Polyester Embassy – Evol

Aug 28, 2023

Kabar tentang album mini terbaru Polyester Embassy terlambat masuk ke radar saya. Setelah melihat beberapa teman mengunggah album berisi 8 lagu ini di media sosial, saya langsung terpincut dengan desain sampul yang dikerjakan oleh Pastewhilewheat.

Perjalanan mendengarkan dimulai dengan lagu pertama “Can I Fly” yang tanpa basa-basi memulai Evol dengan genjrang-genjreng gitar bertenaga. Lirik patah hati yang dihadirkan dalam lagu, mudah dimengerti dengan melodi vokal yang mengundang untuk sing along.

Satu hal yang menjadi sorotan dari lagu “Can I Fly” adalah bagaimana permainan solo gitar di menit 2:31. Iramanya tidak terlalu rumit, namun bisa memperkuat makna dari liriknya. Entah kenapa saya merasa barisan not yang dimainkan akan menjadi memorable di masa mendatang.

Jika “Can I Fly” dibuka dengan gitar, maka lagu selanjutnya, “Scattered” memamerkan kemampuan dari Pramaditya Azhar sebagai drumer yang membuat rentetan pukulan ganjil menjadi terdengar sederhana dan menyenangkan.

Sekali lagi, Polyester Embassy yang membuat saya terkesan dengan album ini adalah mengenai aransemen melodi vokal di lagu “Scattered”. Alunan vokal di bagian chorus selalu berhasil membuat bulu kuduk berdiri di beberapa kali sesi dengar karena begitu banyak emosi yang dirasakan saat bagian tersebut berkumandang.

Suara batuk berdurasi 1 detik membuka lagu “Parak” yang hadir setelah “Scattered”. Dinamika yang ditawarkan Polyester Embassy semacam kosmetik yang menambah kecantikan sang lagu dengan porsi yang pas. Penulisan lirik bahasa Indonesia di lagu ini menunjukkan kecakapan band yang bisa berbahasa Indonesia sebaik mereka berbahasa Inggris.

 

Jujur, setiap mendengarkan Evol saya agak menghadapi kendala untuk menyelesaikannya secara keseluruhan. Alasannya bukan karena saya tidak tertarik untuk merampungkan, namun 3 lagu awal di album cukup memaku perhatian, sehingga sulit untuk beralih ke nomor-nomor yang selanjutnya.

Setelah mengesampingkan ego untuk hanya mendengarkan 3 lagu pertama, saya justru makin terkesima lagi dengan apa yang ditawarkan oleh band di 5 lagu berikutnya.

Saya mendapat kejutan saat mendengarkan trek ke-4 “Kerai”. Polyester Embassy di lagu ini menyelipkan elemen-elemen kecil yang menarik, seperti pukulan stik pada bibir drum kit di bagian verse. Pukulan yang cukup menggelitik telinga dan pikiran untuk mengomandokan anggota tubuh pendengar agar bergerak mengikuti ketukannya.

Lagu “Ruins (II)” yang hadir setelah itu saya nobatkan menjadi favorit di album Evol. Nomor ini dibuka dengan nuansa mengawang hasil unifikasi suara synthesizer dan gitar yang menciptakan tembok suara. Bunyi-bunyian ini anehnya membawa imaji saya ke suasana polusi Jakarta yang sedang marak.

Semakin jauh mendengarkan “Ruins (II)”, lapisan suara semakin tebal memenuhi telinga. Bagi saya, Polyester Embassy mengambil keputusan yang tepat untuk meletakkan lagu intens ini di tengah-tengah daftar Evol.

Album ditutup dengan 3 lagu terakhir yang kalem jika dibandingkan dengan “Ruins (II)”. Ada “Laugh and Swell” yang saat didengarkan seperti memijat-mijat kepala dengan suara arpeggiator-nya, lalu ada nuansa akustik di “Look out Looking” yang menenangkan pikiran pendengar, dan “Kala” yang menyimpulkan album ini menghadirkan elemen musik dari lagu-lagu sebelumnya.

Sebagai orang yang baru mendengarkan Polyester Embassy lewat album Evol, saya berkesimpulan, bahwa band ini memiliki cakupan referensi yang sangat luas dalam pembuatan karyanya. Meski dikenal sebagai band elektronik, mereka tetap menghadirkan komponen organik yang membuat lagu-lagunya terasa lebih ‘manusia’.

Harus diakui, ulasan ini tidak cukup meluas untuk membandingkan Evol dengan 2 album pendahulu, Tragicomedy (2006) dan Fake / Faker (2011). Bagi saya, bukan perkara mudah untuk mencerna musik Polyester Embassy dalam waktu 1-2 minggu.

Sisi baiknya dalam kurun waktu tersebut, Evol dengan kualitas aransemen, penulisan lirik, dan pasca produksi yang tidak main-main berhasil membuat saya enggan berpaling mendengarkan band lokal yang lain.

Saya merasa Evol dari Polyester Embassy cukup kompeten untuk menjadi kandidat album terbaik tahun 2023 yang masih tersisa 4 bulan ini. Mari kita nantikan bersama-sama.


 

Penulis
Gerald Manuel
Hobi musik, hobi nulis, tapi tetap melankolis.

Eksplor konten lain Pophariini

Rangkuman Tur MALIQ & D’Essentials Can Machines Fall In Love? di 5 Kota

Setelah menggelar Can Machines Fall in Love? Exhibition tanggal 7 Mei-9 Juni 2024 di Melting Pot, GF, ASHTA District 8, Jakarta Selatan, MALIQ & D’Essentials melanjutkan perjalanan dengan menggelar tur musik perdana dalam rangka …

5 Lagu Rock Indonesia Pilihan Coldiac 

Coldiac menyelesaikan rangkaian tur The Garden Session hari Kamis, 12 Desember 2024 di Lucy in the Sky SCBD, Jakarta Selatan. Tur ini secara keseluruhan singgah di 7 kota termasuk Balikpapan, Samarinda, Medan, Solo, Bandung, …