terdengar seperti mimpi buruk pendengar yang mentok di album 1st.

Setahu saya Maliq & D’Essentials belum pernah membawakannya lagi sejak itu, padahal lagu tersebut adalah single pertama dari Senandung Senandika. Saya rasa mereka juga tak pernah membawakan “Nirwana” dari Musik Pop, yang pada dasarnya merupakan solo synthesizer berkepanjangan oleh Indra Lesmana dengan sedikit nyanyian di awal dan akhir. Andai dibawakan di konser, bisa dibayangkan akan betapa bingungnya mereka yang menonton maupun mereka yang di panggung.

Berkaitan dengan itu, pada tahun-tahun awal eksistensinya Maliq & D’Essentials mengasah diri sebagai band panggung di kafe-kafe seputar Jakarta dengan mengerahkan segala cara untuk memastikan penonton terhibur, tanpa peduli kalau yang hadir hanya segelintir orang yang tidak familier dengan musik yang dimainkan. Dua dekade kemudian, mereka masih mempertahankan etos itu dengan memilih lagu-lagu yang dibawakan saat pertunjukan sedang berlangsung sambil memantau reaksi penonton, sehingga menjamin kepuasan audiensi tercapai.

Setahu saya Maliq & D’Essentials belum pernah membawakan “Sayap” lagi sejak itu, padahal lagu tersebut adalah single pertama dari Senandung Senandika. Saya rasa mereka juga tak pernah membawakan “Nirwana” dari Musik Pop.

Alhasil, Maliq & D’Essentials bersifat pragmatis dalam hal memasukkan materi baru ke repertoar panggungnya. Sebuah lagu harus benar-benar teruji untuk bisa menjadi bagian yang reguler dari pertunjukan, dengan “Senja Teduh Pelita” serta “Aku Cinta Kau & Dia”-nya Ahmad Band yang mereka garap ulang sebagai contoh dari lagu-lagu yang lolos ujian dalam beberapa tahun terakhir. Di luar itu, biasanya dapat ditebak lagu-lagu apa yang akan mereka bawakan. Mari bersimpati sejenak juga untuk materi dari album Raya yang dilepas di tengah-tengah pandemi dan sejauh ini belum mendapat kesempatan untuk menjadi lagu-lagu favorit baru di panggung sejak kita semua dapat berkumpul di acara-acara musik lagi.

 

Tentu saja, sebagian besar dari ratusan pertunjukan yang telah dilalui Maliq & D’Essentials dalam kariernya adalah acara-acara yang menyewa mereka untuk tampil selama 30, 45 atau 60 menit, sehingga tujuan utama adalah menghibur penonton, memberikan jasa yang sepadan dengan bayaran dari klien, dan memastikan tawaran-tawaran lain masuk.

Saya akan senang jika mereka memainkan “Imajinasi”, “Musim Bunga” dan “Semoga”. Kalaupun tidak dibawakan di konser ini, saya masih berharap akan ada kesempatan lain di waktu mendatang. Karena siapa lagi yang akan merayakan karya mereka kalau bukan mereka sendiri?

Tak dapat dipungkiri bahwa ini adalah cara kerja yang sukses dan telah menjadi landasan bagi karier Maliq & D’Essentials. Namun di sisi lain, itu juga berarti membawakan materi baru atau relatif langka tidak menjadi prioritas saat mereka tampil. Andai Maliq & D’Essentials lebih sering mengadakan konser atau tur sendiri, mereka bisa bermain selama mungkin, akan ada kesempatan lebih besar untuk membawakan lagu-lagu selain tembang andalan biasa, dan mereka pun tak perlu terlalu khawatir soal merebut hati penonton karena hadirin sudah pasti ada di sana khusus untuk menonton mereka.

Maka tibalah kita di konser ulang tahun ke-20 ini. Acaranya akan berlangsung dalam satu setengah bulan sejak tulisan ini terbit, jadi saya ingin mengucapkan “Semoga lancar” kepada Angga, Widi, Indah, Jawa, Lale dan Ilman – serta Rejoz, Menu’, Mei, Kamga, Jordy dan siapa pun yang turut terlibat, baik di atas panggung maupun di belakangnya – yang sedang bersiap-siap untuk hari besar itu.

Apa pun yang direncanakan oleh mereka di Konser 20 Tahun Maliq & D’Essentials, saya sangat berharap mereka tampil semaksimal mungkin dan memanfaatkan momen langka ini untuk merayakan seluruh perjalanan mereka, termasuk sudut-sudut diskografi mereka yang jarang disinggahi. Saya takkan berharap mereka akan membawakan “Nirwana”, tapi saya akan senang jika mereka memainkan “Imajinasi”, “Musim Bunga” dan “Semoga”. Kalaupun lagu-lagu tersebut tidak dibawakan di konser ini, saya masih berharap akan ada kesempatan lain di waktu mendatang. Karena siapa lagi yang akan merayakan karya mereka kalau bukan mereka sendiri?


 

Penulis
Hasief Ardiasyah
Hasief Ardiasyah mungkin lebih dikenal sebagai salah satu Associate Editor di Rolling Stone Indonesia, di mana beliau bekerja sejak majalah itu berdiri pada awal 2005 hingga penutupannya di 31 Desember 2017. Sebenarnya beliau sudah pensiun dari dunia media musik, namun kalau masih ada yang menganggap tulisannya layak dibaca dan dibayar (terutama dibayar), kenapa tidak?

Eksplor konten lain Pophariini

5 Band Punk Indonesia Favorit MCPR

Dalam perhelatan Festival 76 Indonesia Adalah Kita di Solo, kami menemui band punk-rock asal tuan rumah, MCPR sebagai salah satu penampil untuk mengajukan pertanyaan soal pilihan 5 band punk Indonesia favorit mereka. Sebelum membahas …

Fraksi Penemu Sepeda Bercerita tentang Hobi di Single Gocapan

Setelah merilis single “Olahgaya” 2023 lalu, Fraksi Penemu Sepeda asal Bogor resmi meluncurkan karya terbaru berupa single dalam tajuk “Gocapan” hari Rabu (23/10). Lagu ini menceritakan serunya pengalaman bersepeda sambil mencari sarapan pagi.   …