Plagiarisme dalam Penciptaan Lagu: Sebuah Permasalahan Etika

Feb 10, 2022
Plagiarisme

Lagi-lagi lini masa media sosial ramai membicarakan kasus plagiarisme. Telah terjadi sebuah diskursus menarik yang memperdebatkan pengambilan inspirasi di era yang haus akan inovasi. Banyak argumentasi yang terlempar dan di antara riuh pro dan kontra yang bertebaran, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Apa sih itu plagiarisme? Apakah hal tersebut merupakan pelanggaran hak cipta? Mengapa hal ini menjadi permasalahan? Mari kita ulik!

Apa itu Plagiarisme?

Secara sederhana, plagiarisme adalah penggunaan ide orang lain secara substansial tanpa memberikan kredit pada orang tersebut (bahkan mengakuinya sebagai ide hasil diri sendiri). Jika pembajakan adalah wujud dari pelanggaran Hak Ekonomi yang terdapat dalam Hak Cipta, maka plagiarisme adalah pelanggaran atas Hak Moral-nya.

Kamu pasti pernah punya teman yang suka menyontek. Bagi dia, menyontek adalah solusi yang tepat untuk hidup tenang tanpa banyak usaha di sekolah. Dia bisa berleha-leha tapi tetap dapat nilai rapor yang memuaskan. Dengan mudahnya ia mengumpulkan hasil jerih payah-mu dan mengakuinya sebagai kerja kerasnya sendiri. Nggak adil kan?

Nah, kurang lebih seperti itulah plagiarisme. Setelah pencipta karya menginvestasikan banyak waktu, tenaga, dan rasa untuk membuat sebuah karya, ada orang lain yang menuai hasilnya.

Persamaan Substantial (Substantial Similarity) dalam Plagiarisme

There’s nothing new under the sun, bro!

Sebuah kalimat yang sering digunakan oleh orang-orang yang gemar menyontek. Dengan dalih mengambil inspirasi, mereka menggunakan karya orang lain untuk dikembangkan sebagai karya ciptaan milik sendiri.

Mengambil inspirasi itu sah-sah saja ya, namun ada batasan etis yang harus kita patuhi. Apabila ditemukan persamaan secara substansial antara dua ciptaan, itu namanya bukan mengambil inspirasi tapi merampas inspirasi.

Lantas, apa yang dianggap sebagai persamaan substansial? ada dua macam:

Pertama, Verbatim Similarity.

Persamaan Verbatim, seperti namanya, adalah hasil dari penjiplakan secara gamblang. Biasanya, hak tersebut dimaklumi kalau memang digunakan sebagai kutipan. Maka dari itu biasanya dituliskan di antara tanda kutip. Apabila ditemukan persamaan verbatim yang tidak dimaksudkan sebagai kutipan, hal tersebut adalah tindakan plagiarisme.

Kedua, Striking Similarity.

Striking Similarity, atau persamaan yang mencolok, terjadi ketika dua ciptaan memiliki kesamaan yang kentara. Dalam dunia seni, tipe persamaan ini lebih sering ditemukan. Persamaan ini diukur secara subjektif namun tidak mustahil untuk dibuktikan. Biasanya, persamaan ini terjadi apabila ditemukan kesamaan pada elemen yang unik, kerap diulang, atau terlihat sengaja dipelesetkan agar tidak terlihat seperti menjiplak.

Studi Kasus: Blurred Lines v. Got to Give it Up

Definisi dari “Senjata Makan Tuan”

Mungkin kamu pernah mendengar kasus Marvin Gaye v. Robin Thicke-Pharrell Williams. Kedua lagu tersebut disebut-sebut memiliki karakteristik yang sangat mirip. Keluarga Marvin Gaye juga merasakan hal yang sama dan membuat pernyataan bahwa lagu “Blurred Lines” adalah hasil dari plagiarisme.

Menolak tuduhan tersebut, Robin Thicke dan Pharrell Williams membawa perkara tersebut ke pengadilan untuk membuktikan secara hukum bahwa lagu mereka bukan hasil dari plagiarisme.

Namun sayangnya, alih-alih mendapatkan pembuktian yang mereka inginkan, pengadilan justru menemukan terlalu banyak hal yang membuktikan sebaliknya. Akhirnya, keluarga Marvin Gaye balik menuntut Robin Thicke dan Pharrell Williams, dimana mereka memenangkan kasus tersebut dan mendapatkan separuh dari besaran royalti dari lagu “Blurred Lines”

Ditemukan Banyak Persamaan Substansial

Bagaimana ceritanya keluarga Marvin Gaye memenangkan kasus tersebut? Para ahli dan peneliti musik menemukan lima persamaan substansial antara lagu “Blurred Lines” dan “Got to Give it Up.” Tidak hanya pola dalam melodi lagunya yang mirip, tapi karakteristik hook hingga inti lirik-nya pun sama.

Meminta Izin Pada Pencipta Yang Telah Wafat

Banyak orang yang melakukan pembelaan dan berargumentasi bahwa, karena Marvin Gaye telah meninggal, sah bagi orang-orang untuk menggunakan lagu-lagunya. Mereka bilang, “Ya mana bisa minta izin pada seseorang yang sudah nggak ada?”

Hal tersebut adalah miskonsepsi yang berbahaya dan merugikan. Perlu diingat bahwa umur perlindungan Hak Cipta secara umum adalah 70 tahun setelah pencipta meninggal. Walaupun pencipta lagunya telah tiada, hak ekonomi yang dimiliki lagu tersebut diberikan kepada ahli warisnya.

Jadi apabila seseorang ingin menggunakan lagu ciptaan seseorang yang telah tiada, ia dapat menghubungi ahli warisnya untuk memproses lisensi penggunaan.

Plagiarisme = Tindakan Pidana?

Di Indonesia, apabila kita berkaca pada Pasal 380 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (”KUHP”), menggunakan karya orang lain baik secara utuh maupun sebagian tanpa izin termasuk ke dalam pelanggaran hak cipta. Nah, Pelanggaran hak cipta adalah sebuah tindak pidana, sehingga pelaku dapat dipidana penjara dan diberikan sanksi denda.

Apakah plagiarisme termasuk ke dalam pelanggaran hak cipta? Ya, tapi tidak semuanya.

Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 (UU Hak Cipta) kurang lebih menjelaskan bahwa menggunakan, mengambil, menggandakan dan/atau mengubah suatu ciptaan secara seluruh atau sebagian secara substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila: (a) sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap; (b) digunakan untuk keperluan pendidikan dan/atau penelitian; dan (c) tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta.

Jadi selama kita mencantumkan sumber dari ciptaan yang kita gunakan dan tidak merugikan penciptanya, tindakan plagiarisme tersebut bisa tidak dianggap pelanggaran hak cipta.

Apakah plagiarisme termasuk ke dalam pelanggaran hak cipta? Ya, tapi tidak semuanya.

Eh, tapi jangan mengira itu saja cukup ya. Mendapatkan izin atas penggunaan karya tetap merupakan satu hal yang penting untuk dilakukan apabila ingin menggunakan karya seseorang. Pasal tersebut dibuat demikian agar kita paham betapa pentingnya mencantumkan sumber ciptaan yang kita gunakan. Sebegitu pentingnya, sampai-sampai hal tersebut bisa menyelamatkan kita dari hukuman penjara.

Negara mengakui bahwa memberikan penghargaan kepada orang yang tepat adalah hal yang mutlak pentingnya. Ingat itu!

Plagiarisme adalah Permasalahan Etika

Ketika berbicara mengenai Plagiarisme, kerap kita tidak membicarakan kerugian ekonomi sang pencipta. Kita justru lebih banyak berbicara mengenai etika dan integritas dalam berkarya.

Jika menghasilkan karya yang baik adalah hal yang mudah, semua orang sudah pasti menjadi seniman.

Namun kenyataannya, karya bukanlah hal yang bisa diciptakan secara cuma-cuma. Ada banyak pertimbangan dan keterampilan yang dituangkan. Hal-hal yang digunakan untuk membuat karya adalah akumulasi dari berbagai macam investasi waktu dan sumber daya.

Bisa jadi lagu yang kamu dengarkan adalah hasil kerja keras seseorang yang telah mengasah kemampuannya selama bertahun-tahun. Mungkin buku novel yang kamu baca adalah buah dari riset yang telah dilakukan oleh penulis selama berbulan-bulan. Bisa jadi, puisi yang membuatmu terharu adalah hasil renungan dari perjalanan karsa penulisnya.

Ketika seseorang melakukan plagiarisme, ia tidak hanya merampas waktu dan sumber daya pencipta karya tapi juga ide dan dedikasinya. Hal itu tidak hanya merugikan pencipta secara materi tapi juga menyakiti hati-nya.

Penulis
S. Kansha
Shadia Kansha adalah penyanyi/penulis lagu lulusan jurusan hukum dengan spesialisasi Hukum Kekayaan Intelektual. Walaupun sudah aktif di dunia tarik suara, Shadia tetap aktif dalam menulis artikel-artikel bertema entertainment law. Menulis adalah media yang dia gunakan untuk mengabadikan hal-hal yang ia pelajari selama menjadi pelaku aktif di Industri Hiburan.

Eksplor konten lain Pophariini

Catatan dari Trendy Taipei, Melihat Pesona Indonesia dari Konferensi Musik Asia di Taiwan

Tiga tahun ini pula saya melihat kancah musik Indonesia dari lensa yang berbeda: sebagai primadona yang bikin penasaran se-Asia.

5 Musisi Indonesia Favorit Sri Hanuraga

Festival Jazz Gunung Ijen berlangsung hari Sabtu, 17 Agustus 2024 di Taman Terakota Gandrung, Banyuwangi, bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke-79 Republik Indonesia. Dengan tema “Merdekanya Jazz, Merdekanya Indonesia”, festival ini menghadirkan Indra Lesmana …